1. Pengertian Pendidikan Politik
Istilah pendidikan
politik dalam Bahasa Inggris sering disamakan dengan istilah political
sucialization. Istilah political sosialization jika diartikan secara harfiah ke
dalam bahasa Indonesia akan bermakna sosialisasi politik. Oleh karena itu,
dengan menggunakan istilah political sosialization banyak yang mensinonimkan
istilah pendidikan politik dengan istilah Sosialisasi Politik, karena keduanya
memiliki makna yang hampir sama. Dengan kata lain, sosialisasi politik adalah
pendidikan politik dalam arti sempit.
Menurut Ramlan
Surbakti, dalam memberikan pengertian tentang pendidikan politik harus
dijelaskan terlebih dahulu mengenai sosialisasi politik. Surbakti (1999:117)
berpendapat bahwa:
Sosialisasi politik
dibagi dua yaitu pendidikan politik dan indoktrinasi politik. Pendidikan
politik merupakan suatu proses dialogik diantara pemberi dan penerima pesan.
Melalui proses ini para anggota masyarakat mengenal dan mempelajari
nilai-nilai, norma-norma, dan simbol-simbol politik negaranya dari berbagai
pihak dalam sistem politik seperti sekolah, pemerintah, dan partai politik.
Pendapat di atas secara
tersirat menyatakan bahwa pendidikan politik merupakan bagian dari sosialisasi
politik. Pendidikan politik mengajarkan masyarakat untuk lebih mengenal sistem
politik negaranya. Dapat dikatakan bahwa sosialisasi politik adalah proses
pembentukan sikap dan orientasi politik para anggota masyarakat. Melalui proses
sosialisasi politik inilah para anggota masyarakat memperoleh sikap dan
orientasi terhadap kehidupan politik yang berlangsung dalam masyarakat.
David Easton dan Jack
Dennis (Suwarma Al Muchtar, 2000:39) dalam bukunya Children in the Political
System memberikan batasan mengenai political sosialization yaitu bahwa
"Political sosialization is development process which persons acquire
arientation and paternsof behaviour”. Sedangkan Fred I. Greenstain (Suwarma Al
Ntuchtar, 2000:39) dalam bukunya Political Socialization berpendapat bahwa:
Political sosialization
is all political learning formal and informal, delibrete and unplanne, at every
stage of the life cycle inchiding not only explicit political tearning but also
nominally nonpolitical learning of political lie relevant social attitudes and the
acquistion of politically relevant personality characteristics.
Kedua pendapat di atas
mengungkapkan bahwa pendidikan politik adalah suatu bentuk pendidikan yang
dijalankan secara terencana dan disengaja baik dalam bentuk formal maupun
informal yang mencoha untuk mengajarkan kepada setiap individu agar sikap dan
perbuatannya dapat sesuai dengan aturan-aturan yang berlaku secara sosial.
Dalam hal ini dapat terlihat bahwa pendidikan politik tidak hanya mempelajari
sikap dan tingkah laku individu. Namun pendidikan politik mencoba untuk
mengaitkan sikap dan tingkah laku individu tersebut dengan stabilitas dan
eksistensi sistem politik.
Kartini Kartono
(1990:vii) memberikan pendapatnya tentang hubungan antara pendidikan dengan
politik yaitu "pendidikan dilihat sebagai faktor politik dan kekuatan
politik. Sebabnya, pendidikan dan sekolah pada hakekatnya juga merupakan
pencerminan dari kekuatan-kekuatan sosial-politik yang tengah berkuasa, dan
merupakan refleksi dari orde penguasa yang ada".
Berdasarkan pendapat di
atas, dapat kita ketahui bahwa pendidikan dan politik adalah dua unsur yang
saling mempengaruhi. Pengembangan sistem pendidikan harus selalu berada dalam
kerangka sistem politik yang sedang dijalankan oleh pemerintahan masa itu.
Oleh karena itu segala permasalahan yang terjadi di dunia pendidikan akan
berubah menjadi permasalahan politik pada saat pemerintah dilibatkan untuk
memecahkannya.
Pengertian dari
pendidikan politik yang lebih spesifik dapat diambil dari pendapatnya Alfian
(1981:235) yang mengatakan bahwa:
"pendidikan politik dapat diartikan
sebagai usaha yang sadar untuk mengubah proses sosialisasi politik masyarakat
sehingga mereka rnemahami dan menghayati betul nilai-nilai yang terkandung
dalam sistem politik yang ideal yang hendak dibangun".
Dari dua definisi yang
tertera di atas, dapat kita ambil dua tujuan utama yang dimiliki oleh
pendidikan politik. Pertama, dengan adanya pendidikan politik diharapkan setiap
individu dapat mengenal dan memahami nilai-nilai ideal yang terkandung dalam
sistem politik yang sedang diterapkan. Kedua, bahwa dengan adanya pendidikan
politik setiap individu tidak hanya sekedar tahu saja tapi juga lebih jauh
dapat menjadi seorang warga negara yang memiliki kesadaran politik untuk mampu
mengemban tanggung jawab yang ditunjukkan dengan adanya perubahan sikap dan
peningkatan kadar partisipasi dalam dunia politik
Rusadi Kartaprawira
(1988:54) mengartikan pendidikan politik sebagai "upaya untuk meningkatkan
pengetahuan politik rakyat dan agar mereka dapat berpartisipasi secara maksimal
dalam sistem politiknya."
Berdasarkan pendapat
Rusadi Kartaprawira tersebut, maka pendidikan politik perlu dilaksanakan secara
berkesinambungan agar masyarakat dapat terus meningkatkan pemahamannya terhadap
dunia politik yang selalu mengalami perkembangan. Pembelajaran pendidikan
politik yang berkesinambungan diperlukan mengingat masalah-masalah di bidang
politik sangat kompleks, bersegi banyak, dan berubah-ubah.
Merujuk pada semua
pengertian pendidikan politik yang disampaikan oleh beberapa ahli di atas, pada
akhirnya telah membawa penulis sampai pada kesimpulan yang menyeluruh. Bahwa
yang dimaksud dengan pendidikan politik adalah suatu upaya sadar yang dilakukan
antara pemerintah dan para anugota masyarakat secara terencana, sistematis, dan
dialogis dalam rangka untuk mempelajari dan menurunkan berbagai konsep, simbol,
hal-hal dan norma-norma politik dari satu generasi ke generasi selanjutnya.
2. Perkembangan Pendidikan Politik
Pendidikan dan politik
adalah dua elemen penting dalam sistem sosial politik di suatu negara, baik
negara maju maupun negara berkembang. Keduanya bahu-membahu dalam proses
pembentukan karakteristik masyarakat di suatu negara. Lebih dari itu, keduanya
satu sama lain saling menunjang dan saling mengisi.
Lembaga-lembaga dan
proses pendidikan berperan penting dalam membentuk perilaku politik masyarakat
di negara tersebut. Begitu juga sebaliknya, lembaga-lembaga dan proses politik
di suatu negara membawa dampak besar pada karakteristik pendidikan yang ada di
negara tersebut.
Pemaparan di atas telah
menggambarkan secara jelas bahwa terdapat hubungan yang erat dan dinamis antara
pendidikan dan politik di setiap negara. Hubungan tersebut adalah realitas
empiris yang telah terjadi sejak awal perkembangan peradaban manusia dan
menarik perhatian banyak kalangan.
a. Perkembangan Pendidikan Politik di Dunia
Barat
Di negara-negara Barat,
kajian tentang hubungan antara pendidikan dan politik telah dimulai oleh Plato
dalam bukunya Republic. Plato merancang suatu sistem pendidikan yang bukan
hanya menghasilkan suatu pandangan yang benar dan pemikiran yang tepat mengenai
para pemimpin di masa datang, namun juga mengadakan seleksi terhadap
orang-orang yang seharusnya tidak dapat dipilih menjadi pemimpin.
Menurut Plato, sekolah adalah
salah satu aspek kehidupan yang terkait dengan lembaga-lembaga politik. Plato
menjelaskan bahwa setiap budaya mempertahankan kontrol atas pendidikan. Kontrol
tersebut terletak di tangan kelompok-kelompok elite yang secara terus menerus
menguasai kekuasaan politik, ekonomi, agama, dan pendidikan. Plato
menggambarkan adanya hubungan dinamis antara aktivitas kependidikan dan
aktititas politik. Walaupun secara umum dan singkat, analisis Plato tersebut
telah meletakkan dasar bagi kajian
hubungan politik dan pendidikan di kalangan ilmuwan ke generasi berikutnya.
Perkembangan dari
pendidikan politik yang dilaksanakan secara universal pernah terjadi di Inggris
pada abad 19. Seiring berjalannya waktu dan meningkatnya persaingan di bidang
ekonomi dan industri telah menjadi alasan untuk menciptakan suatu masyarakat
yang lebih berpendidikan. Selama ini, sistem pendidikan di Inggris dianggap
gagal dan tidak dapat melaksanakan fungsinya dengan baik. Semuanya itu terlihat
dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Inggris yang diwarnai dengan banyaknya
pengntiguran, generasi muda yang tidak dapat diatur, dan lunturnya rasa
kebersamaan dalam masyarakat. Oleh karena itu, pemerintah Inggris berusaha
untuk mengembangkan sistem pendidikan yang mampu mengajarkan rasa hormat yang
lebih baik kepada orang lain, rasa penerimaan terhadap kekuasaan, dan
terciptanya suatu masyarakat yang terbiasa hidup disiplin.
Sistem pendidikan yang
berlaku saat itu adalah sistem pendidikan liberal dalam tradisi pendidikan,
liberal, ilmu politik menjadi tidak relevan. Sistem pendidikan ini beranggapan
bahwa berbagai konsep dan kegiatan politik tidak layak untuk diperkenalkan pada
murid-murid sekolah. Oleh karena itu, kurikulum pendidikan politik diajarkan
secara sembunyi-sembunyi.
Pendidikan politik dengan
berbagai muatannya pernah menimbulkan perdebatan tersendiri di kalangan para
ahli pendidikan maupun ahli politik di Inggris. Terdapat golongan yang
mendukung dan juga golongan yang menentang
Argumen-argumen yang
mendukung pendidikan politik datang. baik dari golongan kanan maupun dari
golongan kiri dunia politik. Tokoh-tokoh yang mendukung keberadaan pendidikan
politik antara lain Nicholas Haines, Denis Heater, Robert Stradling, Robert
Dunn, dan Profesor Ridley. Sedangkan tokoh-tokoh yang menentang pelaksanaan
pendidikan politik di persekolahan antara lain adalah Samuel Beers, Roger
Scruton, Sir Karl Popper, Michael Oakeshott, dan Michael Polanyi.
Argumen yang sangat
mendukung keberadaan pendidikan politik datang dan Denis Heater. Heater
mengemukakan bahwa golongan orang dewasa seharusnya dapat membuat pilihan dan
sudah siap untuk ambil bagian dalam beberapa kegiatan politik di dalam suatu
sistem demokrasi yang representatif. Untuk itu, pendidikan politik harus
diperkenalkan sejak dini agar mereka sudah sangat memahami prosedur politik
yang benar pada saat dewasa nanti.
Untuk mendapatkan hal
tersebut, anak-anak bukan hanya harus diajarkan politik dan diberi
keterampilan-keterampilan yang diperlukan untuk berpartisipasi melainkan juga
harus diperbolehkan untuk ikut ambil bagian dalam pengambilan keputusan.
Kesemuanya itu dapat dilakukan dalam lingkup lembaga kecil, salah satunya yaitu
sekolah.
Pendapat Denis Heater
tersebut sangat berlawanan dengan argumentasi yang datang dari Michael
Oakeshott dan Michael Polanyi yang menyatakan hahwa sangat ganjil mengajarkan
keahlian berpolitik kepada generasi muda.
Oakeshott menegaskan
bahwa dalam mempelajari muatan dari suatu mata pelajaran membutuhkan proses
yang lain. Ketika masuk universitas maka, barulah siswa mulai dapat memberikan
kritik dan kontribusi mereka terhadap mata pelajaran tersebut. Jadi, ide bahwa
murid dapat atau bahkan harus belajar kritis sejak dini hanyalah omong kosong
belaka.
Argumentasi yang sama
juga berlaku untuk politik. Oakeshott ; Robert Brownhill, 1989:16) menyatakan
bahwa "polities is an art which it e can only gradually learn through
experiences and by watching and listening to others.. Keahlian dan pengetahuan
tidak diberikan secara langsung oleh guru di sekolah, namun didapat oleh murid
dengan cara memperhatikan, mendengarkan, dan akhirnya mempraktekkannya. Jadi,
pada dasarnya kemampuan memahami dan mempraktikkan politik hanya dapat
diperoleh melalui pengalaman di dalam suatu tatanan politik dengan cara
berlatih sebagai pemula terlebih dahulu.
Dalam artian yang,
lehih luas, para penentang pendidikan politik mengatakan bahwa para pendukung
pendidikan politik di sekolah kurang memahami tidak hanya sifat proses belajar
saja namun juga sifat dunia politik. Usaha untuk menyelenggarakan pendidikan
politik secara langsung dianggap kurang tepat. Pendidikan politik di sekolah
hanya akan mengajarkan prinsip-prinsip dan nilai-nilai politik yang kurang
begitu dipahami dan juga sikap kritis tanpa dilandasi pemahaman tentang apa
yang dikritiknya tersebut.
Pro dan kontra yang
terjadi di Inggris dalam memperdebatkan keberadaan pendidikan politik tidak
dapat kita lepaskan dari bentuk pemerintahan negara Inggris yang mengambil
model demokrasi representatif Inggris sebagai negara demokrasi dengan model
representatif tentunya mencoba untuk mengajarkan warga negaranya agar dapat
berpartisipasi secara aktif dalam berbagai kegiatan politik. Hal tersebut
penting dilakukan untuk mendukung dan mempertahankan jalannya pemerintahan.
Namun, di kalangan para ahli sendiri masih tersimpan pertanyaan besar, apakah
usaha untuk menanamkan kesadaran berpolitik tersebut harus dilakukan melalui
jalur sekolah ataukah tidak?
b. Perkembangan Pendidikan Politik di Dunia
Islam
Keterkaitan yang lebih
jelas antara pendidikan dan politik dapat kita lihat di dunia Islam. Sejarah
peradaban Islam banyak ditandai oleh kesungguhan ulama dan umara dalam
memperhatikan persoalan pendidikan. Hal ini sejalan dengan pendapat yang
dikemukakan oleh M. Sirozi (2005:3) bahwa "perkembangan kegiatan-kegiatan
kependidikan banyak dipengaruhi oleh para penguasa dan para penguasa memerlukan
dukungan institusi-institusi pendidikan untuk membenarkan dan mempertahankan
kekuasaan mereka.
Berdasarkan pendapat di
atas, dapat terlihat bahwa institusi politik pada waktu itu turut mewarnai
corak pendidikan yang berkembang. Keterlibatan penguasa dalam kegiatan
pendidikan tidak hanya sebatas dukungan moril saja, namun juga dalam bidang
administrasi, keuangan, dan kurikulum.
Masjid-masjid dan
madrasah yang pada waktu itu sering dijadikan tempat belajar ilmu Islam tidak
luput dari pengaruh institusi politik. Peranan yang dimainkan oleh
masjid-masjid dan madrasah dijadikan fondasi untuk mendukung kokohnya kekuasaan
politik para penguasa.
Kedudukan politik di
dalarn Islam sama pentingnya dengan pendidikan. Tanpa otoritas politik, syariat
Islam sangat sulit bahkan mustahil untuk bisa ditegakkan. Kekuasaan adalah
sarana untuk mempertahankan syiar Islam. Di lain pihak, pendidikan bergerak
dalam usaha untuk menyadarkan umat untuk menjalankan syariat. Umat tidak akan
mengerti tentang syariat bila tanpa pendidikan. Bila politik (kekuasaan)
berfungsi mengayomi dari atas, maka pendidikan melakukan pembenahan lewat arus
bawah.
Secara sederhana dapat
dikatakan bahwa lembaga pendidikan adalah sarana dakwah. Pendidikan sering
dijadikan media dan wadah untuk menanamkan ideolodi negara atau tulang yang
menopang kerangka politik. Pendidikan Islam tidak hanya berjasa menghasilkan
para pejuang yang militan dalam memperluas peta kekuasaan namun juga para ulama
yang berhasil membangun tatanan masyarakat yang sadar hukum dan taat pada
pemerintah.
c. Perkembangan Pendidikan Politik di
Indonesia
Di Indonesia,
kepedulian terhadap hubungan pendidikan dan politik sudah mulai herkembang
dalam wacana publik. Walaupun belum menjadi satu bidang kajian akademik.
Publikasi berbagai seminar ataupun diskusi yang mengangkat tema tentang
pendidikan dan politik masih kurang terdengar. Andaipun ada, fokus bahasannya
belum begitu menyentuh aspek-aspek substantif hubungan politik dan pendidikan,
hanya masih di seputar aspek-aspek ideologis politik pendidikan. Walaupun
demikian, keyakinan akan adanya hubungan yang tak terpisahkan antara politik
dan pendidikan sudah mulai terbentuk.
Mochtar Buchori (M.
Shirozi, 2005:30) mengemukakan bahwa terdapat beberapa pemikiran yang mendukung
mulai berkembangnya kesadaran masyarakat terhadap hubungan antara pendidikan
dan politik yaitu:
Pertama, adanya
kesadaran tentang hubungan yang erat antara pendidikan dan politik. Kedua,
adanya kesadaran akan peran penting pendidikan dalam menentukan corak dan arah
kehidupan politik. Ketiga, adanya kesadaran akan pentingnya pemahaman tentang
hubungan antara pendidikan dan politik. Keempat, diperlukan pemahaman yang
lebih luas tentang politik. Kelima, pentingnya pendidikan kewarganegaraan
(civic education).
Penjelasan Muchtar
Buchori di atas menggambarkan suatu keyakinan terhadap hubungan erat antara
pendidikan dan politik. Terdapat keyakinan yang sangant kuat bahwa melalui
pendidikan dapat menghasilkan pemimpin politik yang berkualitas.
Paparan penjelasan di
atas, pada akhirnya dapat menimbulkan satu pertanyaan mengenai hubungan
pendidikan dengan politik. Akankah politik harus memasuki wilayah pendidikan
untuk menjalankan fungsi dan tujuannya dan juga sebaliknya? Melalui pendidikan
seorang siswa akan paham secara tidak langsung mengenai seluk beluk politik.
Begitu pula sebaliknya, bahwa dunia politik adalah salah satu sarana untuk
rnengaplikasikan berbagai ilmu yang telah didapat siswa melalui dunia
pendidikan. Para siswa tidak dapat acuh tak acuh terhadap segala sesuatu yang
terjadi di luar dunia sekolahnya.
Sekiranya penjelasan di
atas dapat menggambarkan bahwa terdapat hubungan yang erat dan tak dapat
dipisahkan antara pendidikan dan politik. Kedua aspek tersebut memiliki
hubungan yang saling memengaruhi dan saling membutuhkan satu sama lain.
3. Landasan Hukum Pendidikan Politik
Pendidikan politik
merupakan suatu sarana untuk meningkatkan kesadaran berbangsa dan hernegara
yang dilaksanakan secara berkesinambungan dan terencana. Pelaksanaan pendidikan
politik, harus berpegang teguh pada falsafah dan kepribadian bangsa Indonesia.
Secara tidak langsung pendidikan politik merupakan bagian integral dari
keseluruhan pembangunan bangsa yang dilaksanakan sesuai dengan landasan yang
telah mendasari kehidupan bangsa Indonesia.
Berdasarkan Inpres No.
12 tahun 1982 tentang Pendidikan Politik bagi Generasi Muda (1982:13), maka
yang menjadi landasan hukum pendidikan politik adalah sebagai berikut:
Landasan pendidikan
politik di Indonesia terdiri dari:
a. landasan ideologis, yaitu Pancasila
b. landasan konstitusi, yaitu UUD 1945
c. landasan operasional, yaitu GBHN
d. landasan historis, yaitu Sumpah Pemuda 28
Oktober 1928 dan Proklamasi 17 Auustus 1945".
Landasan yang tersebut
di atas merupakan landasan pokok pendidikan politik yang disertai landasan
kesejarahan. Hal ini penting karena warga negara terutama siswa harus
mengetahui sejarah perjuangan bangsa agar memiliki jiwa, semangat, dan
nilai-nilai kejuangan 1945.
4. Fungsi Pendidikan Politik
Fungsi pendidikan
politik sangat penting sebab pendidikan politik meningkatkan pengetahuan dan
pemahaman masyarakat tentang kehidupan politik yang pada gilirannya akan
mendorong timbulnya kesadaran politik secara maksimal dalam suatu sistem
politik.
Merujuk pada beberapa
pengertian pendidikan politik yang telah disebutkan sebelumnya, maka pendidikan
politik mempunyai dua tujuan utama. Pertama, fungsi pendidikan politik adalah
untuk mengubah dan membentuk tata perilaku seseorang agar sesuai dengan tujuan
politih yang dapat menjadikan setiap individu sebagai partisipan politik yang
bertanggung jawab. Kedua, fungsi pendidikan politik dalam arti yang lebih luas
untuk membentuk suatu tatanan masyarakat yang sesuai dengan tuntutan politik
yang ingin diterapkan.
Inti dari pendidikan
politik adalah mengenai bagaimana rakyat direkrut dan disosialisasikan. Jadi,
fungsi dari pendidikan politik adalah untuk menjelaskan proses perekrutan dan
upaya sosialisasi kepada rakyat untuk mengerti mengenai peranannya dalam sistem
politik serta agar dapat memiliki orientasi kepada sistem politik.
Fungsi yang disampaikan
di atas lebih menonjolkan fungsi pendidikan politik dalam mengubah tatanan
masyarakat yang ada menjadi lebih baik dan lebih mendukung tercapainya proses
demokrasi. Sedangkan fungsi pendidikan politik bagi individu antara lain
adalah:
- peningkatan kemampuan individual supaya setiap orang mampu berpacu dalam lalu lintas kemasyarakatan yang menjadi semakin padat penuh sesak dan terpolusi oleh dampak bermacam-macam penyakit social dan kedurjanaa
- di samping mengenai kekuasaan, memahami mekanismenya, ikut mengendalikan dan mengontrol pelaksanaan kekuasaan di tengah masyarakat.
Fungsi pendidikan
politik bagi individu yang tertera di atas tidak hanya mengubah individu tapi
juga membentuk individu yang baru. Dalam artian bahwa seseorang individu dengan
melalui pendidikan politik tidak hanya memiliki pengetahuan dan pemahaman
tentang politik tapi juga mempunyai kesadaran dan sensitifitas dalam berpolitik
yang direalisasikan dalam bentuk perbuatan yaitu dengan ikut berpartisipasi
atau ditunjukkan dengan sikap dan perilaku politif yang lebih luas dalam
usahanya untuk mencapai tujuan politik.
5. Tujuan Pendidikan Politik
Tujuan diadakannya
pendidikan politik secara formal terdapat dalam Inpres No. 12 Tahun 1982
tentang Pendidikan Politik bagi Generasi Muda yang menyatakan bahwa:
Tujuan pendidikan
politik adalah memberikan pedoman kepada generasi muda Indonesia guna
meningkatkan kesadaran kehidupan berbangsa dan bernegara. Sedangkan tujuan
pendidikan politik lainnya ialah menciptakan generasi muda Indonesia yang sadar
akan kehidupan berbangsa dan bernegara berdasarkan Pancasila dan UUD 1945
sebagai salah satu usaha untuk membangun manusia Indonesia seutuhnya.
Berdasarkan pemaparan
tentang tujuan pendidikan politik di atas, penulis berpendapat bahwa yang
menjadi tujuan utama dari pendidikan politik adalah agar generasi muda saat ini
memiliki kemampuan untuk memahami situasi sosial politik penuh konflik.
Aktifitas yang dilakukan pun diarahkan pada proses demokratisasi serta berani
bersikaf kritis terhadap kondisi masyarkat di lingkungannya. Pendidikan politik
mengajarkan mereka untuk mampu mengembangkan semua bakat dan kemampuannya aspek
kognitif wawasan kritis, sikap positif, dan keterampilan politik. Kesemua itu
dirancang agar mereka dapat mengaktualisasikan diri dengan jalan ikut
berpartisipasi secara aktif dalam bidang politik.
Dari tujuan pendidikan
politik di atas, dapat dilihat bahwa antara tujuan pendidikan politik dengan
fungsi yang dimilikinya hampir sama. Tercapainya fungsi dan tujuan pendidikan
politik merupakan keberhasilan dari diadakannya pcndidikan politik itu sendiri.
6. Bentuk Pendidikan
Politik
Keberhasilan pendidikan
politik tidak akan dapat tercapai jika tidak dibarengi dengan usaha yang nyata
di lapangan. Penyelenggaraan pendidikan politik akan erat kaitannya dengan
bentuk pendidikan politik yang akan diterapkan di masyarakat nantinya. Oleh
karena itu, bentuk pendidikan politik yang dipilih dapat menentukan
keberhasilan dari adanya penyelenggaraan pendidikan politik ini.
Bentuk pendidikan
politik menurut Rusadi Kartaprawira (2004:56) dapat diselenggarakan antara lain
melalui:
1. bahan bacaan seperti surat kabar, majalah,
dan lain-lain bentuk publikasi massa yang biasa membentuk pendapat umum.
2. siaran radio dan televisi serta film
(audio visual media).
3. lembaga atau asosiasi dalam masyarakat
seperti masjid atau gereja tempat menyampaikan khotbah, dan juga lembaga
pendidikan formal ataupun iniformal.
Berdasarkan pendapat di
atas, dapat kita lihat bahwa pendidikan politik dapat diberikan melalui
verbagin jalur. Pemberian pendidikan politik tidak hanya dibatasi oleh lembaga
seperti persekolahan atau organisasi saja, namun dapat diberikan melalui media,
misalnya media cetak dalam bentuk artikel.
Apapun bentuk
pendidikan politik yang akan digunakan dan semua bentuk yang disuguhkan di atas
sesungghnya tidak menjadi persoalan. Aspek yang terpenting adalah bahwa bentuk
pendidikan politik tersebut mampu untuk memobilisasi simbol-simbol nasional
sehingga pendidikan politik mampu menuju pada arah yang tepat yaitu
meningkatkan daya pikir dan daya tanggap rakyat terhadap masalah politik.
Selain itu, bentuk pendidikan politik yang dipilih harus mampu meningkatkan
rasa keterikatan diri (senseof belonging) yang tinggi terhadap tanah air,
bangsa dan negara.
Apabila diasosiasikan
dengan bentuk politik yang tertera di atas, maka menurut penulis yang menjadi
tolak ukur utama keberhasilan pendidikan politik terletak pada penyelengaraan
bentuk pendidikan politik yang terakhir yaitu melalui jalur lembaga atau
asosiasi dalam masyarakat. Dalam hal ini penulis sangat sependapat bila
pendidikan politik lebih ditekankan melalui jalur pendidikan formal. Pendidikan
politik formal yaitu pendidikan pulitik yang diselenggrakan melalui lembaga
resmi (sekolah).
7. Urgensi Pendidikan Politik
Pendidikan politik
dapat dikatakan sebagai media penyampaian konsep politik yang memiliki tujuan
akhir untuk membuat warga negara menjadi lebih melek politik. Warga negara yang
melek politik adalah warga negara yang sadar akan hak dan kewajiban sehingga
dapat ikut serta dalam kehidupan berbangsa dan hernegara dalam setiap proses
pembangunan. Pendidikan politik diperlukan keberadaannya terutama untuk
mendidik generasi muda saat ini yang nantinya akan menjadi generasi penerus
bangsa.
Eksistensi pendidikan
politik di sini adalah sebagai tongkat estafet kepada generasi selanjutnya
dalam dalam memahami konsep-konsep politik kenegaraan. Fungsi pendidikan
politik yang paling periling adalah sebagai penyaring (filter) terhadap
berbagai pemikiran baru, ideologi baru. dan berbagai ancaman, tantangan,
hambatan. serta gangguan baik yang berasal dari dalam maupun luar negeri.
Pemerintah telah
menyadari bahwa generasi muda saat ini tengah hidup di dalam era globalisasi
yang penuh dengan persaingan dan kompetisi antar individu. Kebebasan menjadi
satu bagian yang penting dalam era ini. Sadar akan hal tersebut, pemerintah
mencoba untuk membangun tameng yang dapat melindungi generasi muda saat ini
dari pelunturan dan penghilangan jati diri bangsa. Kekhawatiran pemerintah ini
tercermin dalan Inpres No. 12 Tahun 1982 tentang Pendidikan Politik bagi
Generasi Muda yang di dalamnya menyebutkan bahwa:
Kaum muda dalam
perkembangannya berada dalam proses pembangunan dan modernisasi dengan segala
akibat sampingannya yang bisa mempengaruhi proses pendewasaanya sehingga
apabila tidak memperoleh arah yang jelas maka corak dan warna masa depan negara
dan bangsa akan menjadi lain daripada yang dicita-citakan.
Perkembangan zaman yang
terasa sangat cepat jika tidak dibarengi dengan wawasan berpikir yang luas
hanya akan membawa generasi muda bangsa ini ke dalam kehidupan yang lepas kendali.
Oleh karena itu, pendidikan politik diperlukan sebagai.filter terhadap segala
pengaruh buruk yang mungkin datang.
Jadi, pada
kesimpulannya pendidikan politik merupakan salah satu upaya yang ditempuh oleh
pemerintah dalam memberikan arah pada generasi muda saat ini agar memiliki
pemahaman yang jelas terhadap arah tujuan bangsa.
8. Pokok-Pokok Materi Pendidikan Politik
Pokok-pokok materi
pendidikan politik sepenuhnya tertuang sebagai muatan yang terkandung dalam
kurikulum pendidikan politik. Kurikulum pendidikan politik adalah jarak yang
harus ditempuh oleh seorang siswa dalam mencapai target yaitu melek politik
yang ditandai dengan menguatnya daya nalar terhadap berbagai aktifitas politik
dalam infrastruktur maupun suprastruktur politik
Robert Brownhill
(1989:110) mengajukan beberapa hal yang harus dipertimbangkan dalam proses
pembuatan kurikulum pendidikan politik, yaitu:
1) an ethical base should be develop, which
would include respect for other, tolerances, and an understanding of the principle
of treating others as one would like to be treated one self;
2) aconsideration of how rules can be
changed;
3) nature of rules and authority;
4) conceptof obligation to legitimate
authority;
5) an understanding of some basicpolitical
concepts, e.g, freedom, equality, justice, the rule of law, and of some of the
arguments related to these concepts;
6) an understanding of the basic structure
of central and local government.
7) Some understanding of the working of the
national and international economy;
8) Some knowledge of recent Brotish and
international history;
9) Self analysis.
Berdasarkan pendapat
Robert Brownhill di atas, jelas terlihat bahwa dalam mengembangkan kurikulum
pendidikan politik, seorang guru harus pula memasukan mata pelajaran lain yang
sekiranya ada hubungannya dengan pendidikan politik seperti di atas disebutkan
yaitu mata pelajaran sejarah dan ekonomi dalam artian bahwa mata pelajaran lain
tersebut bersifat sebagai pelengkap (komplementer) terhadap pendidikan politik.
Kurikulum pendidikan
politik yang dicanangkan oleh Robert Brownhill di atas telah cukup lengkap.
Seperti kita lihat, Brownhill tidak hanya memasukkan unsur materi politik namun
juga terdapat unsur etika, ketaatan pada hukum dan kekuasaan, pemahaman
terhadap jalannya pemerintahan dan pembuatan kebijakan, serta masalah ekonomi
dan sejarah.
Hal-hal yang mengenai
kurikulum pendidikan politik diatur dalam Instruksi Presiden No. 12 Tahun 1982
tentang Pendidikan Politik bagi Generasi Muda yang menyebutkan bahwa bahan
pendidikan politik antara lain:
a. penanaman kesadaran berideologi,
berbangsa, dan bernegara,
b. kehidupan dan kerukunan hidup beragama;
c. motivasi berprestasi;
d. pengamalan kesamaan hak dan kewajiban, keadilan
sosial, dan penghormatan atas harkat dan martabat manusia;
e. pengembangan kemampuan politik dan
kemampuan pribadi untuk mewujudkan kebutuhan dan keinginan ikut serta dalam
politik;
f. disiplin pribadi, sosial, dan nasional;
g. kepercayaan pada pcmcrintah;
h. kepercayaan pada pembangunan yang
berkesinambungan.
Berdasarkan penjelasan
di atas, dapat kita lihat bahwa terdapat satu materi yang membedakan kurikulum
pendidikan politik menurut Brownhill dengan bahan kurikulum pendidikan politik
di Indonesia. Dalam kurikulum pendidikan politik di Indonesia, telah memasukkan
unsur materi agama yang merupakan ciri khas bangsa Indonesia dalam bahan
pendidikan politik.
Bahan pendidikan
politik di Indonesia harus bersumber pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar
1945, dan berbagai makna yang dipetik dari perjuangan bangsa Indonesia. Semua
bahan ajar pendidikan politik tersebut telah tercakup dalam mata pelajaran PKn.
DAFTAR PUSTAKA
Affandi, Idrus. (1996) Kepeloporan Organisasi
Kemasyarakatan Pemuda dalam Pendidikan Politik. Disertasi Pasca Sarjana IKIP
Bandung. Tidak diterbitkan.
Almond, Gabriel. (1990)
Budaya Politik, Tingkah Laku, Demokrasi di Lima Negara Jakarta: Bumi
Aksara. ,
Al Muchtar, Suwarma
(2000) Pengantar Studi Sistem Politik Indonesia. Bandung. Gelar Pustaka
Mandiri.
Arikunto, Suharsimi.
(1998) Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta Rineka Cipta.
Budiardjo, Miriam.
(1998) Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka utama
Djahiri, A Kosasih
(1904) Landasan organisasi Kurikulum Pendidikan Kewarganegaraan Persekolahan,
Bandung: Lab PKn UPI.
____________________.
(1996) Dasar-Dasar Umum Metodologi dan Pengajaran Nilai-Nilai PVCT.
Laboratorium PKN.
____________________.
(1999) Modul Politik Kenegaraan dan Hukum. Universitas Terbuka. Jakarta.
Djuharie, Otong
Setiawan. (2001) Pedoman Penulisan Skripsi Tesis Desertasisi. Bandung: Yrama
Widya.
Kartono, Kartini.
(1990) Wawasan Politik Mengenai Sistem Pendidikan Nasional. Bandung: Penerbit
CV Mandar Maju.
Kantaprawira, Rusadi.
(2004) Sistem Polilik Indonesia: Suatu Model Pengantar Bandung: Sinar Baru
Algensindo
Koentjaraningrat.
(1994) Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
Nadzir, Mohammad.
(1988) Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia
Prasetyo, Bambang dan
Lina, Miftahul Jannah. (2005) Melode Penelitian Kuantitalif: Teori dan
Aplikasi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Sastroatmodjo,
Sudijone. (1995) Perilaku Politik. Semarang: IKIP Semarang Press
Simandjuntak,
B.,Pasaribu, I.L. (1990) Membina dan Mengembangkan Generasi Muda. Bandung:
Penerbit Tarsito.
Sirozi, Muhammad.
(2005) Politik Pendidikan: Dinamika Hubungan antara Kepentingan Kekuasaan dan
Politik Penyelenggaraan Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Surbakti, Ramlan.
(1999) Memahami Ilmu Polilik. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia.
Sumantri, Endang.
(2003) Diktat Pendidikan Generasi Muda. Jurusan Pendidikan Kewarganegaraan.
FPIPS. Tidak diterbitkan.
Standar Kompetensi dan
Kompetensi Dasar Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan Sekolah Menengah
Atas (2006) Departeman Pendidikar. Nasional.
Undang-Undang Dasar
Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945.
Undang-Undang Republik
Indonesia No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. (2003) Jakarta:
Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar