Business

Rabu, 25 Mei 2016

Makalah Bea Cukai

BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang
Bea Cukai meski secara harfiah mirip, tetapi secara istilah keduanya memiliki arti masing-masing. Kita mulai dari bea. Berasal dari bahasa Sansekerta, bea berarti ongkos. Bea dipakai sebagai istilah ongkos barang yang keluar atau masuk suatu negara, yakni bea masuk dan bea keluar. Instansi pemungutnya disebut pabean. Hal-hal yang terkait dengannya disebut kepabeanan. Secara istilah, kepabeanan berarti segala sesuatu yang terkait dengan pengawasan atas lalu lintas barang antar negara. Secara filosofis dan historis memang demikian.
Naluri pertahanan suatu negara atau entitas kekuasaan tentu akan melakukan pengawasan terhadap apapun yang masuk ke dalam wilayahnya. Tentu sang penguasa tidak ingin di wilayah kekuasaannya dimasuki barang-barang yang dapat mengancam kekuasaannya. Senjata atau mesiu misalnya. Atau barang yang dapat meracuni masyarakatnya, seperti alkohol atau candu. Dalam pada itu, sang penguasa juga ingin menciptakan stabilitas ekonomi, dengan kontrol pasar, sekaligus meraup pendapatan. Di sinilah bea dipungut. Kesemuanya, tentu, demi melindungi kepentingan nasional masing-masing.
Fungsi filosofis historis tadi tetap dipakai hingga kini di seluruh dunia. Dengan tetap bertujuan melindungi kepentingan nasional masing-masing, ada negara yang lebih menggunakan pabean sebagai alat pertahanan, ada yang cenderung ke finansial. Oleh karenanya, banyak negara yang menjadikan pabean sebagai institusi militer atau keamanan, tak sedikit pula yang menjadikannya di bawah departemen yang mengurusi keuangan. Di AS, pabean di bawah Homeland Security Department. Di Hongaria, pabean adalah bagian dari militer. Yang di bawah keuangan contohnya di negara kita sendiri. Namun mayoritas, termasuk yang beraliran keuangan, pabean selalu dibekali kemampuan pertahanan negara atau penegakan hukum. Mungkin terkecuali pabean Singapura.
Karena dilahirkan dari rahim pertahanan yang bernafaskan pengawasan, pabean (Indonesia) semestinya memang tidak melulu dibebani target-target pemasukan keuangan negara. Pabean harus lebih dikonsentrasikan untuk menjaga pintu negara dari barang-barang yang mengancam kepentingan nasional.

B.     Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1.      Apakah pengertian Bea?
2.      Apakah pengertian Cukai?
3.      Apa saja lembaga yang menangani Bea Cukai?
4.      Bagaimana hubungan antara Bea cukai dan pajak?

C.    Tujuan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui:
1.      Apakah pengertian Bea?
2.      Apakah pengertian Cukai?
3.      Apa saja lembaga yang menangani Bea Cukai?
4.      Bagaimana hubungan antara Bea cukai dan pajak?




BAB II
PEMBAHASAN


A.    Ruang Lingkup Bea
1.      Pengertian Bea
Bea berasal dari bahasa Sansekerta, bea berarti ongkos. Bea dipakai sebagai istilah ongkos barang yang keluar atau masuk suatu negara, yakni bea masuk dan bea keluar. Instansi pemungutnya disebut pabean. Hal-hal yang terkait dengannya disebut kepabeanan. Secara istilah, kepabeanan berarti segala sesuatu yang terkait dengan pengawasan atas lalu lintas barang antar Negara.
2.      Pabean
Pabean yang dalam bahasa Inggrisnya Customs atau Duane dalam bahasa Belanda memiliki definisi yang dapat kita temukan dan hafal baik dalam kamus bahasaIndonesia ataupun Undang-Undang kepabeanan. Untuk dapat memahami kata pabean maka diperlukan pemahaman terhadap kegiatan ekspor dan impor. Pabean adalah kegiatan yang menyangkut pemungutan bea masuk dan pajak dalam rangka impor. Ada juga bea keluar untuk ekspor, khususnya untuk barang atau komoditi tertentu .
Filosofi pemungutan bea masuk adalah untuk melindungi industri dalam negeri dari limpahan produk luar negeri yang diimpor, dalam bahasa perdagangan sering disebut tarif barier yaitu besaran dalam persen yang ditentukan oleh negara untuk dipungut oleh DJBC pada setiap produk atau barang impor. Sedang untukekspor pada umumnya pemerintah tidak memungut bea demi mendukung industri dalam negeri dan khusus untuk ekspor pemerintah akan memberikan insentifberupa pengembalian restitusi pajak terhadap barang yang diekspor.
Produk mentah seperti beberapa   jenis kayurotan dsb pemerintah memungut pajak ekspor dan pungutan ekspor dengan maksud agak para eksportir sedianya dapat mengekspor produk jadi dan bukanlah bahan mentah atau setengah jadi. Filosofi pemungutan pajak ekspor pada komoditi ini adalah untuk melindungi sumber daya alam Indonesia dan menjamin ketersediaan bahan baku bagi industri dalam negeri.

3.      Proses Impor dan Pabean

Kegiatan impor dapat dikatakan sebagai proses jual beli biasa antara penjual yang berada di luar negeri dan pembeli yang berada di Indonesia. Adapun tahapan impor adalah :
1)      Hal yang penting dalam setiap transaksi impor adalah terbitnya L/C atau letter of credit yang dibuka oleh pembeli di Indonesia melalui Bank (issuing bank)
2)      Selanjutnya penjual di luar negeri akan mendapatkan uang untuk harga barangnya dari bank dinegaranya (correspondent bank) setelah mengirim barang tersebut dan menyerahkan dokumen-dokumen yang berkaitan dengan pengiriman barang dan spesifikasi barang tersebut (bill of lading (BL), Invoicedsb).
3)      Dokumen-dokumen tersebut oleh correspondet bank dikirim ke issuing bank yang ada diIndonesia untuk di tebus oleh importir.
4)      Dokumen yang kini telah dipegang oleh importir tersebut digunakan untuk mengambil barang yang dikirim oleh penjual. pada tahap ini proses impor belum dapat dikatakan selesai karena importir belum mendapatkan barangnya.
5)      barang impor tersebut diangkut oleh sarana pengangkut berupa kapal-kapal pengangkut barang (cargo) internasional dan hanya akan merapat di pelabuhan-pelabuhan resmi pemerintah, misalnya Tanjung Priok (Jakarta) dimana sebagian besar kegiatan importasi di Indonesia dilakukan. banyak proses yang harus dilalui hingga akhirnya sebuah sarana pengangkut (kapal cargo) dapat merapat dipelabuhan dan membongkar muatannya (barang impor).
6)      Istilah "pembongkaran" bukanlah barang tersebut di bongkar dengan dibuka setiap kemasannya, namun itu hanya istilah pengeluaran kontainer/peti kemas dari sarana pengangkut kepelabuhan, petugas DJBC tidak membongkar isi dari kontainer itu jika memang tidak ada perintah untuk pemeriksaan.)
7)      Setelah barang impor tersebut dibongkar maka akan ditempatkan ditempat penimbunan sementara (container yard) perlu diketahui bahwa menyimpan barang di kawasan ini dikenakan sewa atas penggunaan ruangnya (demorage).
8)      Setelah bank menerima dokumen-dokumen impor dari bank corresponden di negara pengekspor maka importir harus mengambil dokumen-dokumen tersebut dengan membayar L/C yang telah ia buka. dengan kata lain importir harus menebus dokumen tersebut karena bank telah menalangi importir ketika bank membayar eksportir saat menyerahkan dokumen tersebut.
9)      Setelah selesai urusan dokumen tersebut maka kini saatnya importir mengambil barang tersebut dengan dokumen yang telah importir peroleh dari bank (B/L, invoice dll).
10)  Untuk mengambil barangnya maka importir diwajibkan membuat pemberitahuan impor barang (PIB) atau disebut sebagai pemberitahuan pabean atau dokumenpabean sedangkan invoice, B/L, COO (certificate of origin), disebut sebagai dokumen pelengkap pabean. Tanpa PIB maka barang impor tersebut tidak dapat diambil oleh importir.
11)  PIB dibuat setelah importir memiliki dokumen pelengkap pabean seperti B/L dll. Importir mengambil dokumen tersebut melalui bank, maka jika bank tersebut merupakan bank devisa yang telah on-line dengan komputer DJBC maka pengurusan PIB dapat dilakukan di bank tersebut.
12)  Prinsip perpajakan di Indonesia adalah self assesment begitu pula dalam proses pembuatan PIB ini, formulir PIB terdapat pada bank yang telah on-line dengan komputer DJBC setelah diisi dan membayar bea masuk kepada bank maka importir tinggal menunggu barangnya tiba untuk menyerahkan dokumen yang diperlukan kepada DJBC khususnya kepada kantor pelayanan DJBC dimana barang tersebut berada dalam wilayah pelayanannya, untuk pelabuhan tanjung priok terdapat Kantor Pelayanan Utama (KPU) Bea dan Cukai Tipe A Tanjung Priok.
13)  Setelah importir menyelesaikan PIB dan membayar bea masuk serta (pungutan impor) pajak-pajak dalam rangka impor di bank, maka bank akan memberitahukan kepada DJBC secara on-line mengenai pengurusan PIB dan pelunasan bea masuk dan pajak impor. dalam tahap ini DJBC hanya tinggal menunggu importir menyerahkan PIB untuk diproses, penyerahan PIB inipun telah berkembang sedemikian rupa hingga untuk importir yang telah memiliki modul impor atau telah terhubung dengan sistem komputer DJBC dapat menyerahkan PIB secara elekronik (electronic data interchange system = EDI system) sehingga dalam prosesnya tak terdapat interaksi secara fisik antara importir dengan petugas DJBC.

B.     Ruang Lingkup Cukai
1.      Pengertian Cukai
Cukai adalah pungutan negara yang dikenakan terhadap barang-barang tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik yang ditetapkan dalam Undang-undang Cukai. Cukai dikenakan terhadap Barang Kena Cukai yang terdiri dari:
1)      Etil alkohol atau etanol, dengan tidak mengindahkan bahan yang digunakan dan proses pembuatannya;
2)      Minuman yang mengandung etil alkohol dalam kadar berapa pun, dengan tidak mengindahkan bahan yang digunakan dan proses pembuatannya, termasuk konsentrat yang mengandung etil alkohol;
3)      Hasil tembakau, yang meliputi sigaret, cerutu, rokok daun, tembakau iris, dan hasil pengolahan tembakau lainnya, dengan tidak mengindahkan digunakan atau tidak bahan pengganti atau bahan pembantu dalam pembuatannya.
Barang kena cukai adalag barang-barang tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik, yang konsumsinya perlu dikendalikan,peredarannya perlu diawasi,pemakaiannya dapat menimbulkan efek negatif bagi masyarakat atau lingkungan hidup, atau pemakaiannya perlu pembebanan pungutan negara demi keadilan dan keseimbangan.
Sehubungan dengan penetapan jenis barang kena cukai sebagaimana disebutkan di atas sesuai Undang-Undang 11 Tahun 1995 Tentang Cukai sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tentang Cukai, maka saat ini untuk sementara waktu kita baru mengenal tiga jenis barang kena cukai secara umum, yaitu etil alkohol, minuman yang mengandung etil alkohol, dan hasil tembakau. Tidak menutup kemungkinan perubahan jenis Barang Kena Cukai.

2.      Dasar Hukum Cukai
Adapun yang menjadi dasar hokum Cukai, adalah sebagai berikut:
1)      Undang-undang Republik Indonesia Nomor  11 Tahun 1995 tentang Cukai  sebagai mana telah diubah  dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Undang-undang Republik Indonesia Nomor  11 Tahun 1995 tentang Cukai;
2)      Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 62/PMK.011/2010 tentang Tarif Cukai Etil Alkohol, Minuman Yang Mengandung Etil Alkohol, Dan Konsentrat Yang Mengandung Etil Alkohol;
3)      Peraturan Menteri Keuangan Nomor 181/PMK.011/2009 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau;
4)      Peraturan Menteri Keuangan Nomor 99/PMK.011/2010 tentang Perubahan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 181/PMK.011/2009 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau;
5)      Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor: P-43/BC/2009 tentang Tata Cara Penetapan Tarif Cukai Hasil Tembakau;
6)      Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor: P - 22/BC/2010 tentang Tata Cara Pemungutan Cukai Etil Alkohol, Minuman Mengandung Etil Alkohol, dan Konsentrat Mengandung Etil Alkohol.

3.      Implementasi Cukai
Secara sederhana dapat dipahami bahwa harga sebungkus rokok yang dibeli oleh konsumen sudah mencakup besaran cukai didalamnya. Pabrik rokok telah menalangi konsumen dalam membayar cukai kepada pemerintah pada saat membeli pita cukai yang terdapat pada kemasan rokok tersebut. Untuk mengembalikan besaran cukai yang sudah dibayar oleh pabrik maka pabrik rokok menambahkan besaran cukai tersebut sebagai salah satu komponen dari harga jual rokok tersebut.
Filosofi pengenaan cukai lebih rumit dari filosofi pengenaan pajak maupun pabean. Dengan cukai pemerintah berharap dapat menghalangi penggunaan obyek cukai untuk digunakan secara bebas. Hal ini berarti adanya kontrol dan pengawasan terhadap banyaknya obyek cukai yang beredar dan yang dikonsumsi. Hal yang menarik adalah pengenaan cukai semen dan gula oleh pemerintah Belanda saat menjajah Indonesia. Cukai dipergunakan untuk mengontrol kebutuhan masyarakat pada gula dan semen demi kepentingan penjajah pada saat itu.
Sisi lain dari pengenaan cukai di beberapa negara maju adalah membatasi barang-barang yang berdampak negatif secara sosial (pornografi dll) dan juga kesehatan (rokok, minuman keras dll). Tujuan lainnya adalah perlindungan lingkungan dan sumber-sumber alam (minuman kemasan, limbah dll), serta mengurangi atau membatasi konsumsi barang-barang mewah dan sebagainya.
Contoh kasus dinegara tetangga adalah penggunaan deterjen yang berlebihan, yang telah mencemari sungai yang menjadi bahan baku pembuatan air minum publik oleh perusahaan pemerintah. Hal ini membuat pemerintah mengeluarkan biaya ekstra untuk proses produksi air minum tersebut. Pemerintah tidak dapat menaikkan harga air minum karena adanya resistensi publik atas rencana tersebut. Sebagai jalan keluar, dikenakan cukai pada semua produk deterjen di negara tersebut. Didasari atas asas keadilan, maka pertambahan biaya proses pemurnian air tersebut tidak dibebankan kepada konsumen air minum, tetapi dibebankan kepada setiap konsumen deterjen. Asas yang sama telah berlaku pada para perokok aktif di Indonesia.Perokok pasif harus menanggung risiko yang lebih besar, oleh sebab itu cukai rokok dibebankan setinggi-tingginya.

C.    Lembaga Penanganan Bea Cukai
1.      Direktorat Jenderal Bea dan Cukai 
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (disingkat DJBC atau bea cukai) adalah nama dari sebuah instansi pemerintah yang melayani masyarakat di bidang kepabeanan dan cukai. Pada masa penjajahan Belanda, bea dan cukai sering disebut dengan istilah douane. Seiring dengan era globalisasi, bea dan cukai sering menggunakan istilah customs.
Dari segi kelembagaan, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dipimpin oleh seorang direktur jenderal yang setara dengan unit eselon 1 yang berada di bawahKementerian Keuangan Indonesia, sebagaimana juga Direktorat Jenderal Pajak, Direktorat Jenderal Perbendaharaan, dan lain-lain.
2.      Tugas dan Fungsi DJBC
Tugas dan fungsi DJBC adalah berkaitan erat dengan pengelolaan keuangan negara, antara lain memungut bea masuk berikut pajak dalam rangka impor (PDRI) meliputi (PPN Impor, PPh Pasal 22, PPnBM) dan cukai. Sebagaimana diketahui bahwa pemasukan terbesar (sering disebut sisi penerimaan) ke dalam kas negara adalah dari sektor pajak dan termasuk didalamnya adalah bea masuk dan cukai yang dikelola oleh DJBC.
Selain itu, tugas dan fungsi DJBC adalah mengawasi kegiatan ekspor dan impor, mengawasi peredaran minuman yang mengandung alkohol atau etil alkohol, dan peredaran rokok atau barang hasil pengolahan tembakau lainnya. Seiring perkembangan zaman, DJBC bertambah fungsi dan tugasnya sebagai fasilitator perdagangan, yang berwenang melakukan penundaan atau bahkan pembebasan pajak dengan syarat-syarat tertentu.
3.      Sistem Penjaluran DJBC
Rencana kedepannya semua importasi akan diarahkan untuk menggunakan sistem ini karena pertimbangan keamanan dan efisiensi, sehingga bermunculan warung-warung EDI (semacam warnet khusus untuk mengurus importasi) disekitar pelabuhan yang akan membantu importir yang belum memiliki modul impor atau tidak secara on-line terhubung dengan sistem komputer DJBC.
Proses pengeluaran barang impor sangat tergantung pada jenis barang impor itu sendiri, khusus untuk barang impor asal tumbuhan dan hewan akan melalui pemeriksaan karantina (masa karantina) ini penting untuk mencegah masuknya penyakit dan hal-hal yang tidak dinginkan dari segi kekarantinaan dan kesehatan seperti pemeriksaan layak konsumsi atau tidak, masa kadaluwarsa, dsb, untuk daging impor harus ada Certificate of origin agar diketahui dari mana asalnya, juga umumnya sertikat halal untuk komoditi konsumsi. Selanjutnya DJBC akan memberlakukan National Single Window (NSW) untuk pelayanan dengan otomasi.
Perlu diketahui sistem penjaluran barang yang diterapkan oleh DJBC dalam proses impor. Keempat jalur ini awalnya dikategorikan dengan penerapan manajemen risiko berdasarkan profil importir, jenis komoditi barang, track record dan informasi-informasi yang ada dalam data base intelejen DJBC. Sistem penjaluran juga telah menggunakan sistem otomasi sehingga sangat kecil kemungkinan diintervensi oleh petugas DJBC dalam menentukan jalur-jalur tersebut pada barang tertentu. terdapat 4 (empat) penjaluran secara teknis. Pada tahun 2007 DJBC telah memperkenalkan Jalur MITA, yaitu sebuah jalur fasilitas yang khusus berada pada kantor Pelayanan Utama (KPU). Jalur tersebut adalah:
1)      Jalur prioritas yang khusus untuk importir yang memiliki track record sangat baik, untuk importir jenis ini pengeluaran barangnya dilakukan secara otomatis (sistem otomasi) yang merupakan prioritas dari segi pelayanan, dari segi pengawasan maka importir jenis ini akan dikenakan sistem Post Clearance Audit(PCA) dan sesekali secara random oleh sistem komputer akan ditetapkan untuk dikenakan pemeriksaan fisik.
2)      Jalur hijau, jalur ini diperuntukkan untuk importir dengan track record yang baik dan dari segi komoditi impor bersifat risiko rendah (low risk) untuk kedua jalur tadi pemeriksaan fisik barang tetap akan dilaksanakan dengan dasar-dasar tertentu misalnya terkena random sampling oleh sistem, adanya nota hasil intelejen (NHI) yang mensinyalir adanya hal-hal yang memerlukan pemeriksaan lebih lanjut terhadap barang.
3)      Jalur Kuning, jalur ini diperuntukkan untuk importir dengan track record yang baik dan dari segi komoditi impor bersifat risiko rendah (low risk) untuk jalur tersebut pemeriksaan dokumen barang tetap akan dilaksanakan dengan dasar-dasar tertentu misalnya terkena random sampling oleh sistem, adanya nota hasil intelejen (NHI) yang mensinyalir adanya hal-hal yang memerlukan pemeriksaan lebih lanjut terhadap barang.
4)      Jalur merah (red chanel) ini adalah jalur umum yang dikenakan kepada importir baru, importir lama yang memiliki catatan-catatan khusus, importir dengan risiko tinggi karena track record yang tidak baik, jenis komoditi tertentu yang diawasi pemerintah, pengurusannya menggunakan jasa customs broker atauPPJK perusahaan pengurusan jasa kepabeanan dengan track record yang tidak baik ( "biro Jasa" atau "calo"), dlsb. Jalur ini perlu pengawasan yang lebih intensif oleh karenanya diadakan pemeriksaan fisik barang. pemeriksaan fisik tersebut bisa 10%, 30% dan 100%.

4.      Struktur Organisasi DJBC
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan nomor 184/PMK.01/2010 disebutkan susunan organisasi tingkat pusat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai terdiri dari:
1)      Sekretariat Direktorat Jenderal
2)      Direktorat Teknis Kepabeanan
3)      Direktorat Fasilitas Kepabeanan
4)      Direktorat Cukai
5)      Direktorat Penindakan Dan Penyidikan
6)      Direktorat Kepabeanan Internasional
7)      Direktorat Penerimaan dan Peraturan Kepabeanan dan Cukai
8)      Direktorat Informasi Kepabeanan dan Cukai
9)      Pusat Kepatuhan Internal Kepabeanan dan Cukai

Disamping jabatan-jabatan di atas, terdapat juga 3 (tiga) pejabat "Tenaga Pengkaji":
1)      Tenaga Pengkaji Bidang Pengembangan Kapasitas dan Kinerja Organisasi
2)      Tenaga Pengkaji Bidang Pengawasan dan Penegakan Hukum Kepabeanan dan Cukai
3)      Tenaga Pengkaji Bidang Pelayanan dan Penerimaan Kepabeanan dan Cukai
Untuk unit vertikal, berdasar Peraturan Menteri Keuangan nomor 168/PMK.01/2012 disebutkan susunanan unit vertikal pada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai terdiri dari:
Dua unit kantor pelayanan umum, yaitu:
1)      Kantor Pelayanan Utama Bea Dan Cukai Tipe A Tanjung Priok
2)      Kantor Pelayanan Utama Bea Dan Cukai Tipe B Batam
Enam belas unit kantor wilayah, yaitu:
1)      Kantor Wilayah DJBC Aceh di Banda Aceh
2)      Kantor Wilayah DJBC Sumatera Utara di Medan
3)      Kantor Wilayah DJBC Riau Dan Sumatera Barat di Pekanbaru
4)      Kantor Wilayah DJBC Khusus Kepulauan Riau di Tanjung Balai Karimun
5)      Kantor Wilayah DJBC Sumatera Bagian Selatan di Palembang
6)      Kantor Wilayah DJBC Banten di Tangerang
7)      Kantor Wilayah DJBC Jakarta di Jakarta Pusat
8)      Kantor Wilayah DJBC Jawa Barat di Bandung
9)      Kantor Wilayah DJBC Jawa Tengah Dan D.I. Yogyakarta di Semarang
10)  Kantor Wilayah DJBC Jawa Timur I di Surabaya
11)  Kantor Wilayah DJBC Jawa Timur II di Malang
12)  Kantor Wilayah DJBC Bali, NTB Dan NTT di Denpasar
13)  Kantor Wilayah DJBC Kalimantan Bagian Barat di Pontianak
14)  Kantor Wilayah DJBC Kalimantan Bagian Timur di Balikpapan
15)  Kantor Wilayah DJBC Sulawesi di Makassar
16)  Kantor Wilayah DJBC Maluku, Papua Dan Papua Barat di Ambon

D.    Hubungan antara Bea Cukai dengan Pajak
Hubungan antara pajak negara yang dipungut oleh DPJ dan kewajiban bea masuk/bea keluar dan cukai yang dipungut oleh DJBC saling berkaitan erat yang dapat kita lihat melalui pemahaman istilah kewajiban dan pemahaman ketentuan perundangan yang ada.
Dalam praktik perdagangan internasional lazim dikenal adanya istilah custom duties atau diterjemahkan sebagai kewajiban pabean yang di Indonesia saat ini dikenal adanya bea masuk dan bea keluar dan istilah excise duties yang diterjemahkan sebagai kewajiban cukai atau cukai. Istilah duty atau jamaknya duties dalam literatur disebutkan duty asal mulanya ialah suatu pembayaran yang diwajiban, terutama suatu pembayaran yang harus dilunasi kepada pemerintah, seperti yang sekarang dipakai ialah suatu pembayaran pajak yang dipungut atas barang-barang impor atau expor. Pada hakikatnya, suatu duty adalah pajak yang sebenarnya dipungut, sedangkan suatu tarif itu adalah daftar atau tabel, dasar, tingkat pajak itu. Jadi, dalam teks ini, berbagai penggolongan dan jenis tariffs atau duties yang dimasukkan dan didefinisikan di bawah tariff (Abdurrachman, 1991:359).
Dalam The Free Dictionary, istilah duty dalam ilmu ekonomi ialah In economics, a duty is akind of tax often associated with customs, a payment due to the revenue of a state, levied by force of law. Properly a duty differs from a tax in being levied on spesific commodities, financial transactions, estates, etc, and not on individuals; thus it is right to talk of import duties, excies_duties, death or succession duties, ets, but of income tax as being levied on a person in proportion to his income. (Farlex, Inc, www,thefreedictionary,com, 2006),
Dari uraian di atas dijelaskan bahwa duty lebih ditekankan kepada hal yang berhubungan dengan kepabeanan atau aktivitas impor/ekspor, yaitu memasukkan/mengeluarkan barang dari/ke luar negeri yang dikenakan terhadap barang tertentu atau transaksi keuangan tertentu yang tidak bersifat individual (subjektif) sehingga atas impor barang tertentu yang termasuk barang kena cukai dari luar negeri, selain dikenakan bea masukan juga dikenakan cukai. Sebaliknya, terhadap produk dalam negeri yang dikenakan cukai apabila diekspor atau dikirim ke luar negeri dapat dimintakan pengembalian cukainya.
Hubungan dengan undang-undang pajak sebagai pajak objektif yang berkaitan dengan abrang kena pajak, yaitu PPN dan PPnBM sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983jo Nomor 11 Tahun 1994 jo 18 Tahun 2000 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Barang Mewah disebutkan dalam ketentuan umum, “Dasar pengenaan pajak adalah jumlah harga jual, penggantian, nilai impor, nilai ekspor, dan nilai lainnya yang ditetapkan keputusan Menteri Keuangan yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak yang terutang”, sedangkan nilai impor adalah, “Nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan bea masuk ditambah pungutan lainnya yang dikenakan pajak bedasarkan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan pabean untuk impor barang kena pajak tidak termasuk pajak pertambahan nilai yang dipungut menurut undang-undang ini. “Nilai pabean untuk perhitungan bea masuk adalah nilai transaksi dari barang yang bersangkutan (Pasal 15, Ayat 1 undang-undang tentang kepabeanan).
Harga dasar yang digunakan untuk perhitungan cukai atas barang kena cukai yang diimpor adalah nilai pabean ditambah bea masuk atau harga jual eceran (Pasal 6, Ayat 2) undang-undang tentang cukai. Artinya, harga dasar yang digunakan adalah nilai impor, yaitu nilai pabean ditambah bea masuk atau dapat juga harga jual eceran (biasanya harga jual eceran telah memperhitungkan nilai pabean, bea masuk, dan biaya-biaya lain yang timbul dalam pengimporan, serta margin (keuntungan). Jadi, pajak dalam rangka impor berupa PPN, PPnBM, dan PPh atas impor (Pasal 22) yang dipungut oleh DJBC dikenakan dengan dasar nilai pabean ditambah duties yang dibebankan atas barang tersebut.



BAB III
PENUTUP


KESIMPULAN
Bea berasal dari bahasa Sansekerta, bea berarti ongkos. Bea dipakai sebagai istilah ongkos barang yang keluar atau masuk suatu negara, yakni bea masuk dan bea keluar. Instansi pemungutnya disebut pabean. Hal-hal yang terkait dengannya disebut kepabeanan.
            Sedangkan Cukai adalah pungutan negara yang dikenakan terhadap barang-barang tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik yang ditetapkan dalam Undang-undang Cukai.
Adapun lembaga Bea Cukai yaitu Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (disingkat DJBC atau bea cukai) adalah nama dari sebuah instansi pemerintah yang melayani masyarakat di bidang kepabeanan dan cukai. Pada masa penjajahan Belanda, bea dan cukai sering disebut dengan istilah douane. Seiring dengan era globalisasi, bea dan cukai sering menggunakan istilah customs.
Hubungan antara pajak negara yang dipungut oleh DPJ dan kewajiban bea masuk/bea keluar dan cukai yang dipungut oleh DJBC saling berkaitan erat yang dapat kita lihat melalui pemahaman istilah kewajiban dan pemahaman ketentuan perundangan yang ada.



DAFTAR PUSTAKA

Sugianto. Pengantar Kepabeanan dan Cukai, Hal: 4-6.
http://keuanganlsm.com/hubungan-pajak-bea-masukbea-keluar-dan-cukai/#sthash.G635ZqWg.dpuf




Tidak ada komentar:

Posting Komentar