Resume
Oleh : Dewi Ismayanti
Buku :Memahami Konstitusi Makna dan
Aktualisasi
Pengarang :Prof. Dr. Bagir Manan, S.H. MCL dan
Susi Dwi Harijanti, S.H. LLM, Ph.D
Cetakan : PT Raja Grafindo Persada Jakarta
Terdapat
berbagai makna serta pengertian Konstitusi yang kesemuanya tergantung pada
sudut pandang setiap orang. Konstitusi juga dappat dikaji dari berbagai aspek
hukum, politik, dan sosial. Konstitusi sebuah negara haruslah merupakan catatan
kehidupan sebuah bangsa sekaligus mimpi yang belum terselesaikan. Konstitusi
juga menjadi autobiogarfi menggambarkan kemajemukan. Visi, mimpi dan tujuan
seluruh masyarakat, menggambarkan seluruh sistem pemerintahan suatu negara dan
kumpulan aturan yang membentuk dan mengatur pemerintahan. Konstitusi merupakan
negara yang termuat dalam sebuah dokumen. Secara umum supremasi tersebut
dijamin melalui beberapa cara yaitu prosedur perubahan yang berbeda dengan
prosedur perubahan serta mekanisme pengujian perundang-undangan. Pendapat lain
mengemukakan bahwa konstititusi dalam arti tipis dan tebal. Arti tipis, aturan
atau hukum yang mengtur dan membentuk organisasi pemerintah baik merupakan
kewenangan ataupun prinsip suatu negara. Sedangkan konstitusi arti tebal adalah
menetapkan, mempertahankan, memformulasikan, memastikan organ-organ utama
negara termasuk kewenangannya.
Dari
pendapat tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa konstitusi dalam bentuk
dokumen maupun aturan tertinggi mempunyai karakter yang berbeda dengan
peraturaan perundang-undangan yang lainnya. Karakter aspirasi ideologi menunjukkan
konstitusi yang memuat tujuan yang ingin dicapai bersama-sama.
Konstitusi
dalam masa transisisi sering kali dibentuk karena hal-hal yang mencerminkan
ketidakadilan di masa lalu atau merefleksikannya. Karena merupakan respon
terhadap hal-hal yang terjadi dimasa lalu maka dapat terjadi pembentukkan atau
perubahan konstitusi yang tidak disertai dengan konsep yang jelas. Berikut adalah
beberapa tantangan dalam perjalanan
perubahan UUD 1945. Yang pertama, bagaimana pentingnya demokrasi yang
ideal dan disepakati karena selama ini masih terjadi pebedaan pendapat tentang
bagaimana bentuk demokrasi yang ideal bagi Indonesia. Contohnya pada kasus
status gubernur Yogyakarta sebagai kepala daaerah yang diakui oleh negara
bahkan diatur dalam undang-undang. Kedua, tidak ada pelaku utama politik yang
mampu menyatukan pendapat tentang perubahan undang-undang yang dirembukkan
demokrasi yang di musyawah pasal per pasal.
Pengontrol
revolusi konstitusi harus dapat membedakan kekuasaan yang sebelumnya dia emban
agar tidak terjadi institusi lembaga yang sangat kuat dan ada kewenangannya
ynag dibatasi. Setiap negara selau menentukan sendiri perjalanan
ketatanegaraannya. Namun terdapat negara-negara yang berdasarkan perkembangan
ketatanegaraan melalui pembentukan atau perubahan konstitusi.
Mengutip
kata-kata sukarno pada sidang PPKI yang berbunyi, “Undang-undang Dasar adalah
UUD sementara ini adalah UUD Kilat, nanti kalau kita telah bernegara didalam
suatu suasana yang lebih tentram kita tentu akan mengumpulkan kembali MPR yang
dapat membuat UUD yang lebih lengkap dan lebih bsempurna. Dalam kutipan diatas
dapat dimaknai bahwa pendiri negara kita memahami bahwa UUD yang telah dibentuk
harus dilakukan perubahan sesuai dengan perkembangan.
Negara ini merdeka dan berdaulat bukan sekedar
antitesis terhadap kolonialisme melainkan mebawa berbagai cita-cita, konsep
bahkan ideologi yang kesemuanya dituangkan dalam susunan dan menjadi pondasi berbangsa
dan bernegara. Ucapan bahwa Indonesia adalah anak zaman benar karena Indonesia
tumbuh dan berkembang. Di Indonesia merupakan konsep yang menjadi dasar tidak
terlepas dari pemikiran dan gambaran saat itu. Paham yang melandasi ciri negara
atau mendirikan negara pada saat itu adalah paham kebangsaan atau nasionalisme
demokrasi kesejahteraan yang berlandaskan hukum. Didalam UU juga telah dijelaskan
bahwa cita-cita atau dasar ideologi merupakan tubuh Indonesia. Ungkapan bahwa
pada sebelumnya yang mengatakan adalah zaman terbukti pada proses tarik menarik
kekuasaan bangsa luar terhadap indonesia yang saat itu sedang berkuasa sebagai
anggota masyarakat internasional, Indonesia tidak terlepas dengan hubungan
dengan dunia baik berupa ideologi maupun kepentingan. Saat itu indonesia tidak
bisa melepaskan diri dari pergolakkan yang terjadi karena pada saat itu terkait
dengan bangsa lain. Namuun hal itu, tak menggoyahkan Indonesia dalam menghadapi
globalisasi ideologi yang bukan saja saling berbeda namun melahirkan konflik
dan menjadikan Indonesia merupakan tempat menguji kekuatan. Segala bentuk
perbedaan perlakuan dan bentuk diskrimanisi perlahan mengendur dan ditiadakan.
Dibidang ekonomi, dunia hanya mengenal satu pasar yaitu pasar dunia yang
aturannya dibuat untuk mengatur perdangangan dalam lingkup dunia. Tak berbeda
pula dengan bidang ideolgi, globlalisasi menuntut pembatasan pengertian dan
pemaknaan ideologi sebagai dasar negara. Meskipun tidak sampai pada mengubah
konsep dan dasar neagara namun dengan adanya perbedaan perlakuan, tidak dapat
dielakkan peninjauan kembali berbagai paradigma. Baik paradigma konsep, sendi,
atau ideologi bernegara serta kebijakan penyelenggaran berbangsa dan bernegara.
Dari perubahan paradigma tersebut yang dapat tersentuh adalah tatanan
konstitusional yang diatur dalam UUD.
Salah
satu faktor penting yang mempengaruhi susunan dan isi UUD 1945 adalah suasana
tergesa-gesaannya akibat situasi peperangan yang terjadi dimasa itu. Seperti
ulasan sebelumnya yang menyatakan bahwa pendiri negara indonesia menyadari
bahwa ketegesa-gesaannya dalam menyempurnkan UUD 45 dan itu telah tegas diatur
dalam batang tubuh UUD yang memberi kewenangan kepada MPR untuk menyempurnakan.
Tidak adanya pengawasan kewenangan oleh badan peradilan untuk menilai peraturan
perundangan atau tindakan pencegahan pemerintah dalam pelanggaran asas
demokrasi dan negara berdasarkan atas hukum dapat mengurangi mekanisme
membangun hukum akibat perkembangan politik dan ketata negaraan baik berupa
pertentangan ideologi secara globlal ataupun sistem kepartaian dan sistem
pemerintahan yang terjadi menimbulkan ketidak stabilan pemerintahan dibawah
UUDS 1950 menjadi salah satu faktor penyebab berlakunya kembali UUD 45. Namun,
terdapat celah dalam pemberlakuan ini karena melihat aspek kestabilan
kepemerintahan tanpa memperhatikan sifat sementara UUD baik berupa prosedural
maupun substansi akibat dari ketidakstabilan pemerintah, kurang
ketidaksempurnaan uud terjadi pemanfaatan prinsi kekuatan pemerintahan yang
menjelma menjadi pemerintah otoriter. Dari cita-cita, gagasan, ideologi
tuntutan disegala bidang dipandang perlu dilakukan perubahan dan pembaharuan
uud 45. Selain itu terdapat ruang lembaga pemerintahan melakukan pemusatan
kekuasaan atas hukum. Dalam proses perubahan dan pembaharuan UUD terdapat dua
proses yaitu, formal maupun tidak formal. Pembaharuan tidak formal dilakukan
dengan pertumbuhan kebiasaan putusan hakim atau peraturaan perundangan biasa.
Selama ini, pembaharun non formal menunjukkan penyimpangan dari prinsip
konstitusi dan menjadi instrumen pemusatan kekauasaan pemerintahan. Untuk
menjamin pembaharuan uud yang dilakukan dalam upaya memperkokoh pondasi
bernegara yang berasakan konstitusi harus dilakukan perubahan secara formal.
Perubahan ini dilakukan tidak hanya bertujuan
menyesuaikan dengan fenomena baru yang timbul akibat globalisasi dan mengurangi
akibat ketergesa-gesaan uud. Perubahan UUD 45 bertujuan memantapkan secara
konseptual peran dan fungsi UUD dalam negara. UUD tidak mengatur secara statis
bentuk dan susunan negara melainkan berbagai fungsi dinamik yang berkaitan dengan
mekanisme penyelengaraan negara dan pemerintahan. Namun, tidak memuat mekanisme
demokrasi dan bnegara berdasarkan atas
hukum secara memadai yang timbul akibat praktek ketatanegaraan yang menyimpang
dari demokrasi dan negara berdasarkan asas hukum.
Menyadari
ketidaksempurnaan hasil pekerjaan manusia penyempurnaan lebih lanjut UUD diserahkan
pada orang-orang yang ada setelah mereka dan memungkinkan pada masa yang akan
datang penyusun uud mengatur tata cara perubahan. Namun, tata cara perubahan
tersebut ketentuannya digunakan dengan penuh kearifan dan kehati-hatian.
Walaupun secara hukum terbuka mengubah UUD tidak berarti setiap saat perubahan
dapat terjadi. Amandemen terhadap UUD tidak ditentukan oleh ketentuan hukum
yang mengtur tata cara perubahan, tetapi lebih ditentukan oleh berbagi kekuatan
politik dan sosial yang dominan saat itu. Selama kekuatan politik dan sosial
merasa tidak perlu melakukan perubahan maka uud tidak pernah berubah atau di
amandemen. Dari ulasan perkataan sukarno yang telah disampaikan sebelumnya
Sukarno setelah dua bulan kemerdekan ditetapkan UUD telah berubah dan status
KNIP yang sebelumnya membantu Presiden berubah menjadi badan yang memiliki
kekutan legislatif. Kemudian perubahan sistem pemerintahan presidensial menjadi
sistem parlementer dan kesemuanya bertujuan mecapai berbagai tuntuan, harapan
perkembangan. Penyelenggara UUD tidak pernah mendogmakan UUD sebagai sesuatu
yang sakral sehingga tidak dirubah dan diperbaharui. Dalam UUDS 1950 mengatur
ketentuan mengatur UUD tetap. Namun ketentun ini tidak selesai karena kekuatan
politik saat itu lebih menghendaki pemberlakuan kembali uud 45. Dekrit presiden
5 Juli 1959 sebagai tonggak berlakunya uud 45.
Salah
satu kelemahan uuds 1950 adalah sistem pemerintahan parlementer yang dijalankan
pula dalam sistem uud 45 yang telah diubah. Sistem pemerintahan parlementer
menimbulkan pemerintahn yang tidak stabil sehingga pembangunan negara tidak
sesuai dengan harapan. Sebenarnya sistem parlementer bukan penyebab tidak
berjalan dengan baiknya pemerintahan karena sistem parlementer yang baik sistem
pemerintahan yang memiliki dua partai. Dan kekuatan pemerintahan ditopang oleh
kekuasaan yang memperoleh suara mayoritas. Jadi tidak akan terjadi
ketidakstabilan dan kesenjangan dalam pemerintahan.
Penetapan
UUD 1945 sebagai UUD tetap tidak serupa dengan pendirian bahwa UUD tidak dapat
dirubah atau di perbaharui. Sesuai dengan keadaan saat itu bahwa sejarah
penyusunan yang saat itu terjadi UUD akan habis apabila tidak dilakukan
perubahan yang sesuai dengan dinamitas kenegaraan karena kondisi politik,
ekonomi, sosial, budaya senantiasa berubah dan mengharuskan disesuaikan dengan
ketentuan hukum yang berlaku. Dorongan
untuk memperbahrui atau mengubah UUD 1945 ditambah pula dengan kenyataan bahwa
UUD 45 sebagai subsistem tatanan konstitusi tidak berjalan sesuai dengan hukum
negara serta tegaknya tatanan demokrasi, negara berdasar hukum, serta menjamin
hak-hak asasi manusia serta keadilan bagi seluiruh rakyat indonesia. Ketidakberhasilan
UUD 45 sebagai penjaga dan dasar prinsip-prinsip demokrasi negara, berdasarkan
atas hukum dan keadilan sosial terjadi karena beberapa sebab. Pertama, struktur
uud45 memberikan kekuasaan yang besar terhadap pemegang kekuasaan yaitu
eksekutif. Presiden tidak hanya sebagai pemegang dan menjalankan kekuasaan
pemerintahan tetapi memiliki kekuasaan membentuk UUD selain hak konstitusional
khusus yaitu amnesti grasi, abolisasi. Cakupan kekuasaan ini dipandang secara
formal lebih besar dari kekuasaan yang lain sebagai kekuasaan terbesar dalam
pemerintahan hanya mengesahkan atau menveto rancangan undang-undangitu pun
terbatas dan dengan tata cara tertentu. Kedua, struktur uud 45 tidak mencakup
check and balance antara lembaga negara untuk menghindari penyalahgunaan atau
suatu tindakan sewenang-wenang. Ketiga, terdapat ketentuan yang tidak jelas
yang membuka penafsiran yang bertentangan dengan konsep negara berdasarkan
konstitusi. Keempat, struktur uud 45 banyak mengatur ketentuaan organik tanpa
disertai arahan muatan yang harus diikuti atau pedoman segala sesuatu
diserahkan secara penuh sebagai pembentuk uu. Akibatnya terjadi perbedaan
antara uu organik yang serupa atau objek yang sama. Kelima, berkaitan dengan
penjelasan tidak ada kelaziman uud memiliki penjelasan resmi apalagi kemudian
baik secara hukum dan kenyataan penjelasan diperlukan dan mempunyai kekuatan
hukum seperti batang tubuh. Penjelasan bukan hasil kerja badan yang menyusun
dan menetapkan uud 45 melainkan hasil karya pribadi Soepomo yang kemudian
dimasukkan bersama-sama batang tubuh kedalam berita Republik tahun 1946 dan
lembar negara RI 1959 tentang Dekrit Presiden. Selain itu penjelasan mengandung
kekuatan yang tidak konsisten dengan batang tubuh, dan memuat pula keterangan
yang seharusnya menjadi materi atau muatan batng tubuh. Berikut merupakan ketidakkonsistenan
penjelasan. Pertama, pokok pikiran dalam pembukaan empat pokok pikiran dalam
pembukaan uud 1945 yang meliputi persatuan, keadilan sosial, kedaulatan rakyat
dan ketuhanan yang maha esa menuerut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
Dari uraian diatas tentang pokok pikiran sebenarnya telah ada pada alenia
terakhir pembukaan uud 1945 yang menjaadi sila-sila Pancasila. Kedua, Presiden
diangkat oleh majelis disebutkan dalam penjelasan Presiden yang diangkat oleh
Majelis bertunduk dan bertanggungjawab pada Majelis. Dalam batang tubuh UUD
tegas disebutkan Presiden dan Wakil Presiden dipilih dengan suara terbanyak
dari kutipan diatas dapat terlihat perbedaan dari bunyi dari batang tubuh
pengangkatan berbeda dengan pemilihan. Ketiga, pranata mandataris, batang tubuh
uud 1945 tidak sepatah pun menyebut mandataris demikian pula dalam rapat BPUPKI
dan PPKI tidak pernah disebut mengenai mandataris. Keempat, tentang presiden
bertunduk dan bertanggungjawab kepada MPR. UUD 45 tidak mengatur mengenai
pertanggungjawaban Presiden. Hal ini dapat dimaksudkan dengan kekurangan UUD
1945. Kelima, hubungan MPR dan Kedaulatan. Pasal 3 menyebutkan oleh karena MPR
memegang kedaulatan negara maka kekuasaanya tidak terbatas sedangkan menurut
batang tubuh, MPR tidak memegang kekuasaan negara melainkan melakukan kepentingan
masyarakat. Ada perbedaan mendasar antara paham kedaulatan bernegara dan
kedaulatan berbangsa. Keenam, tentang Dewan Pertimbangan Agung. Penjelasan
menyebutkan antara lain berkewajiban memberi pertimbangan-pertimbangan kepada
Pemerintah sedangkan batang tubuh UUD yang menjelaskan bahwa dewan ini
berkewajiban memberi jawab atas pernyataan Presiden dan memajukan usul kepaada
Pemerintah(Pasal 16 ayat 2). Jadi ada dua instansi tempat DPA berhubungan yaitu
Presiden dan Pemerintah. Dengan demikian usul-usul DPA dapat diajukan kepada
Presiden (sebagai Pemerintah) dan pemangku jabatan pemerintahan lainnya seperti
Menteri. Ketujuh, tentang penjelasan pasal 18 yang menjadi dasar pembentukan
dan pengakuan bagi daerah otonom yaitu satuan pemerintahan teritorial lebih
rendah yang mempunyai hak mengatur dan mengurus urusan pemerintahan tertentu
sebagai urusan rumah tangganya. Pada kenyataannya tidak ada maksud pasal 18
untuk mengatur satuan pemerintahan lebih rendah yang bersifat administratif
karena yang lebih rendah adalah bagian sentralisasi. Menyadri makna dan maksud
pasal 18, maka semua undang-undang yang berkaitan dengn pemerintahan daerah
hanya mengatur mengenai pemerintah otonomi, kecuali UU No. 5 Tahun 1974 yang
memuat ketentuan mengenai dekonsentrasi. Sebagai hasil akhir adalah cita-cita
otonomi dalam pasall 18 menjadi semakin tersingkir karena yng tmpak adlah
sentralisasi. Kekeliruan ini dicoba diperbaiki oleh UU No.22 Tahun 1999 tetapi
perbaikan ini separuh jalan akibatnya pemerintahan Provinsi tetap menjadi
susunan dualistik. Kedelapan, tentang penjelasan yang bersifat normatif.
Berbagai penjelasan semestiny dimuat dibatang tubuh karena merupakan kaidah
atau susunan asas hukum seperti prinsip Indonesia adalah negara berdasarkan
atas hukum; Prinsip dan sistem pertanggungjawaban Presiden; Prinsip BPK dan
kekuasaan kehakiman yang merdeka.
Berkaitan
dengan kekosongan materi muatan, UUD pada dasrnya hanya memuat asas-asas dan
kaidah konstitusi yang pokok tanpa meninggalkan hal-hal penting yang semestinya
ada. UUD adalah asas dan kaidah yang mengatur susunan dan wewenang organisasi
negara yang mempunyai sifat kekuasaan yang mudah disalahgunakan. Karena itu,
perlu diatur mengenai prinsip dan mekanisme pengendaliannya. Berbagai kekosongan
dijumpai dalam UUD 1945. Pertama, tentang Hak Asasi Manusia. Ketentuan mengenai
Hak Asasi Manusia dalam UUD 1945 mencerminkan secara sederhana hak asasi klasik
pada pasal 28, pasal 29, pasal 33, pasal 34 dan pasal 30. Tetapi dibandingkan
dengan ketentuan hak asasi yang pernah dimuat dalam Konstitusi RIS dan UUDS
1950 muatan hak asasi manusia dalam UUD 1945 sangat terbatas. Semua UUD
senntiasa memuat secara lengkap hak asasi sebagai subsistem paham negara
konstitusional demokratik dan berdasarkan atas hukum. Kedua, tentang masa
jabatan Presiden. Tidak ada ketentuan yang mengatur pembtasan pemilihan kembali
sebagai Presiden yang dipilih dalam masa jabatan berturut-turut. Berdsarkan
ketentuan baru dalam Tap. MPR No.XIII/MPR/1998 masa jabatan dibatasi hanya dua
kali berturut-turut. Seharusnya ketentuan semcam ini dimuat dalam UUD bukan
dalam aturan yang lebih rendah dari UUD. Ketiga, tentang pembatasan waktu
pengesahan RUU oleh Presiden. Akibat tidak adanya pembatasan waktu pengesahan
RUU yang telh disetujui DPR, maka RUU yang telah disetujui DPR dpat didiamkan
Presiden (tidak disahkan) untuk jngka waktu yang tidak terbatas.
Pembaharuan
UUD tidak terutama ditentukan oleh tata cara resmi atau formal yang harus
dilalui karena tatacara formal yang mudah (fleksibel) tidak serta merta memudahkan
terjadinya perubahan UUD. Sebaliknya, tata cara formal yang dipersukar (rigid)
tidak berarti pembaharuan UUD tidak akan terjadi. Faktor utama yang menentukan
pembaharuan UUD adalah berbgai keadaan dimasyarakat. Dorongan demokratis,
pelaksanaan paham negara kesejahteraan (welfare state), perubahan pola dan
sistem ekonomi akibat industrialisasi, kemajuan ilmu teknologi dapat menjadi
kekuatan (forces) pendorong pembaharuan. Secara lebih sederhana, msyarakatlah
yng menjadi pembaharuan UUD. Demikian pula peranan UUD itu sendiri hanya
masyarakat yang berkehendak dan mempunyai tradisi menghormati dan menjunjung
tinggi UUD yang akan menentukan UUD tersebut akan dijalankan sebgaiman
mestinya.
Materi
pembaharuan UUD sendiri bertujuan untuk lebih memperkokoh sendi-sendi yang
seyogyanya dipertahankan. Segala praktik bermasyarakat, berbangsa, bernegara
akan berjlan sesuai dengan send-sendi demokrasi, negara berdasarkan hukum,
keaadilan sosial, dan lain sebagainya. Secara sistematik pembaharuan UUD 1945
dapat dikategorikan menjadi pembaharuan struktur UUD yang membahas tentang
pembaharuan penjelasan yang hendaknya dihapus sehingga struktur Uud hanya
terdiri dari Pembukaan dan Batang Tubuh; Pembaharuan mengenai sendi-sendi
bernegara yng membahas tentang penentuan sendi-sendi yang tidak akan menjadi
objek perubahan (amandemen) dikemudian hari karen setiap upaya perubahan
terhadap sendi-sendi tersebut akan diputus oleh pengadilan sebagi tindakan atau
ketentuan yang inkonstitusional; Pembaharuan bentuk susunan negara. Dalam
batang tubuh ditambahkan yang menegaskan bentuk negara kesatuan dan bentuk
pemerintahan Republik termasuk hal yang tidak akan menjadi objek perubahan;
Pembaharuan kelembagaan atau alat kelengkapan suatu negara yang meliputi Lembaga
Kepresidenan, Lembaga MPR, Kelembagaan DPR, Kelembagaan DPA, Kelembagaan BPK,
Kekuasaan Kehakiman, Pemerintahan Daerah; Pembaharuan yang berkaitan dengan
penduduk daan kewarganegaraan yang meliputi warga negara Indonesia dan
pewarganegaraan yang ditetapkan dengan keputusan Presiden; serta pembaharuan
yang bersangkutan dengan identitas negara.
Catatan
pembaharuan diatas bertolak dari beberapa asumsi. Pertama, UUD 1945 sebagai
sumber kehidupan konstitusional harus dapat menjadi pendorong perkembangan perikehidupan
berkonstitusi sebagai tatanan kehidupan (way of life)yang terinternalisasi
dalam setiap aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Kedua, UUD
1945 harus dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengn dinamika bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara. Ketiga, pembaharuan UUD 1945 bertujuan untuk lebih
menjamin perwujudan tatanan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang
demokratis berdasarkan hukum dan keadilan sosial. Keempat, pembahruan UUD 1945
dilakukan dengan mengukuhkan nilai-nilai dasar filosofis dan konstitusional
tertentu dan menjamin kedaulatan rakyat dan hubungan konstitusional yang
terkendali dan berimbang (checks nd balances) di berbagai institusi negara.
Kelima, pembaharuan ini dilakukan dengan pendekatan memaksimalisasi fungsi
alat-alat kelengkapan negara yang telah ada untuk memelihra kesinambungan
historis UUD 1945. Keenam, pembaharuan UUD 1945 tidak selalu harus dilakukan
melalui perubahan resmi melainkan dapat juga melalui praktik-praktik
ketatanegaraan dan peranan hakim dengan berpegang teguh pada asas-asas
demokrasi, pada asas hukum dan asas-asas keadilan. Ketujuh, lingkup perubahan
disesuaikan dengan asas-asas perundang-undangan yang baik, perkembangan paham
konstitusi, dan kebutuhan mewujudkan secara konstitusional kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang demokratis dan berdasarkan atas
hukum.
Selanjutnya,
hubungan konstitusi dengan hukum konstitusi (hukum tata negara). Menurut para
ahli hukum ketatanegaraan bersepakat bahwa konstitusi (UUD) tidak sama dengan
Hukum Konstitusi dan Konstitusi hanya salah satu sumber dari Hukum Konstitusi.
Selain konstitusi ada berbagai kaidh-kaidah lain baik dalam bentuk peraturan
perundang-undangan, kebiasaan, dan yurisprudensi yang menjadi sumber dan
aturan-aturan Hukum Konstitusi.
Memperhatikan
pandangan-pandangan diatas, maka sudah semestinya aturan-aturan ketatanegaraan yang
dibentuk atau tumbuh di luar konstitusi (UUD) dan yang sangat penting sebagai
sarana mengisi kekosongan (melengkapi), menguraikan, bahkan mengoreksi
ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam Konstitusi (UUD). Dengan demikian,
berbagai asas dan kaidah yang terdapat dalam konstitusi dapat dijalankan dealam
situaasi konkrit guna memenuhi segala tuntutan dan kebutuhan yang senantiasa
berkembang.
Kedudukan
Yuridis UUD 1945 dalam sistem Ketatanegaraan RI berdasarkan Dekrit Presiden 5
Juli 1959 yaitu dimaksudkan sebagai pengganti UUDS 1950. Dekrit merupakan jalan
pintas membentuk UUD tetap yang semestinya ditetapkan Konstituante. Tidak semua
ketentuan dalam UUD 1945 yang ditetapkan PPKI masih berlaku berdasarkan Dekrit
Presiden 5 Juli 1959. Ketentuan-ketentuan yang tidak berlaku ini terjadi karena
perubahan sifat dan kedudukan UUD 1945, lampau waktu, aatu materinya tidak lagi
dibutuhkan pada saat UUD 1945 berlaku kembali.
Makna
sosiologis suatu perturan hukum dapt ditinjau dari sat pembentukan dan
penerapannya. Peraturan hukum adalah anak zamnnya. Oleh karena itu tidak
terlepas dari kenyataan dominan politik, sosial ekonomi, budaya yang ada pada
waktu pembentukan. Faktor-faktor ini bersifat sejarah karena dikaitkan dengn
masa lalu. Sudut pandang lain bertolak pada kenyataan saat ini. Sejauh mana
suatu aturan hukum berjalan seiring dengn itulah kenyataan tetap efektif atau
ada kesenjangan dengan kenyataan baru yang tidak dapat diakomodir dengan aturan
yang ada atau telah ada kesenjangan dengan kenyataan baru. Salah satu pengaruh
dari kenyataan itu dalah ketergesa-gesaannya dalam pembentukannya UUD 1945
sehingga terdapat berbagai kekurangan. Hasil paling konkrit yang dicapai konstiusi
dibidang hukum adalah desakralisasi UUD 1945 dalam waktu 3 thun reformsi telah
terjadi dua kali perubahan. Perubahan pertam pada pasal 5, 7, 9, 13 yat 2.
13ayat 3, 14 ayat 1, 14 ayat 2, 15, 17 ayat 3, 20, 21 dan pada perubahan kedua
pada pasakl 18, 19, 20, 20a, 22a,22b, 25e, 26 ayat 2, 26 ayat 3, 27 yat 3, bab
Xa, bab XII pasl 30, bab XI pasal 36a, pasal 36b, pasal 36c. Perubahan dimasa
yang akan datang adalah dalam upaya menyempurnakan UUD 1945 yaitu syarat-syarat
Presiden dan Wakil Presiden tata cara pemilihan Presiden dan Wakil Presiden,
sistem pertanggunjawaban pemberhentian susunan badan perwakilan, DPA, BPK, dan
Badan Peradilan serta perlu dipertimbngkan, menambahkan ombudsman MK dan Bank
Sentral. Pembaharuan UUD hanya salaah satu cara untuk menyusun kembali negara
RI menjadi negara demokrasi berdasarkan ats hukum yang bertujuan untuk
mewujudkan kemakmuran atas keadilan sosial atas seluruh rakyat Indonesia.
Mengenai
konsep pokok penyelenggara konstitusi memang terdapat hubungan antara
konstitusi dengan konsep penyelenggaraan negara. Konstitusi sebagai asas dan
norma memuat ketentuan mengenai bentuk bagian juar dan bagian dalam bentuk
suatu negara. Bagian luar menyangkut bentuk negara apakah menjadi negara
kesatuan atau negara federal dn bentuk pemerintahan negara kerajaan atau negara
republik dn bentuk bagian dalam mengenai ala-alat kelengkapan organisaasi
negara. Secara sosiologis, selalu ada hubungan antara pendekatan pemikiran.
Saat konstitusi dijalankan berbagai perkembangan kenegaraan bukan saja
dipengaruhi namun ditentukan oleh konstitusi. Tetapi sejak saat berjalan atau
dijalankan, hukum tertulis mempunyai kehidupan tersendiri bebas dan lepas dari
pikiran dan kehendak pembentuknya. Secara koseptual, ada berbagai negara yang
bertolak dari dasar-dasar yang sama. Persamaan ini dapat terjadi atas dasar
ideologi, kegamaan dan lain-lain.
Konsep
bernegara dalam susunan kenegaraannya tidak semata-mata ditentukan oleh paham
atau ideologi tertentu. Konsep negara kekeluargaan yang hendak dijadikan dasar
atau asas perekonomian nasional merupakan pengejawatan nilai budaya bangsa dan
berbagai kenyataan sosiologis akibat penjajahan dan lain sebagainnya. Ada tiga
konsep besar kenegaraan yang mempengaruhi asas dan norma UUD 1945. Pertama,
konsep kenegaraan berasal dari pemikiran barat yaitu praktik liberlisme dan
sosialisme. Pemikiran liberalisme tampak pada unsur-unsur yang bertalian dengan
sistem organisasi dan kekuasaan negara dan pemerintahan. Tampak sekali pengaruh
pemikiran sosialisme, seperti konsep tanggungjawab negara dalam mewujudkan
keadilan sosial, atau kemungkinan negara mengelola kegiatan ekonomi. Kedua,
pemikiran asli rakyat Indonesia, yaitu berkehendak mentransformasikan secara
lebih utuh pemikiran asli yang dikonfrontasikan dengn pemikiran barat maupun
keagamaan. Pemikiran asli hanya terbatas pada prinsip-prinsip selain terbatas
pada asas-asas, juga disesuaikan dengan kenyataan dan kebutuhan baru Indonesia
merdeka sebagai negara nasional yang mencakup berbagai sub kultur yang luas.
Ketiga, bersumber pada pemikiran keagamaan, yaitu merupkan wujud pemikiran
kegamaan dalam konsep kenegaraan. Seperti kemerdekaan adalah rahmat Allah
merupakan pula pengaruh pemikiran keagamaan dalam konsep kenegaraan.
Adapun
konsep kenegaraan yang diterima sebagai prinsip-prinsip bernegara yaitu negara
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, kerakyatan atau kedaulatan rakyat, atas
hukum, konstitusi, pembagian kekuasaan dalam penyelenggaraan negara, negara
kesatuan dengan sistem otonomi, pemerintahan republik, memikul tanggungjawab
dan berkewjiban menjamin keadilan sosial.
Konsep-konsep
kenegaraan tersebut merefleksikan beberapa hal. Pertama, Indonesia merdeka
adalah sebuah negara modern yang akan menjunjung tinggi nilai-nilai universal.
Kedua, secara sosiologis, konsep kenegaraan tersebut juga sebagai reaksi
terhadap sistem pemerintah kolonial yang otoriter dan menindas. Ketiga,
kehendak yang kuat dari pemimpin pergerakan yang kemudian hendak menyusun UUD
1945 untuk menemukan jalan sendiri sesuai dengan kenyataan sosial, politik,
ekonomi, dan budaya bangsa Indonesia. Adapun permasalahan yang timbul dalam
pelaksanaan konsep-konsep tersebut. Pertama, aktor yang bertindak sebagai
penyelenggaraan negara menafsirkan konsep-konsep kenegaraan yang disepkati
tersebut berdasarkan paham atau pemikirannya sendiri bukan berdasarkan
kesepakatan yng tertung dalam UUD. Aneka ragam sebutan demokrasi seperti terpimpin,
pancasila, dan berdasar ajaran islam mencerminkan pemahaman yang berbeda
mengenai kedaulatan rkyat yang tertuang didalamnya. Kedua, UUD 1945 yang dibuat
dengan tergesa-gesa kurang mengatur mekanisme penyelenggraan seperti sistem
kontrol penyelenggaraan negara. Ketiga, belum pernah mempunyai kesempatan
dilkasankan sesuai dengn konsep-konsep dasar yang dimuat didalamnya.
Dalam
metode perubahan terdapat dua sudut. Pertma sistem pembaharuan dan
perorganisasian penyelenggaraan sistem perubahan. Sistem pembaharuan didlamnya
terdapat dua yaitu perubahan dan perganntian. Perubahan biasa disebut dengan
amandemen yang biasa dilaksanakan dengan tata car resmi dan gtidak resmi.
Pertama tata perubahan yang tidak resmi dilakukan dengan menbangun
prakti-praktik kenegaraan sesuai dengna prinsip dasar UUD 1945. Kedua perubahan
dengan secara resmi terdapat dua pendakatan didalamnya, perubahan atau
amandemen dan penggantian atau disusun baru. Sistem pengorganisasian
penyelenggaraan perubahan didalamnya terdapat dua pilihan. Pertama MPR sebagai
pemegang kekuasaan mengubah UUD dan menjalankan sendiri perubahan itu. Tata
cara MPR yang ditempuh dalam perubahan kedaua tahun 2000 yang sampai saat ini
masih dilaksanakan didalamnya berisi tentang perubahan komisi tentang UUD yang
menetapkan perubahan UUD atau sekedar perncang UUD. Menyadri secaara
konstitusional wewenng melaksanakan perubahan terhadap MPR maka MPR yang
berwenang membentuk komisi negara perubahan UUD. Langkahnya, MPR membentuk
sendiri komisi negara perubahan UUD termasuk anggotanya. Selanjutnya MPR
menugasi Presiden membentuk komisi perubahan Uud termasuk anggitamnya dan
meknisme pekerjaannya. Hasil perubahan UUD dapat diuraikan dalam sifat-sifat
perubahan yang dilihat dari ketentuan asli UD1945. Perubahan itu bersifat
peralihan kekuasaan, penegasan pembatasan kekuasaan, pengimbangan kekuasaan,
penegasan ketentuan yang sudah ada, tambahan sebagai suatu yang baru,
meniadakan hal-hal yang tidak perlu dan menbangun pradigma baru.
Dalam
kurun waktu tiga tahun antara tahun 1999-2002 telah terjadi empat kali perubahan
akibat dari perubahan tersebut ketentuan yang menjadi du kali lipat dibanding
dengan ketentuan lama. Ini menjadi persoalan akibat perubahan UUD 1945. Sebagai
badan yang memiliki wewenaang yang besar, bebas, dan merdeka, hakim dituntut
mengembangkan dan menghidupkan UUD agar tetap aktual. Yang paling dijaga hakim
yang mempunyi wewenang menguji peraturan perundang-undangan, jangan sampai masuk
dalam pemilihan politik, menjadi bagian dari pembentuk UUD atau mencapuri
urrusan pemerintah.Dalam praktik ketatnegaraan cara lain menjamin dinamika atau
katualisasi UUD melalui praktik ketatanegaraan atau praktik pemerintahan dengan
kata lain disebut dengan konvensi. Konveksi ketatanegaaraan merupakan salah
satu tradisi yang sangat mendalam dalam sistem ketat negraan.Paradigma yang
mendasari sebelum perubahan memunculkan dasar-sasar yang kokoh yang dikeluarkan
oleh pendiri bangsa. Dasar tersebut menjadi sendi susunan dan ketanegaraan
Indonesia. Dasar itu meliputi filosofis politik dan hukum sosial dan ekonomi.
Salah satu sistem sendiri adalah menolak sistem liberal individualistik, Indonesia
merdeka disusun atas dasar gotong royong sebagai sistem integralistik memilih
sistem presidensil yang menjalankan pemerintahan, bukan sekedar pilihan
praktis. Indonesia merdeka tidak akan menggunakan sistem parlementer karena sitem
parlementer bersifat liberal, sistem perekonomian didorong oleh keinginan
membangun sistem sendiri.
Dalam
sejarah, perubahan UUD 1945 telah dilakukan dua bulan sejak ditetapkan. Praktik
atau kebiasaan ketatanegaraan dikembangkan sebagai cara memperkokoh pondasi
ketatanegaraan atau konstitusional bukan sebaliknya menggerogoti ketatanegaraan
konstitusional apabila makna perubahan diperluas atau di ganti UUD 1945. Perubahan
juga terjadi pada waktu konstitusi RIS atau UUDS 1950 berlaku. Sebelum
perubahan thun1999-2002 UUD 1945 telah berkali-kali berubah. Pelanggaaran
prinsip-prinsip hukum, pergeseran paham kedaulatan rakyat menjadi kediktatoran
semuanya berdasar pada berbagai kekurangan atau kelemahan UUD 1945. Jika
dibanding dengan keadaan sebelum reformasi perubahan UUD 1945 telah banyak
membawa perubahan kedaulatan rakyat dan demokrasi berkembang pelaksanaan negara
hukum atas pelanggaran HAM meningkat pesat. Bedanya, sebelum reformasi keluhan
yang muncul akibat tekanan atau ketidakadaan kebebasan keluhan reformasi keluar
karena kebebasan yang berlebihan. Apabila dilakukan pengelompokkan berdasar
pada perubahan yang telah terjadi empat kali meliputi perubahan paradigma
menyempurnakan ketentuan yang ada meniadakan ketentuan yang menimbulkan
kerancuan, menambah ketentuan atau mengganti menegaskan hal yang tidak bisa
diubah. Paradima yang baru yang muncul dari perubahan berkaitan dengan
lembaga-lembga negara misal MPR, DPR dan Presiden dan paradigma lain seperti
tatanan politik, ekonomi, sosial. Berkenaan dengan konsep dan konsepsi baru yang
berbeda bahkan bertentangan arah dengan konsep atau konsepsi dari para penyusun
UUD 1945.
Tentang
MPR. Sebelum adanya perubahan MPR memiliki karakteristik. Pertama, sebagai
badan yang melakukan kedaulatan rakyat sepenuhnya. Kedua, anggota MPR terdiri
dari nggota-anggota DPR utusan daerah dan utusan golongan. Ketiga, MPR bukan
sebagai badan pembuat peraturan kecuali funsinya sebagai penetap dan pengubah
karena tidak tepat MPR menetapkan berbagai peraturan diluar ketetapan UUD.
Keempat, MPR bukan badan sehari-hari hanya bersidang untuk mengubah UUD
menetapkan GBHN, memilih dan memberhentikan Presiden dan Wakil Presiden yng
dilaksanakan pada waktu-waktu tertentu. Hanya ada satu sumber kedaulatan rakyat
atau sistem sumber pelaksanaan sumber yang sentralistik. Perbedaan antara MPR
dengan sumber pelaksanaan kedaulatan rakyat adalah MPR tidak menjalankan
kekuasaan monolitik kediktatoran melainkan sebagai badan yang melaksanakan
kedaulatan rakyat. Kedua, walaupun menjadi sumber kebijakan kedaulatan rakyat
kekuasaanya terbatas hanya menetapkan mengubah UUD menetapkan GBHN, serta
memilih dan mentapkan Presiden. Ketiga meskipun sebagai sumber kebijakan. MPR
hanya menetapkan garis besar dalam UUD dan GBHN. Pelaksanaan kedaulatan ada dan
dijalankan oleh lembaga-lembaga negara dan lembaga pemerintahan yang lain.
Kenyataan diatas menimbulkan skepsisme yang bukan terbatas pada pelaksanaan
teatapi paradigma yang menjadi susunan MPR. Paradigmnya adalah perubahan
kedudukan MPR yang berkedudukan sama dengan lembaga negara lainnya tidak lagi
melaksanakan sepenuhnya kedaulatan rakyat dan tugas dan wewenangnya telah
dibagi sesuai dengan ketentuan UUD. Perbahan hubungan antara MPR dengn lembg
lin sebelum perubahan UUD 1945 hanya mengatur hubungan eksplisit MPR, DPR, dan
Presiden. DPR seluruh anggotanya di anggota MPR. Presiden dipilih dengan suara
terbanyak oleh MPR. Beberapa hubungan anatara MPR dan Presiden adalah Presiden
merupakan mandataris MPR, Presiden bertangungjawab terhadap MPR, Presiden
bertunduk kepada MPR, Presiden melaksanakan GBHN yang ditetapkan MPR dan
ketentuan lainn yaitu Presiden dapat diberhentikan MPR, Presiden wajib
menyampaikan laporan pelaksanaan GBHN kepada MPR. Setelah perubahan UUD 1945
atas dasar paradigma baru perubahan hubungan MPR dengan lembaga lain sebagai
berikut. Presiden dan wakil tidak dipilih MPR namun dipilih langsung melalui
pemilihan umum. Perubahan ini didsarkan pada pemilihan langsung lebih
demokratis, menghindari kooptasi terhadap MPR dan pemilihan langsung dapat
menghindari money politic. Namun, semua anggapan diatas tidak dapat diwujudkan
dengan baik malah sebaliknya money politic lebih mengganas partisipasi rakyat
belum mencerminkan kebebasan memilih serta mutu pemilihan tidak berjalan dengan
baik setelah kekhawatiran itu muncul akhirnya dibicarakan dalam rapat BPUPKI
dan PPKI yang akhirnya berkesimpulan bahwa pemilihan Presiden dan wakil tetap
dilakukan oleh MPR serta pemberhentiannya pula oleh MPR.
Hubungan
MPR dan DPR. Walaupun ada perubahan UUD anggota DPR tetap sebagai anggota MPR dan
tetap terkait dengan pemberhentian Presiden dan Wakil Presiden. Tentang
pemberhentian Presiden inisiatifnya harus datang dari DPR. Perubahan susunan
keanggotaan DPR hanya terdiri dari anggota-anggota DPR dan anggota DPD tidak
ada lagi putusan golongan. Perubahan ini dilakukan atas dasar keinginan
mengubah sistem badan perwakilan. Terdapat berbagai alasan meniadakan putusan
golongan. Pertama, sulit menetukan golongan yang berhak sebagai perwakilan di
MPR, terjadi penyalahgunaan wewenang, selain itu telah berkembang
golongan-golongan diluar golongan ekonomi, seperti dikehendaki penyusun UUD.
Utusan daerah juga mengalami perubahan dengan hadirnya DPD, tujuannya untuk mengadakan
kooptasi selama orde baru utusan daerah yang dicita-citakan penyusun UUD
sebagai pemegang kepentingan rakyat daerah ternyata lebih mewakili kepentingan
politik. Tidak ada badan perwakilan rakyat yang tidak bersifat politik apalagi
dengan wewenang legislatif yang menguasai pemerintah. Tentang perubahan
wewenang MPR sebagai konsekuensi perubahan kedudukan, perubahan hubungan,
susunan, wewenang. Wewenang MPR tidak lagi dijalankan atas dasar kekuasaan yang
tidak terbatas. Wewenangnya terbatas pada kekuasan yang diatur dalam UUD yaitu
menetapkan, mengubah UUD, melantik dan memberhentikan, serta memilih Presiden
dan Wakil Presiden. Pada dasarnya wewenang tersebut dengan sebelum perubahan.
Bedanya ada pada tata cara pelaksanaannya. Wewenang penting yang ditiadakan
yaitu menetapkan GBHN dan meminta pertanggungjawaban Presiden. Lembaga ini
tidak lagi berwenang membuat ketetapan diluar ketetapan UUD sebagai wujud
pelaksanaan kedaulatan rakyat sebelumnya. Tentang DPR sebelum perubahan
sebelumnya adalah kuat, tidak bisa dibubarkan oleh Presiden karena berlainan
dengan sistem parlementer. Kecuali anggota DPR merangkap menjadi anggota MPR.
Karenanya, DPR senantiasa dapat mengawasi kebijakan Presiden dan jika ia
melangar haluan negara badan ini akan diundang dalam persidangan istimewa dalam
upaya pertaanggungjawabannya kepada Presiden. Secara pradigma penjelasan diatas
mencerminkan aspek prinsip pemisahan kekuasaan antara Presiden dan DPR.
Presiden tidak bertanggungjawab pada DPR tetapi Presiden tidak dapat
membubaarkan DPR. Ungkapan kekuatan eksekutif ada benarnya, karena realitanya
Presiden lebih kuat karena selain tugasnya menjalankan kekuasaan eksekutif juga
memegang kekuasaan membentuk UUD. Dengan demikian, menjadi persoalan dan
masalah yang hanya dapat diatasi oleh DPR sendiri agar kekuasaannya dapat berimbang
dengan pelaksanaan kekuasaan Presiden.
Dapat
dikatakan rumusan perubahan dalam sudut pandang lain menggeser paradigma lama
dan sudut pandang lain tidak sesuai dengan paradigma baru yang diharapkan
menyeimbangkan kekuasaan Presiden dan DPR. Penguatan DPR meliputi pergeseran
pembentukan UUD hak-hak DPR dan anggota DPR yang didalamnya terdapat hak
interplasi angket atau hak penyidikan. Hak-hak ini berkaitan dengan fungsi
pengawasan DPR.
Tentang
presiden, berdasarkan ungkapan kekuatan eksekutif diperkenalkan berbagai
pardigma baru tentang jabatan kepresidenan. Paradigma tersebut mencangkup tata
cara mengisi jabatan Presiden dan wakil, pembatasan, sistem penindakan
presiden. Pengisin jabatan presiden dan wakilnya dipilih MPR dengan
pertimbangan rakyat belum siap menjalankan pemilihan langsung dan dikhawatirkan
akan menimbulkan perpecahan, pertimbangan lain presiden harus memiliki
kemampuan kuat dan kualitas yang baik untuk menjalankan pemerintahn negara
baru. Apakah kesementaraan yang menjadi sifat pemilihan menjadi pemilihan langsung
itu dapat berjalan dengan baik, ternyata bertolak belakang dengan keadaan
sebenrnya, kesadaran atau partisipasi politik rakyat tidak serta merta menjamin
tidak terjadinya money politics. Politik ini tidak saja menjamin yang dipilih
akan memegang tanggungjawab dengan baik malah sebaliknya, tanggungjawab yang
dipilih semakin minim.
Secara
paradigmatik, pemilihan langsung dimksudkan untuk lebih memperkuat kedudukan
presiden dan wakilnya, namun dengan sistem pemilihan proporsional dan sistem banyak
partai justru melemahkan presiden dan wakil presiden, karena sistem ini sering
diidentikkan dengan pembagian kekuasan. Dalam ranah pengujian dan keseimbngan
antara eksekutif dan legislatif bertujuan untuk mencegah tindakan sewenang-wenang,
melampaui wewenang. Dalam sistem presidensial antara eksekutif dan legislatif
berdiri sendiri-sendiri, terpisah satu dan lain kecuali pada pengawasan dan
penyeimbangan. Walaupun ada pengawasan pengawasan secara tidak langsung melalui
penggunaan hak anggaran dan kekuasaan pembentuk undang-undang. Selama ini
perubahan UUD tidak taat asas, yang mencampur-adukkan antara hubungan
legislatif dan eksekutif dalam sistem presidensial dengan sistem parlementer
terhadap presiden.yng terjadi pada tata kerja DPR saat ini adalah fungsi
pengawasan lebih menonjol dari fungsi legislatif.
Tentang
pembatasan kekuasaan presiden, mencakup memindahkan kekuasaan membentuk
undang-undang menjadi kekuasaan DPR (pasal 20A) serta mengubah kekuasaan
Presiden menjadi kekuasaan bersama (Pasal 13 dan Pasal 14).
Berbagai
kekurangan atau kelemahan UUD 1945 telah mengakibatkan terjadinya pelanggaran
hak asasi manusia, pelanggaran prinsip-prinsip negara hukum, pergeseran paham
kedaulatan rakyat menjadi kediktatoran, executive heavy, serta tidak
berjalannya checks and balances. Hal-hal tersebut menjadi alasan utama
dilakukannya perubahan UUD.
Setiap
ahli hukum yang mendalami konstitusi akan menemui perbedaan konstitusi.
Konstitusi federal, negara kesatuan, tertulis dan tidak tertulis, dan rigid dan
fleksibel. Kesemuanya merupakan konsep yang bersifat akademis dalam prakteknya
terdapat subtansi umum yang ada pada setiap konstitusi. Setiap negara pasti memiliki
sekaligus antara tertulis dan tidak tertulis. Semuanya memuat dasar fundamental
negara susunan alat kelengkapan negara, kependudukan dan kewarganegaraan,
bentuk negara serta bentuk kepemerintahan. Perbedaan antara konstitusi rigid
dan fleksibel bertolak dari cara perubahan konstitusi. Fleksibel jika perubahan
tidak berbeda dengan tata cara pengubahan UUD. Dikatakan rigid jika perubahan
mensyaratkan tata cara khusus yang berbeda dengan perubahan UUD. Pandangan lain
mengatakan rigid atau fleksibel tolak ukurnya pada diubah atau tidaknya
konstitusi. Pengertian rigid dan fleksibel berkaitan dengan tata cara perubahan
atau yang disebut perubahan secara formal yang hanya diterapkan pada konstitusi
tertulis. Berdasarkan penjelasan diatas yang dimaksud dengan rigid dan
fleksibel hanya mengenai atau berlaku untuk konstitusi tertulis (UUD). Semua negara
memiliki konstitusi tertulis dan tidak tertulis begitu pula negara yang
mempunyai UUD selalu disertai konstitusi tertulis dan tidak tertulis. UUD selalu
berkedudukan paling tinggi dihadapan konstitusi tertulis lainnya (UU) tetapi
tidak selalu demikian dihadapan konstitusi yang tidak tertulis, khususnya
konvensi dan putusan hakim.
UUD
rigid tidak terbatas pada tata cara perubahan dengan cara yang khusus melainkan
mencakup pula berbagai sendi atau kaidah yang tidak dapat diubah. Walaupun
tidak diatur sudah semestinya hal-hal yang menjadi sendi-sendi utama UUD tidak
dapat atau tidak akan menjadi objek perubahan. Konstitusi yang fleksibel telah
dikemukakan dalam UUD, UU, Konvensi ketatanegaraan, dan putusan hakim. Selain
membuat rincian ketentuan UUD juga sebagai cara aktualisasi UUD sehingga UUD
menjadi kaidah yang hidup. Namun kenyataanya ada saatnya kaidah diluar UUD
membawa akibat pergeseran makna dlam UUD. Mendiamkan atau menambah ketentuan
UUD menggeser arti. Salah satu dasar reformasi adalah keinginan untuk secara
sungguh-sungguh melaksanakan sendi-sendi, tujuan, asas dan kaidah UUD 1945.
Namun kenyataannya dalam pembentukkan dan pelaksanaan UUD seperti UU pemilihan
Presiden dan Wakil Presiden, UUD pemilihan umum, UUD tentang MPR, DPRD, DPD, dan
DPR-RI, UU alat-alat kelengkapan negara diluar Presiden, UU kewarganegaraan, UU
Kepartaian dan UU pemerintahan daerah. UU yang disebut diatas biasa disebut
dengan UU bidang politik yang biasanya dapat dibedakan antara yang bersangkutan
dengan suprastruktur politik dengan undang-undang yang bersangkutan dengan
infrastrtruktur politik. Dari sistemik ilmu hukum tata negara, uu suprastruktur
politik termasuk kedalam lingkup hukum tatanegara dan bertalian langsung dengan
UUD.
Praktik
dan tingkah laku pemerintahan telah mengemukakan mengenai struktur politik yang
dibedakan antara suprastruktur dan infrastruktur. Pada tingkat suprastruktur hanya
akan dicatat mengenai praktik dalam lingkup jabatan DPR dan kepresidenan.
Infrastruktur akan dicatat praktik pemerintahan.
Dalam
setiap negara demokrasi partai politik yang bebas dan mandiri merupakan suatu
kewajiban. Namun, hanya bebas dan mandiri tidaklah cukup. Partai politik yang
sehat adalah partai politikk yang bertanggungjawab mewujudkan prinsi-prinsip
dan tujuan negara selain menjalankan funsi, mengelola negara, memerintah
mengontrol dan fungsi lain yang melekat pada partai politik. Ciri-ciri dari
partai politik yang sehat adalah partai politik harus senantiasa memperjuangkan
kepentingan rakyat banyak, wajib memiliki program yang akan diperjuangkn sesuai
dengan sendi dan tujuan bernegara, senantiasa memiliki kemitraan dengan rakyat,
berperan sebagai pendidik publik untuk pematangan demokrasi, melatih
kemandirian dan kemajuan rakyat banyak.
UUD
1945 tidak setiap saat dapat diketemukan karena merupakan hukum positif
tertinggi negara RI. Memang pada kenyataanya UUD 1945 pernh secara resmi
ditinggalkan yaitu dengan berlakunya konstitusi RIS. Sejak Dekrit Presiden RI,
UUD 1945 menjadi hukum negara tertinggi yang berlaku sampai detik ini. UUD 1945
yang disahkan PPKI adalah hasil rumusan BPUPKI tanggal 18 Agustus 1945 telah
dilakukan pembahasan ulang dan kesemuanya merupakan hasil kerja BPUPKI. Salah
satu gagasan dasar reformasi adalah secepat mungkin melakukan perubhan UUD 1945
baik para ahli hukum, para ahli politik, praktisi politik, berpendapat bahwa
segala bentuk penyimpangan atau penyelewengan pelaksanaan UUD 1945 bersumber
dari Uud 1945. Semestiny tidak ada perdebatan ilmiah maupun praktis perjalanan
UUD 1945 dimasa orde lama dan orde baru. Memang benar jika demokrasi sebatas
dari sudut pandang hukum tata negara ada tiga sumber kelemahan UUD 1945.
Pertama, muatan perubahan UUD tidak berjalan seiring dengn konsepsi dasar UUD
tentang sistem pemerintahan. Kedua, kelemahan bersumber dalam UUD yaitu UUD
orgnik. Ketiga, tingkah laku politik atau praktik politik.
Aktualisasi
UUD 1945 dapat dilakukan dengan perubahan formal. Ada tiga model peran UUD
dalam perjalanan bangsa dan negara. Pertama, negara yang dibangun dipeliharaa
dan dikembangkan dengan terus menerus memelihara daan mengaktualisasikan UUD.
Kedua, negara melakukan pembaharuan UUD dengan cara mengganti atau menyusun UUD
baru. Ketiga, negara kediktatoran atau otoriter, mebuat dan memiliki UUD
sekedar pajangan dan aturan mati.
Konstitusi
tidak selalu atau tidak hanya berkaitan dengn negara. Banyak sebutan lain
seperti konstitusi paartai, himpunan, negara karena ia merupakan kumpulan asas
dan kaidah yang mengatur mengenai organisasi yang meliputi susnan organisasi,
bentuk orgnisasi, jabatan dalam organisasi, kekuasaan, tnaggungjawab, tugas
wewenang, mengisi jabatan hubungan antar pejabat, batasan wewenang, batas
kekuasaan organisasi dan seluk beluk organisasi.
Dalam
kehidupan sehari-hari, sering kali terjadi pencampuran sebutan antara UUD dan
konstitusi. Kerancuan ini timbul karena beberapa sebab. Ada negara-negara
konstitusional yang tidak mempunyai UUD. Contohnya kerajaan Inggris yang sampai
saat ini tidak memiliki UUD. Namun, tidak seorang pun yang meragukan Inggris
adalah negaraa konstitusional. Kedua, kata constition dalam bahasa inggris sama
artinya dengan UUD. UUD hanyalah salah satu dari ketentuan konstitusi.
Menghidupkan
konstitusi dalam tulisan ini berarti menjalankan norma-norma konstitusi sesuai
dengan keadaan-keadaan nilai-nilai dan kebutuhan masyarakat. Ada tiga faktor
yang menjadi faktor penyebab problematikannya penafsiran UUD. Pertama, muncul
karena UUD tidak secara eksplisit mempertimbangkan banyak hal. Meskipun ada
pengaturan dalam konstitusi namun aturan-aturan tersebut dituls dengan bahsa
yang terbuka.Meskipun senantisa muncul pertanyaan mengenai penafsiran dalam
hukum tata negara berkenaan dengan hak-hak fundamental namun persoalan yang
mendasar yang biuasa menjadi perdebatan adalah ketepatan pengadilan menafsirkan
ketentuan-ketentuan untuk melindungi hak-hak yang tidak secara eksplisit diatur
dalam konstitusi.
Ada
dua permasalahan dan yang sering diperdebatkan untuk menjadi negara yang
demokratis. Pertama, amandemen konstitusi dan yang kedua pembentukan
konstitusi. Perubahan konstitusi tidak dapat dielakkan karena dilihat dari
sejarah penyusunan maupun sebagai produk hukum yang mencerminkn pikiran dan
kepentingan yang ada saat itu UUD akan habis apabila tidak diadakan pembaharuan
sesuai dengan dinamika kehidupan masyarakat. Pembentukan konstitusi merupaka
satu haal penting karena peran atau fungsi yang diemban oleh konstitusi.
Konstitusi dapat berperan sebagai legitimasi pelaksanaan kekuasaan yang ada
pada suatu negara serta melindungi kepentingan rakyat. Memperkuat prinsip
negara hukum yang demokratis melalui perubahan undang-undang dasar 1945, salah
satu perubahan mendasar dalam uud 1945 yaitu dimasukkannya ketentuan dalam
pasal yang menyatakan bahwa negara indonesia adalah negara hukum. Rencana perubahan
UUD 1945 telah dicanangkan dan perubahan konsep secara jelas,kelembagan
negra,kekuasaan kehakiman, pemda,HAM, merupakan konsep pembaharauan dan
perubahan UUD kedepan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar