Business

Senin, 23 Mei 2016

Makalah tentang Jurnal Hukum Internasional Sanksi Ekonomi (Terjemahan Jurnal F.Ghodoosi)

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
            Hubungan internasional adalah hubungan antar bangsa dalam segala aspeknya yang di lakukan oleh suatu negara untuk mencapai kepentingan nasional negara tersebut. Warsito sunaryo mengatakan bahwa, hubungan internasional adalah studi tentang interaksi antara jenis kesatuan-kesatuan tertentu (subjek hukum internasional) termasuk studi tentang keadaan relevan yang mengelilingi interaksi.
Hubungan internasional merupakan suatu hal yang sangat diperlukan dalam kehidupan dunia, karena tidak ada satu negara pun di dunia yang bisa hidup sendiri tanpa adanya ketergantungan terhadap negara lain. Dengan adanya hubungan internasional maka suatu negara dapat memenuhi kebutuhan negara dan warga negaranya yang belum bisa di sediakan oleh negara tersebut. 
Persoalan mengenai hukum internasional selalu memberikan kesan yang menarik untuk di bahas. Topik ini senantiasa memberikan daya tarik yang tinggi pada setiap orang. Secara teori hukum internasional mengacu pada peraturan-peraturan dan norma-norma yang mengatur tindakan Negara-negara dan kesatuan lain yang pada suatu saat akan diakui mempunyaikepribadian internasional, seperti misalnya organisasi internasional dan individu, dalam hal hubungan satu dengan yang lainnya.
Negara-negara perlu hidup bersama-sama. Hukum internasional disusun dan lahir karena kebutuhan dan dirancang untuk mencapai ketertiban dan perdamaian dunia. Suatu sistem yang bertujuan untuk men-cap suatu negara sebagai “bersalah” dan negara lain sebagai “tidak bersalah” dan partisiapasi utama dari sistem hukum internasional yaitu negara-negara yang semuanya diperlakukan sebagai pemilik kedaulatan yang sama.
Hubungan-hubungan internasional yang diadakan antar negara tidak selamanya terjalin dengan baik. Seringkali hubungan itu menimbulkan sengketa di antara mereka. Sengketa dapat bermula dari berbagai sumber potensi sengketa. Sumber potensi sengketa antar negara dapat berupa perbatasan, sumber daya alam, kerusakan lingkungan, perdagangan, dll. Manakala hal demikian itu terjadi, hukum internasional memainkan peranan yang tidak kecil dalam penyelesaiannya.              Seiring perkembangan zaman, hukum internasional juga terus berkembangSejak pergaulan internasional makin meningkat menjelang abad 19 hukum internasional telah menjadi suatu sistem universil dan pada abad 20 telah merupakan suatu perluasan yang tidak ada tandingannya.
Sebelum menganalisis paradigma baru hukum internasional ini, kita harus secara singkat menyentuh pada dugaan hubungan antara sanksi dan demokratisasi. Dalam kasus di mana negara target rezim otokratis, teori sanksi menyatakan bahwa tekanan ekonomi pada orang-orang biasa menghasilkan ketidakpuasan yang luas dan akhirnya pemberontakan. Push bottom-up dari orang-orang tidak hanya memaksa negara ditargetkan untuk mengubah arah tetapi juga membuka jalan bagi akuntabilitas internal lainnya di negara itu.
Hal itulah yang sangat menarik untuk kita amati, bagaimana peranan yang seharusnya dilakukan oleh hukum internasional dalam menegakkan keadilan demi tercapainya perdamaian dunia.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa itu Hukum Internasional?
2.      Bagaimana pengembangan Hukum Internasional?
3.      Apa saja sumber-sumber Hukum Internasional?
4.      Apa saja Sengketa sanksi ekonomi dalam Hukum Internasioanal?
5.      Bagaimana sejarah sanksi ekonomi?

C.     Tujuan Penelitian
Makalah ini bertujuan untuk mengertahui:
1.      Apa itu Hukum Internasional?
2.      Bagaimana pengembangan Hukum Internasional?
3.      Apa saja sumber-sumber Hukum Internasional?
4.      Apa saja Sengketa sanksi ekonomi dalam Hukum Internasioanal?
5.      Bagaimana sejarah sanksi ekonomi?BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
            Hubungan internasional adalah hubungan antar bangsa dalam segala aspeknya yang di lakukan oleh suatu negara untuk mencapai kepentingan nasional negara tersebut. Warsito sunaryo mengatakan bahwa, hubungan internasional adalah studi tentang interaksi antara jenis kesatuan-kesatuan tertentu (subjek hukum internasional) termasuk studi tentang keadaan relevan yang mengelilingi interaksi.
Hubungan internasional merupakan suatu hal yang sangat diperlukan dalam kehidupan dunia, karena tidak ada satu negara pun di dunia yang bisa hidup sendiri tanpa adanya ketergantungan terhadap negara lain. Dengan adanya hubungan internasional maka suatu negara dapat memenuhi kebutuhan negara dan warga negaranya yang belum bisa di sediakan oleh negara tersebut. 
Persoalan mengenai hukum internasional selalu memberikan kesan yang menarik untuk di bahas. Topik ini senantiasa memberikan daya tarik yang tinggi pada setiap orang. Secara teori hukum internasional mengacu pada peraturan-peraturan dan norma-norma yang mengatur tindakan Negara-negara dan kesatuan lain yang pada suatu saat akan diakui mempunyaikepribadian internasional, seperti misalnya organisasi internasional dan individu, dalam hal hubungan satu dengan yang lainnya.
Negara-negara perlu hidup bersama-sama. Hukum internasional disusun dan lahir karena kebutuhan dan dirancang untuk mencapai ketertiban dan perdamaian dunia. Suatu sistem yang bertujuan untuk men-cap suatu negara sebagai “bersalah” dan negara lain sebagai “tidak bersalah” dan partisiapasi utama dari sistem hukum internasional yaitu negara-negara yang semuanya diperlakukan sebagai pemilik kedaulatan yang sama.
Hubungan-hubungan internasional yang diadakan antar negara tidak selamanya terjalin dengan baik. Seringkali hubungan itu menimbulkan sengketa di antara mereka. Sengketa dapat bermula dari berbagai sumber potensi sengketa. Sumber potensi sengketa antar negara dapat berupa perbatasan, sumber daya alam, kerusakan lingkungan, perdagangan, dll. Manakala hal demikian itu terjadi, hukum internasional memainkan peranan yang tidak kecil dalam penyelesaiannya.              Seiring perkembangan zaman, hukum internasional juga terus berkembangSejak pergaulan internasional makin meningkat menjelang abad 19 hukum internasional telah menjadi suatu sistem universil dan pada abad 20 telah merupakan suatu perluasan yang tidak ada tandingannya.
Sebelum menganalisis paradigma baru hukum internasional ini, kita harus secara singkat menyentuh pada dugaan hubungan antara sanksi dan demokratisasi. Dalam kasus di mana negara target rezim otokratis, teori sanksi menyatakan bahwa tekanan ekonomi pada orang-orang biasa menghasilkan ketidakpuasan yang luas dan akhirnya pemberontakan. Push bottom-up dari orang-orang tidak hanya memaksa negara ditargetkan untuk mengubah arah tetapi juga membuka jalan bagi akuntabilitas internal lainnya di negara itu.
Hal itulah yang sangat menarik untuk kita amati, bagaimana peranan yang seharusnya dilakukan oleh hukum internasional dalam menegakkan keadilan demi tercapainya perdamaian dunia.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa itu Hukum Internasional?
2.      Bagaimana pengembangan Hukum Internasional?
3.      Apa saja sumber-sumber Hukum Internasional?
4.      Apa saja Sengketa sanksi ekonomi dalam Hukum Internasioanal?
5.      Bagaimana sejarah sanksi ekonomi?

C.     Tujuan Penelitian
Makalah ini bertujuan untuk mengertahui:
1.      Apa itu Hukum Internasional?
2.      Bagaimana pengembangan Hukum Internasional?
3.      Apa saja sumber-sumber Hukum Internasional?
4.      Apa saja Sengketa sanksi ekonomi dalam Hukum Internasioanal?
5.      Bagaimana sejarah sanksi ekonomi?

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Hakikat Hukum Internasional
Pada umumnya hukum internasional diartikan sebagai himpunan peraturan-peraturan dan ketetntuan-ketentuan yang mengikat serta mengatur hubungan antara negara-negara dan subjek-subjek hukum lainnya dalam kehidupan masyarakat internasional. Definisi hukum internasional yang diberikan oleh para pakar-pakar hukum terkenal di masa lalu seperti oppenheim  dan brierly, terbatas pada negara sebagi satu-satunya pelaku hukum dan tidak memasukkan subjek hukum lainnya.
Namun dengan perkembangan pesat ilmu pengetahuan dan teknologi pada paruh kedua abad 20 dan pola hubungan internasional yang semakin kompleks pengertian ini kemudian meluas sehingga hukum internasional juga mengurusi struktur dan perilaku organisasi  internasional, kelompok-kelompok supranasional, dan gerakan-pembebasan pembebasan nasional. Bahkan, dalam hal tertentu, hukum internasional juga diberlakukan terhadap individu-individu dalam hubungannya dengan negara-negara.
Sedangkan menurut pendapat Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja, S.H.  Hukum Internasional adalah keseluruhan kaidah – kaidah dan asas – asas hukum dan mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas – batas negara yaitu hubungan internasional yang tidak bersifat perdata.
Selain itu hukum Internasional dapat didefinisikan sebagai keseluruhan hukum yang untuk sebagian besar terdiri dari prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah perilaku yang terhadapnya negara-negara merasa dirinya terikat untuk menaati dan karenanya benar-benar ditaati secara umum dalam hubungan-hubungan mereka satu sama lain, dan meliputi juga:
1.      Kaidah-kaidah hukum yang berkaitan dengan berfungsinya lembaga-lembaga atau organisasi-organisasi internasional, hubungan-hubungan antara mereka satu sama lain, dan hubungan mereka dengan negara-negara dan individu-individu,
2.      Kaidah-kaidah hukum tertentu yang berkaitan dengan individu-individu dan badan-badan non-negara sejauh hak-hak dan kewajiban individu dan badan non-negara tersebut penting bagi masyarakat internasional.
Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa hukum internasional adalahbagian hukum yang mengatur aktivitas entitas berskala internasional atau merupakan keseluruhan kaedah dan asas yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas negara antara negara dengan Negara serta negara dengan subyek hukum lain bukan negara atau subyek hukum bukan negara satu sama lain.

B.     Perkembangan Hukum Internasional
Hukum internasional sebenarnya sudah sejak lama dikenal eksisitensinya, yaitu pada zaman Romawi Kuno. Orang-orang Romawi Kuno mengenal dua jenis hukum, yaitu Ius Ceville dan Ius GentiumIus Ceville adalah hukum nasional yang berlaku bagi masyarakat Romawi, dimanapun mereka berada, sedangkan Ius Gentium adalah hukum yang diterapkan bagi orang asing, yang bukan berkebangsaan Romawi.
Dalam perkembangannya, Ius Gentium berubah menjadi Ius Inter Gentium yang lebih dikenal juga dengan Volkenrecth (Jerman), Droit de Gens (Perancis) dan kemudian juga dikenal sebagaiLaw of Nations (Inggris).
Sesungguhnya, hukum internasional modern mulai berkembang pesat pada abad XVI, yaitu sejak ditandatanganinya Perjanjian Westphalia 1648, yang mengakhiri perang 30 tahun (thirty years war) di Eropa. Sejak saat itulah, mulai muncul negara-negara yang bercirikan kebangsaan, kewilayahan atau territorial, kedaulatan, kemerdekaan dan persamaan derajat. Dalam kondisi semacam inilah sangat dimungkinkan tumbuh dan berkembangnya prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah hukum internasional. Perkembangan hukum internasional modern ini, juga dipengaruhi oleh karya-karya tokoh kenamaan Eropa, yang terbagi menjadi dua aliran utama, yaitu golongan Naturalis dan golongan Positivis.
Menurut golongan Naturalis, prinsip-prinsip hukum dalam semua sistem hukum bukan berasal dari buatan manusia, tetapi berasal dari prinsip-prinsip yang berlaku secara universal, sepanjang masa dan yang dapat ditemui oleh akal sehat. Hukum harus dicari, dan bukan dibuat. Golongan Naturalis mendasarkan prinsip-prinsip atas dasar hukum alam yang bersumber dari ajaran Tuhan. Tokoh terkemuka dari golongan ini adalah Hugo de Groot atau Grotius, Fransisco de Vittoria, Fransisco Suarez dan Alberico Gentillis.
Sementara itu, menurut golongan Positivis, hukum yang mengatur hubungan antar negara adalah prinsip-prinsip yang dibuat oleh negara-negara dan atas kemauan mereka sendiri. Dasar hukum internasional adalah kesepakatan bersama antara negara-negara yang diwujudkan dalam perjanjian-perjanjian dan kebiasaan-kebiasaan internasional. Seperti yang dinyatakan oleh Jean-Jacques Rousseau dalam bukunya Du Contract Social, La loi c’est l’expression de la Volonte Generale, bahwa hukum adalah pernyataan kehendak bersama. Tokoh lain yang menganut aliran Positivis ini, antara lain Cornelius van Bynkershoek, Prof. Ricard Zouche dan Emerich de Vattel.

C.    Sumber-sumber Hukum Internasional
Pada dasarnya, sumber hukum terbagi menjadi dua, yaitu: sumber hukum dalam arti materiil dan sumber hukum dalam arti formal. Sumber hukum dalam arti materiil adalah sumber hukum yang membahas materi dasar yang menjadi substansi dari pembuatan hukum itu sendiri.
Sumber hukum dalam arti formal adalah sumber hukum yang membahas bentuk atau wujud nyata dari hukum itu sendiri. Dalam bentuk atau wujud apa sajakah hukum itu tampak dan berlaku. Dalam bentuk atau wujud inilah dapat ditemukan hukum yang mengatur suatu masalah tertentu.
Sumber hukum internasional dapat diartikan sebagai:
1.      Dasar kekuatan mengikatnya hukum internasional;
2.      Metode penciptaan hukum internasional;
3.      Tempat diketemukannya ketentuan-ketentuan hukum internasional yang dapat diterapkan pada suatu persoalan konkrit. (Burhan Tsani, 1990; 14)
Menurut Pasal 38 ayat (1) Statuta Mahkamah Internasional, sumber-sumber hukum internasional yang dipakai oleh Mahkamah dalam mengadili perkara, adalah:
1.      Perjanjian internasional (international conventions), baik yang bersifat umum, maupun khusus;
2.      Kebiasaan internasional (international custom);
3.      Prinsip-prinsip hukum umum (general principles of law) yang diakui oleh negara-negara beradab;
4.      Keputusan pengadilan (judicial decision) dan pendapat para ahli yang telah diakui kepakarannya, yang merupakan sumber hukum internasional tambahan. (Phartiana, 2003; 197)

D.    Sengketa Internasional Sanksi Ekonomi
Bnyak masalah bahkan urusan domestik dan internasional yang terjerat dengan sanksi ekonomi dan konsekuensinya. Yang cukup menarik, tiga dari lima isu kebijakan luar negeri ditangani oleh Obama terlibat sanksi ekonomi dan embargo. Dari Iran negosiasi dan pencairan baru dengan Kuba untuk tekanan pada pemerintah Putin, sanksi ekonomi tampaknya memainkan peran penting. Berfokus pada kasus Iran, seseorang dapat mengamati bagaimana sanksi ekonomi bermain dalam dinamika internasional serta politik dalam negeri.
Partai Republik berpendapat bahwa jika kita menekan Iran lebih lanjut dengan sanksi lebih sangat mungkin mereka akan segera menyerah untuk ambisi nuklir sama sekali dengan kebutuhan minimal untuk diplomasi dan negosiasi yang sia-sia panjang. Itulah ide di balik RUU diperkenalkan pada tanggal 11 Desember 2013 sampai Kongres untuk pelaksanaan sanksi baru, hanya beberapa minggu setelah P5 + 1 mencapai kesepakatan sementara dengan Iran. Dengan kemenangan Partai Republik dalam pemilu November jangka menengah, mendorong sanksi baru dan menghentikan pembicaraan mendapatkan momentum lagi.
Apakah pembicaraan nuklir berhasil atau gagal, kasus Iran akan dihargai sebagai contoh lain untuk keberhasilan sanksi ekonomi dalam menjaga ketertiban dunia. Namun, paradigma yang telah membentuk sekitar sanksi ekonomi menderita kontradiksi mendalam. Tujuan dari bagian ini adalah untuk memotong dan mendekonstruksi teori sanksi, dan untuk menunjukkan paradoks dan inkonsistensi normatif. Bagian pertama menceritakan logika mendukung sanksi. Bagian berikut menunjukkan kelemahan logika sanksi. Bagian terakhir menunjukkan kekurangan normatif dan teoritis dari teori sanksi vis-à-vis teori hubungan internasional.
Legalitas pengenaan sanksi tercermin dalam Pasal 41 dari Piagam PBB. Pasal ini merupakan bagian dari Bab VII dari theU.N. Piagam, yang bertujuan untuk "memulihkan perdamaian dan keamanan. Internasional" Dalam benak para perancang tatanan hukum dunia baru "interupsi lengkap atau sebagian dari hubungan ekonomi" akan mengembalikan-atau setidaknya berkontribusi pada pemulihan-internasional perdamaian dan ketertiban. Alat ini pemaksaan dan kepatuhan dalam hukum internasional sebagian besar tetap aktif dan kurang dimanfaatkan sampai era pasca Perang Dingin-. Hanya pada tahun 1966 dan 1977 Dewan Keamanan tidak memberlakukan sanksi terhadap Rhodesia Selatan dan Afrika Selatan, masing-masing. Ini adalah akhir dari bi-polaritas agar internasional yang bergeser paradigma terhadap penggunaan liberal sanksi ekonomi. Ide sanksi negara yang didasarkan pada beberapa asumsi.
Pertama adalah anggapan bahwa negara adalah entitas umumnya rasional, menunjukkan bahwa negara-negara melakukan analisis biaya-manfaat di dalam negeri dan mereka, yang relevan dengan diskusi kita, affairs.
Keduaa, sanksi ekonomi meningkatkan biaya negara dengan memotong hubungan ekonomi dengan negara-negara lain. Oleh karena itu, mengurangi perdagangan lintas batas.
Ketiga, karena negara tidak bisa tetap jauh dari perdagangan internasional untuk jangka waktu yang panjang, mereka pasti akan membatalkan perilaku yang tidak diinginkan dan melakukan langkah-langkah yang diinginkan.
Keempat, masyarakat internasional akan berhenti menerapkan sanksi setelah tujuan yang diinginkan tercapai.
Kelima, untuk negara-negara lain yang tidak sesuai dengan tatanan internasional atau gangguan perdamaian sangat mahal dan akan mengakibatkan perampasan banyak hak istimewa yang ditawarkan oleh masyarakat dunia.
Runtuhnya dunia bipolar era Perang Dingin membuka jalan bagi implementasi macam sanksi di era modern. Sanksi ekonomi berubah menjadi alat yang sangat diperlukan dalam perang melawan apa yang kemudian dikenal sebagai "negara-negara nakal." Meningkatnya pemanfaatan sanksi ekonomi menarik perhatian ilmuwan politik serta ahli ilmu sosial lainnya. Segera, tubuh besar literatur muncul untuk menjelaskan sanksi ekonomi. Ini tubuh sastra berpusat pada apa yang saya sebut "paradigma fungsi sanksi ekonomi", yang berarti mereka berusaha untuk menganalisis apakah sanksi ekonomi "bekerja"
Pengacara dan akademisi hukum memasuki perdebatan nanti. Salah satu alasan utama tampaknya bahwa pengenaan sanksi ekonomi-kurang lebih-halal dalam hukum internasional saat ini. Akibatnya sebagian besar potongan hukum telah difokuskan pada menggambarkan standar untuk pengenaan sanksi ekonomi. Pengacara internasional menemukan cukup untuk tunduk sanksi dengan standar jelas proporsionalitas bahwa mereka meminjam dari daerah lain hukum internasional, termasuk hukum hak asasi manusia internasional. Namun, upaya intelektual dalam literatur sekitarnya sanksi ekonomi tetap jauh tertinggal dibandingkan dengan daerah lain seperti hak asasi manusia atau hokum perang. Topik sanksi ekonomi tetap menjadi daerah oftenneglected dalam hukum internasional, tidak seperti disiplin ilmu lainnya seperti ilmu politik.
Dengan meningkatnya pemanfaatan sanksi ekonomi, akademisi hukum paksa memasuki TKP. Kali ini beasiswa itu tidak terfokus pada standar, pedoman, atau norma-norma adat yang berlaku untuk pengenaan sanksi. Tujuan dari beasiswa baru adalah untuk menghasilkan sebuah paradigma baru dari hukum internasional. Gerakan baru ini berpendapat bahwa hukum internasional tidak hanya bekerja karena sanksi, tetapi juga merupakan "hukum" karena bisa "sanksi." sanksi tidak hanya dibenarkan dalam hukum internasional dan dihargai sebagai alat untuk penanggulangan dan pembalasan; sanksi harus bertindak sebagai pilar utama dan kekuatan generatif untuk hukum internasional. Teori ini tampaknya bertentangan dengan teori-teori lain dari hukum internasional, yang dengan derajat bervariasi percaya keterlibatan. Sebuah cepat melihat beberapa teori hukum internasional menunjukkan bahwa hampir tidak mungkin untuk membayangkan hukum internasional tanpa keterlibatan dalam kerangka normatif kami:
Selanjutnya, teori sanksi memungkinkan pengacara internasional untuk bangga mempersembahkan hukum internasional di bawah account positivistik hukum, karena dapat sanksi zalim. Pada dasarnya mereka percaya bahwa teori sanksi adalah potongan puzzle yang hilang dalam hukum internasional.
Sebelum menganalisis paradigma baru ini hukum internasional, kita harus secara singkat menyentuh pada dugaan hubungan antara sanksi dan demokratisasi. Dalam kasus di mana negara target rezim otokratis, teori sanksi menyatakan bahwa tekanan ekonomi pada orang-orang biasa menghasilkan ketidakpuasan yang luas dan akhirnya pemberontakan. Menekan orang-orang bawah tidak hanya memaksa negara menargetkan untuk mengubah arah tetapi juga membuka jalan bagi akuntabilitas internal lainnya di negara itu.

E.     Sejarah Sanksi Ekonomi dalam Hukum Internasional
Kisah sukses sanksi yang dikenakan pada Afrika Selatan (1961-1994), Yugoslavia (1991-1998), dan Libya (1992-1999) dipandang dengan skeptis oleh beberapa academics.This tidak harus datang sebagai kejutan, sebagai faktor yang terlibat dalam perubahan sosial dan politik yang sangat kompleks. Masih hampir tidak mungkin untuk mengukur sejauh mana pengambil keputusan dari negara yang ditargetkan memilih untuk mengubah arah karena boikot ekonomi. Bahkan, negara-negara dapat mencari rute alternatif untuk menerima pasokan mereka diperlukan menggunakan metode lain, meskipun lebih mahal. Selanjutnya, negara-negara target harus kurang peduli dengan mempertahankan keunggulan kompetitif mereka jika hubungan mereka dipotong dengan perdagangan internasional. Perdagangan internasional tidak hanya memberikan manfaat pada negara-negara yang berpartisipasi tetapi menciptakan lingkungan yang kompetitif yang keras di mana menyatakan mencoba untuk lebih melakukan satu sama lain.
Hal ini tidak jelas apakah mendapatkan kembali hubungan dengan ekonomi internasional menciptakan insentif bagi negara-negara untuk mengubah arah. Teori sanksi ini didasarkan pada biner sangat dipertanyakan isolasi / masyarakat, percaya menjadi bagian dari komunitas hanya memberikan manfaat.
Selain itu, hubungan antara demokrasi dan sanksi bertumpu pada alasan dangkal. Pertama dan terpenting, tekanan ekonomi akan memperlemah kelas menengah yang dianggap kekuatan untuk perubahan democratization.
Kedua, tekanan ekonomi penutup mulut rute biasa melakukan bisnis sementara membuka jalan bagi pemerintah dan militer menjadi aktor tunggal di sektor bisnis. Hal ini menyebabkan memperkuat kamp militer negara ditargetkan yang biasanya kekuatan mendorong terhadap demokratisasi.
Terakhir, ancaman eksternal dalam bentuk sanksi akan terus dipanggil dan dimanfaatkan oleh negara-negara yang ditargetkan untuk menindas oposisi. Tujuan dari bagian ini, bagaimanapun, tidak untuk tetap pada konteks yang sama berdebat melawan atau kemanjuran sanksi ekonomi. Tujuannya adalah untuk menganalisis teori sanksi ekonomi pada sikap normatif. Sanksi paradigma menderita paradoks dasar. Sebagaimana dibahas dalam bagian sebelumnya, teori sanksi bersandar pada anggapan bahwa negara-negara yang ditargetkan adalah rasional, melakukan analisis biaya-manfaat. Namun, paradoks terletak pada langkah sebelum pengenaan sanksi. Ancaman keamanan yang disebut "negara-negara nakal" biasanya dijelaskan, secara implisit atau eksplisit, dalam hal perilaku irasional.
Misalnya, dalam kasus Irak, pemimpin gila dengan kemampuan militer yang tinggi menimbulkan ancaman keamanan serius bagi masyarakat dunia. Atau, akses dari fundamentalis irasional Iran untuk persenjataan nuklir menciptakan ancaman kelangsungan hidup bagi negara-negara tetangga dan, yang paling penting, Eropa. Sebuah survei singkat dari ancaman keamanan diceritakan setelah Perang Dingin menunjukkan bahwa mayoritas telah berdasarkan sebagian atau seluruhnya pada potensi perilaku irasional pemimpin atau negara tertentu. Sejak saat itu, paradoks sanksi terletak pada kenyataan bahwa obat untuk perilaku tersebut didasarkan pada mungkin reaksi rasional pelaku diduga irasional yang sama.
Sanksi paradigma tetap bertentangan dengan perkembangan dan paradigma yang menggambarkan dunia di mana kita hidup. Paradigma liberalis telah dihargai elemen ekonomi sebagai faktor untuk mengurangi konflik bersenjata lintas batas. Keterlibatan ekonomi antara negara-negara yang sangat menurun pilihan konflik bersenjata sebagai metode untuk resolusi perselisihan. Hubungan ekonomi konstan mendorong metode alternatif dan damai untuk menyelesaikan konflik potensial antara negara-negara.
Selanjutnya, hubungan ekonomi terpadu antara negara-negara pasti menaikkan biaya menggunakan kekerasan dan kekerasan untuk menyelesaikan disputes.This deskripsi singkat dari resep liberalis untuk menghindari konflik menunjukkan bahwa sanksi paradigma ekonomi tetap di kontras dengan itu. Memboikot bangsa dengan memotong hubungan ekonomi dengan negara-negara lain dan bahkan tingkatkan incentivizes beralih ke penggunaan kekuatan untuk sengketa. Dalam banyak contoh sanksi ekonomi, seperti Irak dan Yugoslavia, konflik akhirnya diselesaikan secara militer. Dengan menutup jalan ekonomi, akses dari negara yang ditargetkan ke lembaga peradilan internasional menjadi sangat dibatasi Nah, suatu hal yang membuat pertempuran militer sebagai satu-satunya pilihan di atas meja.
Penjelasan realis 'kerjasama di tingkat internasional juga bertentangan dengan tempat teori sanksi. Realisme, pendekatan klasik dalam hubungan internasional, telah lama bergulat dengan topik kerjasama dalam pengaturan internasional. Penyewa dasar realisme-yang dapat dijelaskan secara singkat sebagai survival of the fittest-bisa tidak menjelaskan keberadaan kerjasama dalam hubungan internasional. Dengan bantuan permainan teori, para ulama realis mempertahankan berulang dan jangka panjang interaksi antar bangsa yang bermusuhan memupuk kerjasama. Dalam dunia tanpa otoritas pusat, kerjasama muncul dari rasional "tit-for-tat" logika diciptakan dari paparan jangka panjang dan interaksi negara. Namun, teori sanksi mengabaikan argumen dasar ini riil politik. Sebaliknya, teori sanksi mendorong negara-negara untuk memboikot zalim untuk insentif negara ditargetkan untuk "bergabung dengan komunitas dunia." Namun, setelah paradigma realisme, memboikot disincentivizes negara terisolasi untuk membalas dalam "tit-for-tat" permainan dan karena itu, kemungkinan bergabung dengan masyarakat dunia eviscerates. Akibatnya, outcasting negara membuka jalan bagi negara yang terisolasi untuk tetap dalam, tahap precooperative anarkis, berusaha untuk mempertahankan kelangsungan hidup melalui kekuatan.
Yang cukup menarik, teori sanksi tampaknya tidak sejalan dengan paradigma ideasional konstruktivisme. Helai beragam dan agak kongruen di konstruktivisme membuat sulit untuk memiliki pandangan yang jelas tentang paradigma ini. Namun, gerakan konstruktivis menekankan aspek ideasional, sosial, serta normatif, dari pengaturan internasional.
Paradigma ini berusaha untuk menunjukkan pentingnya non-fisik elemen, ditekankan dalam realisme, dalam membentuk dunia di mana kita hidup. Sekali lagi, Teori sanksi tampaknya tidak menjadi setara dengan konstruktivisme. Isolasi dari masyarakat internasional tidak sedikit bantuan untuk sosialisasi negara yang ditargetkan. Kolaborasi yang lebih rendah dan interaksi dengan masyarakat internasional mencegah negara dari pemahaman, berpartisipasi, dan berbagi sama norma, nilai-nilai, dan ide-ide dari dunia community.
Masih sulit untuk konsep teori sanksi di bawah paradigma yang kuat dan koheren, baik itu liberalisme, realisme, atau constructivism. Selanjutnya, sulit untuk membayangkan bahwa pengecoran ekonomi keluar akan menggantikan penggunaan kekerasan atau meminimalkan risiko itu .
`           Sebaliknya, sanksi ekonomi memfasilitasi dan insentif konfrontasi militer antara negara-negara. Interaksi yang lebih rendah, integrasi ekonomi yang lebih rendah, dan sosialisasi yang lebih rendah antara negara-negara mempromosikan konfrontasi militer sebagai gantinya. Sebuah dunia hukuman belum tentu dunia yang lebih aman atau lebih damai. Sebaliknya, itu adalah melalui kerjasama yang damai antara negara-negara dapat dicapai.



BAB III
PEMECAHAN MASALAH

Sanksi ekonomi dalam hukum internasional merupakan kesenjangan yang terjadi di masyarakat. sanksi ekonomi adalah hukuman yang akan diberikan kepada satu Negara jika tidak dapat memenuhi perjanjian internasional. Sanksi ekonomi dapat berupa fasilitas dan insentif konfrontasi militer antara negara-negara. Interaksi yang lebih rendah, integrasi ekonomi yang lebih rendah, dan sosialisasi yang lebih rendah antara negara-negara mempromosikan konfrontasi militer sebagai gantinya.
Adapu cara-cara penyelesaian sengketa sanksi ekonomi dengan cara damai, yaitu:
1.      Negoisasi                                                                                            
Negosiasi adalah cara penyelesaian sengketa yang paling dasar dan yang paling tua digunakan oleh umat manusia. Penyelesaian melalui negosiasi merupakan cara yang paling penting. Banyak sengketa diselesaikan setiap hari oleh negosiasi ini tanpa adanya publisitas atau menarik perhatian publik.  Alasan utamanya adalah karena dengan cara ini, para pihak dapat mengawasi prosedur penyelesaian sengketanya dan setiap penyelesaiannya didasarkan pada kesepakatan atau konsensus para pihak
Negosiasi dapat dilangsungkan melalui saluran-saluran diplomatik pada konperensi-konperensi internasional atau dalam suatu lembaga atau organisasi internasional.
2.      Pencarian Fakta (fact finding)
Metode penyelesaian sengketa ini digunakan untuk mencapai penyelesaian sebuah sengketa dengan cara mendirikan sebuah komisi atau badan untuk mencari dan mendengarkan semua bukti-bukti yang bersifat internasional, yang relevan dengan permasalahan.

3.      Good Offices (Jasa-jasa Baik)
Jasa-jasa baik adalah suatu cara penyelesaian sengketa melalui pihak bantuan pihak yang ketiga. Pihak ketiga ini berupaya agar para pihak menyelesaikan sengketanya dengan negoisasi. Fungsi dari jasa-jasa baik yang paling utama adalah memperemukan para pihak agar mereka mau bertemu, duduk bersama dan bernegoisasi atau dikenal dengan nama fasilisator.
Keikut sertaan pihak ketiga dalam penyelesaian sengketa dapat dua macam yaitu atas permintaan para pihak atau inisiatif pihak ketiga sendiri yang menawarkan jasa-jasa baiknya guna menyelesaiakan sengketa. Dalam kedua cara ini, syarat mutlak yang harus ada adalah kesepakatan para pihak.



Sedangkan, jika penyelesaian secara damai tidak berhasil memecahkan masalah sanksi ekonomi, maka dilakukan dengan cara kekerasan, yaitu:

1.      Perang dan Tindakan bersenjata Non perang
Keseluruhan tujuan perang adalah untuk menaklukan negara lawan dan mebebankan syarat-syarat penyelesaiaan diamana negara yang ditaklukan itu tidak memiliki alternative lain selain mematuhinya.
2.      Retorsi (retorsion)
Retorsi adalah istilah teknik pembalasan dendam oleh suatu negara terhadap tindakan-tindakan yang tidak pantas aatau tidak patut dari negara lain, balas dendam tersebut dilakuakna dalam bentuk tindakan-tindakan sah yang tidak bersahabat didalam konferensi negara yang kehormatannya dihina.
3.      Tindakan-tindakan Pembalasan (Repraisals)
Pembalasan adalah tindakan yang dipakai oleh negara-negara untuk mengupayakan diperolehnya ganti rugi dari negara-negara lain dengan melakukan tindakan-tindakan yang besifat pembalasan. Saat ini praktek pembalasan hanya dibenarkan, apabila negara yang dituju oleh pembalasan ini bersalah melakukan tindakan yang sifatnya merupakan pelanggaran internasional. Contoh nyata tindkan pembalsan, misalnya pengusiran orang-orang hungaria dari Yugoslavia pada tahun 1935, yang merupakan balas dendam dari pembunuhan raja Alexander dari yugoslavia.


4.      Blokade Secara Damai (pacific Blokade)
Blokade secara damai adalah suatu tindakan yang dilakukan secara damai. Kadang-kadang dilakukan sebagi suatu pembalasan, tindakan itu pada umumnya ditujukan untuk memaksa negara yang pelabuhannya diblokade untuk mentaati permintaan ganti rugi kerugian yang diderita oleh negara untuk meblokade.
Ada beberapa manfaat nyata dalam pengunaan blokade damai. Tindakan ini merupakan cara yang jauh dari kekerasan dibanding dengan perang dan blokade yang sifatnya fleksibel.



BAB IV
PENUTUP

Sanksi ekonomi dalam hokum internasional merupakan suatu cara yang unik untuk membuat Negara lain tunduk dengan Negara yang memilikinya. Sanksi ekonomi adalah hukuman untuk bangsa lain yang mengingkari perjanjian internasional khususnya dalam bidang ekonomi. Negara yang tidak mau kena sanksi ekonomi dapat bertukar pilihan, misalnya Negara A dapat sanksi ekonomi dari Negara B, jadi Negara A harus menjalani apa pun sanksi ekonomi yang telah ditentukan Negara B. Tetapi Negara B, memberikan pilihan, mau menjalani sanksi, atau bertukar senjata militer (atau apa pun yang diinginkan Negara B).
Dalam menyelesaikan masalah dalam sanksi ekonomi ini, ada dua macam cara yaitu dengan cara damai atau dengan cara kekerasan. Cara damai yaitu dengan cara negoisasi, pencarian fakta dan penerimaan jasa. Sedangkan dengan cara kekerasan yaitu, perang, retorsi dan tindakan-tindakan pembalasan.



DAFTAR PUSTAKA


Jurnal Frashad Ghodoosi, “The Sanctions Theory, A Frail Paradigm For International Law”.

           

Tidak ada komentar:

Posting Komentar