BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Bea Cukai meski secara
harfiah mirip, tetapi secara istilah keduanya memiliki arti masing-masing. Kita
mulai dari bea. Berasal dari bahasa Sansekerta, bea berarti ongkos. Bea dipakai
sebagai istilah ongkos barang yang keluar atau masuk suatu negara, yakni bea
masuk dan bea keluar. Instansi pemungutnya disebut pabean. Hal-hal yang terkait
dengannya disebut kepabeanan. Secara istilah, kepabeanan berarti segala sesuatu
yang terkait dengan pengawasan atas lalu lintas barang antar negara. Secara
filosofis dan historis memang demikian.
Naluri pertahanan
suatu negara atau entitas kekuasaan tentu akan melakukan pengawasan terhadap
apapun yang masuk ke dalam wilayahnya. Tentu sang penguasa tidak ingin di
wilayah kekuasaannya dimasuki barang-barang yang dapat mengancam kekuasaannya.
Senjata atau mesiu misalnya. Atau barang yang dapat meracuni masyarakatnya,
seperti alkohol atau candu. Dalam pada itu, sang penguasa juga ingin
menciptakan stabilitas ekonomi, dengan kontrol pasar, sekaligus meraup
pendapatan. Di sinilah bea dipungut. Kesemuanya, tentu, demi melindungi
kepentingan nasional masing-masing.
Fungsi filosofis
historis tadi tetap dipakai hingga kini di seluruh dunia. Dengan tetap
bertujuan melindungi kepentingan nasional masing-masing, ada negara yang lebih
menggunakan pabean sebagai alat pertahanan, ada yang cenderung ke finansial.
Oleh karenanya, banyak negara yang menjadikan pabean sebagai institusi militer
atau keamanan, tak sedikit pula yang menjadikannya di bawah departemen yang
mengurusi keuangan. Di AS, pabean di bawah Homeland Security Department. Di
Hongaria, pabean adalah bagian dari militer. Yang di bawah keuangan contohnya
di negara kita sendiri. Namun mayoritas, termasuk yang beraliran keuangan,
pabean selalu dibekali kemampuan pertahanan negara atau penegakan hukum.
Mungkin terkecuali pabean Singapura.
Karena dilahirkan dari rahim pertahanan yang bernafaskan pengawasan, pabean (Indonesia) semestinya memang tidak melulu dibebani target-target pemasukan keuangan negara. Pabean harus lebih dikonsentrasikan untuk menjaga pintu negara dari barang-barang yang mengancam kepentingan nasional.
Karena dilahirkan dari rahim pertahanan yang bernafaskan pengawasan, pabean (Indonesia) semestinya memang tidak melulu dibebani target-target pemasukan keuangan negara. Pabean harus lebih dikonsentrasikan untuk menjaga pintu negara dari barang-barang yang mengancam kepentingan nasional.
B.
Rumusan
Masalah
Adapun
rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Apakah
pengertian Bea?
2. Apakah
pengertian Cukai?
3. Apa
saja lembaga yang menangani Bea Cukai?
4. Bagaimana
hubungan antara Bea cukai dan pajak?
C.
Tujuan
Adapun
tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui:
1. Apakah
pengertian Bea?
2. Apakah
pengertian Cukai?
3. Apa
saja lembaga yang menangani Bea Cukai?
4. Bagaimana
hubungan antara Bea cukai dan pajak?
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Ruang
Lingkup Bea
1. Pengertian
Bea
Bea
berasal dari bahasa Sansekerta, bea berarti ongkos. Bea dipakai sebagai istilah
ongkos barang yang keluar atau masuk suatu negara, yakni bea masuk dan bea
keluar. Instansi pemungutnya disebut pabean. Hal-hal yang terkait dengannya
disebut kepabeanan. Secara istilah, kepabeanan berarti segala sesuatu yang
terkait dengan pengawasan atas lalu lintas barang antar Negara.
2. Pabean
Pabean yang dalam bahasa Inggrisnya Customs atau Duane dalam bahasa Belanda memiliki definisi yang dapat kita temukan dan
hafal baik dalam kamus bahasaIndonesia ataupun Undang-Undang kepabeanan. Untuk dapat memahami kata pabean maka
diperlukan pemahaman terhadap kegiatan ekspor dan impor. Pabean adalah kegiatan yang menyangkut
pemungutan bea masuk dan pajak dalam rangka impor. Ada juga bea keluar untuk ekspor, khususnya
untuk barang atau komoditi tertentu .
Filosofi pemungutan bea masuk adalah untuk melindungi industri dalam negeri dari limpahan produk luar negeri yang
diimpor, dalam bahasa perdagangan sering disebut tarif barier yaitu besaran dalam persen yang ditentukan oleh negara untuk dipungut oleh
DJBC pada setiap produk atau barang impor. Sedang untukekspor pada umumnya pemerintah tidak memungut bea demi
mendukung industri dalam negeri dan khusus untuk ekspor pemerintah akan
memberikan insentifberupa
pengembalian restitusi pajak terhadap barang yang diekspor.
Produk mentah seperti beberapa jenis kayu, rotan dsb pemerintah memungut
pajak ekspor dan pungutan ekspor dengan maksud agak para eksportir sedianya
dapat mengekspor produk jadi dan
bukanlah bahan
mentah atau setengah jadi.
Filosofi pemungutan pajak ekspor pada komoditi ini
adalah untuk melindungi sumber
daya alam Indonesia dan
menjamin ketersediaan bahan baku bagi industri dalam negeri.
3. Proses
Impor dan Pabean
Kegiatan impor dapat dikatakan sebagai proses jual beli biasa antara penjual yang berada di luar negeri dan pembeli yang berada di
Indonesia. Adapun tahapan impor adalah :
1)
Hal yang penting
dalam setiap transaksi impor adalah terbitnya L/C atau letter of credit yang dibuka oleh pembeli di Indonesia melalui Bank (issuing bank)
2)
Selanjutnya penjual
di luar negeri akan mendapatkan uang untuk harga barangnya dari bank
dinegaranya (correspondent bank) setelah mengirim barang tersebut dan menyerahkan
dokumen-dokumen yang berkaitan dengan pengiriman barang dan spesifikasi barang
tersebut (bill of lading (BL), Invoicedsb).
3)
Dokumen-dokumen
tersebut oleh correspondet bank dikirim ke issuing bank yang ada diIndonesia untuk di tebus oleh importir.
4)
Dokumen yang kini
telah dipegang oleh importir tersebut digunakan untuk mengambil barang yang
dikirim oleh penjual. pada tahap ini proses impor belum
dapat dikatakan selesai karena importir belum mendapatkan barangnya.
5)
barang impor
tersebut diangkut oleh sarana pengangkut berupa kapal-kapal pengangkut barang (cargo) internasional dan hanya akan merapat di
pelabuhan-pelabuhan resmi pemerintah, misalnya Tanjung Priok (Jakarta)
dimana sebagian besar kegiatan importasi di Indonesia dilakukan. banyak proses
yang harus dilalui hingga akhirnya sebuah sarana pengangkut (kapal cargo) dapat
merapat dipelabuhan dan membongkar muatannya (barang impor).
6)
Istilah
"pembongkaran" bukanlah barang tersebut di bongkar dengan dibuka
setiap kemasannya, namun itu hanya istilah pengeluaran kontainer/peti kemas
dari sarana pengangkut kepelabuhan, petugas DJBC tidak membongkar isi dari kontainer itu jika memang tidak ada perintah untuk pemeriksaan.)
7)
Setelah barang
impor tersebut dibongkar maka akan ditempatkan ditempat penimbunan sementara (container
yard) perlu diketahui bahwa menyimpan barang di kawasan ini dikenakan sewa
atas penggunaan ruangnya (demorage).
8)
Setelah bank
menerima dokumen-dokumen impor dari bank corresponden di negara pengekspor maka
importir harus mengambil dokumen-dokumen tersebut dengan membayar L/C yang
telah ia buka. dengan kata lain importir harus menebus dokumen tersebut karena
bank telah menalangi importir ketika bank membayar eksportir saat menyerahkan
dokumen tersebut.
9)
Setelah selesai
urusan dokumen tersebut maka kini saatnya importir mengambil barang tersebut
dengan dokumen yang telah importir peroleh dari bank (B/L, invoice dll).
10) Untuk mengambil barangnya maka importir diwajibkan
membuat pemberitahuan impor barang (PIB) atau disebut sebagai pemberitahuan pabean atau dokumenpabean
sedangkan invoice, B/L,
COO (certificate of origin), disebut sebagai dokumen pelengkap pabean. Tanpa PIB
maka barang impor tersebut tidak dapat diambil oleh importir.
11) PIB dibuat setelah importir memiliki dokumen pelengkap
pabean seperti B/L dll. Importir mengambil dokumen tersebut melalui bank, maka
jika bank tersebut merupakan bank devisa yang telah on-line dengan komputer
DJBC maka pengurusan PIB dapat dilakukan di bank tersebut.
12) Prinsip perpajakan di Indonesia adalah self assesment
begitu pula dalam proses pembuatan PIB ini, formulir PIB terdapat pada bank
yang telah on-line dengan komputer DJBC setelah diisi dan membayar bea masuk
kepada bank maka importir tinggal menunggu barangnya tiba untuk menyerahkan
dokumen yang diperlukan kepada DJBC khususnya kepada kantor pelayanan DJBC
dimana barang tersebut berada dalam wilayah pelayanannya, untuk pelabuhan
tanjung priok terdapat Kantor Pelayanan Utama (KPU) Bea dan Cukai Tipe A
Tanjung Priok.
13) Setelah importir menyelesaikan PIB dan membayar bea masuk
serta (pungutan impor) pajak-pajak dalam rangka impor di bank, maka bank akan
memberitahukan kepada DJBC secara on-line mengenai pengurusan PIB dan pelunasan
bea masuk dan pajak impor. dalam tahap ini DJBC hanya tinggal menunggu importir
menyerahkan PIB untuk diproses, penyerahan PIB inipun telah berkembang
sedemikian rupa hingga untuk importir yang telah memiliki modul impor atau
telah terhubung dengan sistem komputer DJBC dapat menyerahkan PIB secara
elekronik (electronic data interchange system = EDI system)
sehingga dalam prosesnya tak terdapat interaksi secara fisik antara importir
dengan petugas DJBC.
B.
Ruang Lingkup Cukai
1. Pengertian Cukai
Cukai adalah pungutan negara yang
dikenakan terhadap barang-barang tertentu yang mempunyai sifat atau
karakteristik yang ditetapkan dalam Undang-undang Cukai. Cukai dikenakan
terhadap Barang Kena Cukai yang terdiri dari:
1) Etil alkohol atau etanol, dengan
tidak mengindahkan bahan yang digunakan dan proses pembuatannya;
2) Minuman yang mengandung etil alkohol
dalam kadar berapa pun, dengan tidak mengindahkan bahan yang digunakan dan
proses pembuatannya, termasuk konsentrat yang mengandung etil alkohol;
3) Hasil tembakau, yang meliputi
sigaret, cerutu, rokok daun, tembakau iris, dan hasil pengolahan tembakau
lainnya, dengan tidak mengindahkan digunakan atau tidak bahan pengganti atau
bahan pembantu dalam pembuatannya.
Barang kena cukai adalag
barang-barang tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik, yang konsumsinya
perlu dikendalikan,peredarannya perlu diawasi,pemakaiannya dapat menimbulkan
efek negatif bagi masyarakat atau lingkungan hidup, atau pemakaiannya perlu
pembebanan pungutan negara demi keadilan dan keseimbangan.
Sehubungan dengan penetapan jenis
barang kena cukai sebagaimana disebutkan di atas sesuai Undang-Undang 11 Tahun
1995 Tentang Cukai sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun
2007 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tentang Cukai, maka saat ini
untuk sementara waktu kita baru mengenal tiga jenis barang kena cukai secara
umum, yaitu etil alkohol, minuman yang mengandung etil alkohol, dan hasil
tembakau. Tidak menutup kemungkinan perubahan jenis Barang Kena Cukai.
2. Dasar
Hukum Cukai
Adapun
yang menjadi dasar hokum Cukai, adalah sebagai berikut:
1) Undang-undang Republik Indonesia
Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai sebagai mana telah diubah
dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan
atas Undang-undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai;
2) Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.
62/PMK.011/2010 tentang Tarif Cukai Etil Alkohol, Minuman Yang Mengandung Etil
Alkohol, Dan Konsentrat Yang Mengandung Etil Alkohol;
3) Peraturan Menteri Keuangan Nomor
181/PMK.011/2009 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau;
4) Peraturan Menteri Keuangan Nomor
99/PMK.011/2010 tentang Perubahan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
181/PMK.011/2009 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau;
5) Peraturan Direktur Jenderal Bea dan
Cukai Nomor: P-43/BC/2009 tentang Tata Cara Penetapan Tarif Cukai Hasil
Tembakau;
6) Peraturan Direktur Jenderal Bea dan
Cukai Nomor: P - 22/BC/2010 tentang Tata Cara Pemungutan Cukai Etil Alkohol,
Minuman Mengandung Etil Alkohol, dan Konsentrat Mengandung Etil Alkohol.
3. Implementasi Cukai
Secara sederhana dapat dipahami bahwa harga sebungkus rokok yang dibeli
oleh konsumen sudah mencakup besaran cukai didalamnya. Pabrik rokok telah menalangi konsumen dalam membayar
cukai kepada pemerintah pada saat membeli pita cukai yang terdapat pada kemasan rokok tersebut. Untuk mengembalikan besaran
cukai yang sudah dibayar oleh pabrik maka pabrik rokok menambahkan besaran
cukai tersebut sebagai salah satu komponen dari harga jual rokok tersebut.
Filosofi pengenaan cukai lebih rumit dari filosofi pengenaan pajak maupun pabean. Dengan cukai pemerintah berharap dapat
menghalangi penggunaan obyek cukai untuk digunakan secara bebas. Hal ini
berarti adanya kontrol dan pengawasan terhadap banyaknya obyek cukai yang beredar dan yang
dikonsumsi. Hal yang menarik adalah pengenaan cukai semen dan gula oleh pemerintah Belanda saat menjajah Indonesia. Cukai dipergunakan untuk mengontrol kebutuhan
masyarakat pada gula dan semen demi kepentingan penjajah pada saat itu.
Sisi lain dari pengenaan cukai di beberapa negara maju adalah membatasi
barang-barang yang berdampak negatif secara sosial (pornografi dll) dan juga kesehatan (rokok, minuman keras dll). Tujuan lainnya adalah perlindungan
lingkungan dan sumber-sumber alam (minuman kemasan, limbah dll), serta mengurangi atau membatasi konsumsi barang-barang mewah dan sebagainya.
Contoh kasus dinegara tetangga adalah penggunaan deterjen yang berlebihan, yang telah mencemari sungai yang
menjadi bahan baku pembuatan air minum publik oleh perusahaan pemerintah. Hal
ini membuat pemerintah mengeluarkan biaya ekstra untuk proses produksi air minum tersebut. Pemerintah tidak dapat
menaikkan harga air minum karena adanya resistensi publik atas rencana tersebut. Sebagai jalan keluar,
dikenakan cukai pada semua produk deterjen di negara tersebut. Didasari atas asas keadilan, maka
pertambahan biaya proses pemurnian air tersebut tidak dibebankan kepada
konsumen air minum, tetapi dibebankan kepada setiap konsumen deterjen. Asas yang sama telah berlaku pada para perokok aktif di Indonesia.Perokok pasif harus menanggung risiko yang lebih besar, oleh
sebab itu cukai rokok dibebankan setinggi-tingginya.
C.
Lembaga
Penanganan Bea Cukai
1. Direktorat Jenderal Bea dan
Cukai
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (disingkat DJBC atau bea cukai) adalah nama dari sebuah instansi pemerintah yang melayani
masyarakat di bidang kepabeanan dan cukai. Pada masa penjajahan Belanda, bea dan cukai sering disebut dengan istilah douane. Seiring dengan era globalisasi, bea dan cukai sering
menggunakan istilah customs.
Dari segi kelembagaan, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dipimpin oleh
seorang direktur jenderal yang setara dengan unit eselon 1 yang berada di bawahKementerian Keuangan Indonesia, sebagaimana juga Direktorat Jenderal Pajak, Direktorat Jenderal Perbendaharaan, dan lain-lain.
2. Tugas
dan Fungsi DJBC
Tugas dan fungsi DJBC adalah berkaitan erat dengan pengelolaan keuangan negara, antara lain memungut bea masuk berikut pajak dalam rangka impor (PDRI) meliputi (PPN Impor, PPh Pasal 22, PPnBM) dan cukai. Sebagaimana diketahui bahwa pemasukan terbesar (sering disebut sisi
penerimaan) ke dalam kas negara adalah dari sektor pajak dan termasuk didalamnya adalah bea masuk dan cukai
yang dikelola oleh DJBC.
Selain itu, tugas dan fungsi DJBC adalah mengawasi kegiatan ekspor dan impor, mengawasi peredaran minuman yang mengandung alkohol atau etil alkohol, dan peredaran rokok atau barang hasil pengolahan tembakau lainnya. Seiring perkembangan zaman, DJBC
bertambah fungsi dan tugasnya sebagai fasilitator perdagangan, yang berwenang
melakukan penundaan atau bahkan pembebasan pajak dengan syarat-syarat tertentu.
3. Sistem
Penjaluran DJBC
Rencana kedepannya semua importasi akan diarahkan untuk menggunakan sistem
ini karena pertimbangan keamanan dan efisiensi, sehingga bermunculan
warung-warung EDI (semacam warnet khusus untuk mengurus importasi)
disekitar pelabuhan yang akan membantu importir yang belum memiliki
modul impor atau tidak secara on-line terhubung dengan sistem komputer DJBC.
Proses pengeluaran barang impor sangat tergantung
pada jenis barang impor itu sendiri, khusus untuk barang impor asal
tumbuhan dan hewan akan melalui pemeriksaan karantina (masa karantina) ini penting untuk mencegah
masuknya penyakit dan hal-hal yang tidak dinginkan dari segi kekarantinaan dan
kesehatan seperti pemeriksaan layak konsumsi atau tidak, masa kadaluwarsa, dsb,
untuk daging impor harus ada Certificate
of origin agar diketahui dari
mana asalnya, juga umumnya sertikat halal untuk komoditi konsumsi. Selanjutnya DJBC akan memberlakukan National
Single Window (NSW) untuk pelayanan dengan otomasi.
Perlu diketahui sistem penjaluran barang yang
diterapkan oleh DJBC dalam proses impor. Keempat jalur ini awalnya dikategorikan dengan
penerapan manajemen risiko berdasarkan profil importir, jenis komoditi barang, track record dan informasi-informasi yang
ada dalam data base intelejen DJBC. Sistem penjaluran juga telah menggunakan
sistem otomasi sehingga sangat kecil kemungkinan diintervensi
oleh petugas DJBC dalam menentukan jalur-jalur tersebut pada barang tertentu.
terdapat 4 (empat) penjaluran secara teknis. Pada tahun 2007 DJBC telah memperkenalkan
Jalur MITA, yaitu sebuah jalur fasilitas yang khusus berada pada kantor
Pelayanan Utama (KPU). Jalur tersebut
adalah:
1)
Jalur prioritas
yang khusus untuk importir yang memiliki track record sangat baik, untuk
importir jenis ini pengeluaran barangnya dilakukan secara otomatis (sistem
otomasi) yang merupakan prioritas dari segi pelayanan, dari segi pengawasan
maka importir jenis ini akan dikenakan sistem Post Clearance Audit(PCA) dan sesekali secara random oleh sistem komputer
akan ditetapkan untuk dikenakan pemeriksaan fisik.
2)
Jalur hijau, jalur
ini diperuntukkan untuk importir dengan track record yang
baik dan dari segi komoditi impor bersifat risiko rendah (low risk) untuk kedua
jalur tadi pemeriksaan fisik barang tetap akan dilaksanakan dengan dasar-dasar
tertentu misalnya terkena random sampling oleh sistem, adanya nota hasil intelejen (NHI) yang
mensinyalir adanya hal-hal yang memerlukan pemeriksaan lebih lanjut terhadap
barang.
3)
Jalur Kuning, jalur
ini diperuntukkan untuk importir dengan track record yang
baik dan dari segi komoditi impor bersifat risiko rendah (low risk) untuk jalur
tersebut pemeriksaan dokumen barang tetap akan dilaksanakan dengan dasar-dasar
tertentu misalnya terkena random sampling oleh sistem, adanya nota hasil intelejen (NHI) yang
mensinyalir adanya hal-hal yang memerlukan pemeriksaan lebih lanjut terhadap
barang.
4)
Jalur merah (red
chanel) ini adalah jalur umum yang dikenakan kepada importir baru, importir
lama yang memiliki catatan-catatan khusus, importir dengan risiko tinggi karena
track record yang tidak baik, jenis komoditi tertentu yang diawasi pemerintah,
pengurusannya menggunakan jasa customs broker atauPPJK perusahaan
pengurusan jasa kepabeanan dengan track record yang tidak baik ( "biro
Jasa" atau "calo"), dlsb. Jalur ini perlu pengawasan yang lebih
intensif oleh karenanya diadakan pemeriksaan fisik barang. pemeriksaan fisik tersebut
bisa 10%, 30% dan 100%.
4. Struktur
Organisasi DJBC
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan nomor 184/PMK.01/2010
disebutkan susunan organisasi tingkat pusat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
terdiri dari:
1)
Sekretariat
Direktorat Jenderal
2)
Direktorat Teknis
Kepabeanan
3)
Direktorat Fasilitas
Kepabeanan
4)
Direktorat Cukai
5)
Direktorat
Penindakan Dan Penyidikan
6)
Direktorat
Kepabeanan Internasional
7)
Direktorat
Penerimaan dan Peraturan Kepabeanan dan Cukai
8)
Direktorat
Informasi Kepabeanan dan Cukai
9)
Pusat Kepatuhan
Internal Kepabeanan dan Cukai
Disamping jabatan-jabatan di atas, terdapat juga 3 (tiga) pejabat
"Tenaga Pengkaji":
1)
Tenaga Pengkaji
Bidang Pengembangan Kapasitas dan Kinerja Organisasi
2)
Tenaga Pengkaji
Bidang Pengawasan dan Penegakan Hukum Kepabeanan dan Cukai
3)
Tenaga Pengkaji
Bidang Pelayanan dan Penerimaan Kepabeanan dan Cukai
Untuk unit vertikal, berdasar Peraturan Menteri Keuangan nomor 168/PMK.01/2012 disebutkan susunanan unit vertikal pada Direktorat
Jenderal Bea dan Cukai terdiri dari:
Dua unit kantor pelayanan umum, yaitu:
1)
Kantor Pelayanan
Utama Bea Dan Cukai Tipe A Tanjung Priok
2)
Kantor Pelayanan
Utama Bea Dan Cukai Tipe B Batam
Enam belas unit kantor wilayah, yaitu:
1)
Kantor Wilayah DJBC
Aceh di Banda Aceh
2)
Kantor Wilayah DJBC
Sumatera Utara di Medan
3)
Kantor Wilayah DJBC
Riau Dan Sumatera Barat di Pekanbaru
4)
Kantor Wilayah DJBC
Khusus Kepulauan Riau di Tanjung Balai Karimun
5)
Kantor Wilayah DJBC
Sumatera Bagian Selatan di Palembang
6)
Kantor Wilayah DJBC
Banten di Tangerang
7)
Kantor Wilayah DJBC
Jakarta di Jakarta Pusat
8)
Kantor Wilayah DJBC
Jawa Barat di Bandung
9)
Kantor Wilayah DJBC
Jawa Tengah Dan D.I. Yogyakarta di Semarang
10) Kantor Wilayah DJBC Jawa Timur I di Surabaya
11) Kantor Wilayah DJBC Jawa Timur II di Malang
12) Kantor Wilayah DJBC Bali, NTB Dan NTT di Denpasar
13) Kantor Wilayah DJBC Kalimantan Bagian Barat di Pontianak
14) Kantor Wilayah DJBC Kalimantan Bagian Timur di Balikpapan
15) Kantor Wilayah DJBC Sulawesi di Makassar
16) Kantor Wilayah DJBC Maluku, Papua Dan Papua Barat di
Ambon
D.
Hubungan
antara Bea Cukai dengan Pajak
Hubungan
antara pajak negara yang dipungut oleh DPJ dan kewajiban bea masuk/bea keluar
dan cukai yang dipungut oleh DJBC saling berkaitan erat yang dapat kita lihat
melalui pemahaman istilah kewajiban dan pemahaman ketentuan perundangan yang
ada.
Dalam
praktik perdagangan internasional lazim dikenal adanya istilah custom duties atau diterjemahkan sebagai
kewajiban pabean yang di Indonesia saat ini dikenal adanya bea masuk dan bea
keluar dan istilah excise
duties yang
diterjemahkan sebagai kewajiban cukai atau cukai. Istilah duty atau jamaknya duties dalam literatur disebutkan duty asal mulanya ialah suatu
pembayaran yang diwajiban, terutama suatu pembayaran yang harus dilunasi kepada
pemerintah, seperti yang sekarang dipakai ialah suatu pembayaran pajak yang
dipungut atas barang-barang impor atau expor. Pada hakikatnya, suatu duty adalah pajak yang sebenarnya
dipungut, sedangkan suatu tarif itu adalah daftar atau tabel, dasar, tingkat
pajak itu. Jadi, dalam teks ini, berbagai penggolongan dan jenis tariffs atau duties yang dimasukkan dan
didefinisikan di bawah tariff (Abdurrachman, 1991:359).
Dalam
The Free Dictionary, istilah duty dalam ilmu ekonomi ialah In economics, a duty is akind of
tax often associated with customs, a payment due to the revenue of a state,
levied by force of law. Properly a duty differs from a tax in being levied on
spesific commodities, financial transactions, estates, etc, and not on
individuals; thus it is right to talk of import duties, excies_duties, death or
succession duties, ets, but of income tax as being levied on a person in
proportion to his income. (Farlex, Inc, www,thefreedictionary,com, 2006),
Dari
uraian di atas dijelaskan bahwa duty lebih ditekankan kepada hal
yang berhubungan dengan kepabeanan atau aktivitas impor/ekspor, yaitu
memasukkan/mengeluarkan barang dari/ke luar negeri yang dikenakan terhadap
barang tertentu atau transaksi keuangan tertentu yang tidak bersifat individual
(subjektif) sehingga atas impor barang tertentu yang termasuk barang kena cukai
dari luar negeri, selain dikenakan bea masukan juga dikenakan cukai.
Sebaliknya, terhadap produk dalam negeri yang dikenakan cukai apabila diekspor
atau dikirim ke luar negeri dapat dimintakan pengembalian cukainya.
Hubungan
dengan undang-undang pajak sebagai pajak objektif yang berkaitan dengan abrang
kena pajak, yaitu PPN dan PPnBM sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1983jo Nomor
11 Tahun 1994 jo 18 Tahun 2000 tentang Pajak
Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Barang Mewah disebutkan dalam ketentuan
umum, “Dasar pengenaan pajak adalah jumlah harga jual, penggantian, nilai
impor, nilai ekspor, dan nilai lainnya yang ditetapkan keputusan Menteri Keuangan
yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak yang terutang”, sedangkan
nilai impor adalah, “Nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan bea
masuk ditambah pungutan lainnya yang dikenakan pajak bedasarkan ketentuan dalam
peraturan perundang-undangan pabean untuk impor barang kena pajak tidak
termasuk pajak pertambahan nilai yang dipungut menurut undang-undang ini. “Nilai
pabean untuk perhitungan bea masuk adalah nilai transaksi dari barang yang
bersangkutan (Pasal 15, Ayat 1 undang-undang tentang kepabeanan).
Harga
dasar yang digunakan untuk perhitungan cukai atas barang kena cukai yang
diimpor adalah nilai pabean ditambah bea masuk atau harga jual eceran (Pasal 6,
Ayat 2) undang-undang tentang cukai. Artinya, harga dasar yang digunakan adalah
nilai impor, yaitu nilai pabean ditambah bea masuk atau dapat juga harga jual
eceran (biasanya harga jual eceran telah memperhitungkan nilai pabean, bea
masuk, dan biaya-biaya lain yang timbul dalam pengimporan, serta margin
(keuntungan). Jadi, pajak dalam rangka impor berupa PPN, PPnBM, dan PPh atas
impor (Pasal 22) yang dipungut oleh DJBC dikenakan dengan dasar nilai pabean
ditambah duties yang dibebankan atas barang tersebut.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Bea
berasal dari bahasa Sansekerta, bea berarti ongkos. Bea dipakai sebagai istilah
ongkos barang yang keluar atau masuk suatu negara, yakni bea masuk dan bea
keluar. Instansi pemungutnya disebut pabean. Hal-hal yang terkait dengannya
disebut kepabeanan.
Sedangkan
Cukai
adalah pungutan negara yang dikenakan terhadap barang-barang tertentu yang
mempunyai sifat atau karakteristik yang ditetapkan dalam Undang-undang Cukai.
Adapun
lembaga Bea Cukai yaitu Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (disingkat DJBC atau bea cukai) adalah nama dari sebuah instansi pemerintah yang
melayani masyarakat di bidang kepabeanan dan cukai.
Pada masa penjajahan Belanda,
bea dan cukai sering disebut dengan istilah douane. Seiring dengan era
globalisasi, bea dan cukai sering menggunakan istilah customs.
Hubungan
antara pajak negara yang dipungut oleh DPJ dan kewajiban bea masuk/bea keluar
dan cukai yang dipungut oleh DJBC saling berkaitan erat yang dapat kita lihat
melalui pemahaman istilah kewajiban dan pemahaman ketentuan perundangan yang
ada.
DAFTAR
PUSTAKA
Sugianto.
Pengantar Kepabeanan dan Cukai, Hal:
4-6.
http://keuanganlsm.com/hubungan-pajak-bea-masukbea-keluar-dan-cukai/#sthash.G635ZqWg.dpuf
Tidak ada komentar:
Posting Komentar