Business

Minggu, 23 November 2014

Resume Buku Memahami Konstitusi (Makna dan Aktualisasi)


Resume
Oleh : Dewi Ismayanti

Buku      :Memahami Konstitusi Makna dan Aktualisasi
Pengarang :Prof. Dr. Bagir Manan, S.H. MCL dan Susi Dwi Harijanti, S.H. LLM, Ph.D
Cetakan    : PT Raja Grafindo Persada Jakarta


Terdapat berbagai makna serta pengertian Konstitusi yang kesemuanya tergantung pada sudut pandang setiap orang. Konstitusi juga dappat dikaji dari berbagai aspek hukum, politik, dan sosial. Konstitusi sebuah negara haruslah merupakan catatan kehidupan sebuah bangsa sekaligus mimpi yang belum terselesaikan. Konstitusi juga menjadi autobiogarfi menggambarkan kemajemukan. Visi, mimpi dan tujuan seluruh masyarakat, menggambarkan seluruh sistem pemerintahan suatu negara dan kumpulan aturan yang membentuk dan mengatur pemerintahan. Konstitusi merupakan negara yang termuat dalam sebuah dokumen. Secara umum supremasi tersebut dijamin melalui beberapa cara yaitu prosedur perubahan yang berbeda dengan prosedur perubahan serta mekanisme pengujian perundang-undangan. Pendapat lain mengemukakan bahwa konstititusi dalam arti tipis dan tebal. Arti tipis, aturan atau hukum yang mengtur dan membentuk organisasi pemerintah baik merupakan kewenangan ataupun prinsip suatu negara. Sedangkan konstitusi arti tebal adalah menetapkan, mempertahankan, memformulasikan, memastikan organ-organ utama negara termasuk kewenangannya.
Dari pendapat tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa konstitusi dalam bentuk dokumen maupun aturan tertinggi mempunyai karakter yang berbeda dengan peraturaan perundang-undangan yang lainnya. Karakter aspirasi ideologi menunjukkan konstitusi yang memuat tujuan yang ingin dicapai bersama-sama.
Konstitusi dalam masa transisisi sering kali dibentuk karena hal-hal yang mencerminkan ketidakadilan di masa lalu atau merefleksikannya. Karena merupakan respon terhadap hal-hal yang terjadi dimasa lalu maka dapat terjadi pembentukkan atau perubahan konstitusi yang tidak disertai dengan konsep yang jelas. Berikut adalah beberapa tantangan dalam perjalanan  perubahan UUD 1945. Yang pertama, bagaimana pentingnya demokrasi yang ideal dan disepakati karena selama ini masih terjadi pebedaan pendapat tentang bagaimana bentuk demokrasi yang ideal bagi Indonesia. Contohnya pada kasus status gubernur Yogyakarta sebagai kepala daaerah yang diakui oleh negara bahkan diatur dalam undang-undang. Kedua, tidak ada pelaku utama politik yang mampu menyatukan pendapat tentang perubahan undang-undang yang dirembukkan demokrasi yang di musyawah pasal per pasal.
Pengontrol revolusi konstitusi harus dapat membedakan kekuasaan yang sebelumnya dia emban agar tidak terjadi institusi lembaga yang sangat kuat dan ada kewenangannya ynag dibatasi. Setiap negara selau menentukan sendiri perjalanan ketatanegaraannya. Namun terdapat negara-negara yang berdasarkan perkembangan ketatanegaraan melalui pembentukan atau perubahan konstitusi.
Mengutip kata-kata sukarno pada sidang PPKI yang berbunyi, “Undang-undang Dasar adalah UUD sementara ini adalah UUD Kilat, nanti kalau kita telah bernegara didalam suatu suasana yang lebih tentram kita tentu akan mengumpulkan kembali MPR yang dapat membuat UUD yang lebih lengkap dan lebih bsempurna. Dalam kutipan diatas dapat dimaknai bahwa pendiri negara kita memahami bahwa UUD yang telah dibentuk harus dilakukan perubahan sesuai dengan perkembangan.
 Negara ini merdeka dan berdaulat bukan sekedar antitesis terhadap kolonialisme melainkan mebawa berbagai cita-cita, konsep bahkan ideologi yang kesemuanya dituangkan dalam susunan dan menjadi pondasi berbangsa dan bernegara. Ucapan bahwa Indonesia adalah anak zaman benar karena Indonesia tumbuh dan berkembang. Di Indonesia merupakan konsep yang menjadi dasar tidak terlepas dari pemikiran dan gambaran saat itu. Paham yang melandasi ciri negara atau mendirikan negara pada saat itu adalah paham kebangsaan atau nasionalisme demokrasi kesejahteraan yang berlandaskan hukum. Didalam UU juga telah dijelaskan bahwa cita-cita atau dasar ideologi merupakan tubuh Indonesia. Ungkapan bahwa pada sebelumnya yang mengatakan adalah zaman terbukti pada proses tarik menarik kekuasaan bangsa luar terhadap indonesia yang saat itu sedang berkuasa sebagai anggota masyarakat internasional, Indonesia tidak terlepas dengan hubungan dengan dunia baik berupa ideologi maupun kepentingan. Saat itu indonesia tidak bisa melepaskan diri dari pergolakkan yang terjadi karena pada saat itu terkait dengan bangsa lain. Namuun hal itu, tak menggoyahkan Indonesia dalam menghadapi globalisasi ideologi yang bukan saja saling berbeda namun melahirkan konflik dan menjadikan Indonesia merupakan tempat menguji kekuatan. Segala bentuk perbedaan perlakuan dan bentuk diskrimanisi perlahan mengendur dan ditiadakan. Dibidang ekonomi, dunia hanya mengenal satu pasar yaitu pasar dunia yang aturannya dibuat untuk mengatur perdangangan dalam lingkup dunia. Tak berbeda pula dengan bidang ideolgi, globlalisasi menuntut pembatasan pengertian dan pemaknaan ideologi sebagai dasar negara. Meskipun tidak sampai pada mengubah konsep dan dasar neagara namun dengan adanya perbedaan perlakuan, tidak dapat dielakkan peninjauan kembali berbagai paradigma. Baik paradigma konsep, sendi, atau ideologi bernegara serta kebijakan penyelenggaran berbangsa dan bernegara. Dari perubahan paradigma tersebut yang dapat tersentuh adalah tatanan konstitusional yang diatur dalam UUD.
Salah satu faktor penting yang mempengaruhi susunan dan isi UUD 1945 adalah suasana tergesa-gesaannya akibat situasi peperangan yang terjadi dimasa itu. Seperti ulasan sebelumnya yang menyatakan bahwa pendiri negara indonesia menyadari bahwa ketegesa-gesaannya dalam menyempurnkan UUD 45 dan itu telah tegas diatur dalam batang tubuh UUD yang memberi kewenangan kepada MPR untuk menyempurnakan. Tidak adanya pengawasan kewenangan oleh badan peradilan untuk menilai peraturan perundangan atau tindakan pencegahan pemerintah dalam pelanggaran asas demokrasi dan negara berdasarkan atas hukum dapat mengurangi mekanisme membangun hukum akibat perkembangan politik dan ketata negaraan baik berupa pertentangan ideologi secara globlal ataupun sistem kepartaian dan sistem pemerintahan yang terjadi menimbulkan ketidak stabilan pemerintahan dibawah UUDS 1950 menjadi salah satu faktor penyebab berlakunya kembali UUD 45. Namun, terdapat celah dalam pemberlakuan ini karena melihat aspek kestabilan kepemerintahan tanpa memperhatikan sifat sementara UUD baik berupa prosedural maupun substansi akibat dari ketidakstabilan pemerintah, kurang ketidaksempurnaan uud terjadi pemanfaatan prinsi kekuatan pemerintahan yang menjelma menjadi pemerintah otoriter. Dari cita-cita, gagasan, ideologi tuntutan disegala bidang dipandang perlu dilakukan perubahan dan pembaharuan uud 45. Selain itu terdapat ruang lembaga pemerintahan melakukan pemusatan kekuasaan atas hukum. Dalam proses perubahan dan pembaharuan UUD terdapat dua proses yaitu, formal maupun tidak formal. Pembaharuan tidak formal dilakukan dengan pertumbuhan kebiasaan putusan hakim atau peraturaan perundangan biasa. Selama ini, pembaharun non formal menunjukkan penyimpangan dari prinsip konstitusi dan menjadi instrumen pemusatan kekauasaan pemerintahan. Untuk menjamin pembaharuan uud yang dilakukan dalam upaya memperkokoh pondasi bernegara yang berasakan konstitusi harus dilakukan perubahan secara formal.
 Perubahan ini dilakukan tidak hanya bertujuan menyesuaikan dengan fenomena baru yang timbul akibat globalisasi dan mengurangi akibat ketergesa-gesaan uud. Perubahan UUD 45 bertujuan memantapkan secara konseptual peran dan fungsi UUD dalam negara. UUD tidak mengatur secara statis bentuk dan susunan negara melainkan berbagai fungsi dinamik yang berkaitan dengan mekanisme penyelengaraan negara dan pemerintahan. Namun, tidak memuat mekanisme demokrasi dan  bnegara berdasarkan atas hukum secara memadai yang timbul akibat praktek ketatanegaraan yang menyimpang dari demokrasi dan negara berdasarkan asas hukum.
Menyadari ketidaksempurnaan hasil pekerjaan manusia penyempurnaan lebih lanjut UUD diserahkan pada orang-orang yang ada setelah mereka dan memungkinkan pada masa yang akan datang penyusun uud mengatur tata cara perubahan. Namun, tata cara perubahan tersebut ketentuannya digunakan dengan penuh kearifan dan kehati-hatian. Walaupun secara hukum terbuka mengubah UUD tidak berarti setiap saat perubahan dapat terjadi. Amandemen terhadap UUD tidak ditentukan oleh ketentuan hukum yang mengtur tata cara perubahan, tetapi lebih ditentukan oleh berbagi kekuatan politik dan sosial yang dominan saat itu. Selama kekuatan politik dan sosial merasa tidak perlu melakukan perubahan maka uud tidak pernah berubah atau di amandemen. Dari ulasan perkataan sukarno yang telah disampaikan sebelumnya Sukarno setelah dua bulan kemerdekan ditetapkan UUD telah berubah dan status KNIP yang sebelumnya membantu Presiden berubah menjadi badan yang memiliki kekutan legislatif. Kemudian perubahan sistem pemerintahan presidensial menjadi sistem parlementer dan kesemuanya bertujuan mecapai berbagai tuntuan, harapan perkembangan. Penyelenggara UUD tidak pernah mendogmakan UUD sebagai sesuatu yang sakral sehingga tidak dirubah dan diperbaharui. Dalam UUDS 1950 mengatur ketentuan mengatur UUD tetap. Namun ketentun ini tidak selesai karena kekuatan politik saat itu lebih menghendaki pemberlakuan kembali uud 45. Dekrit presiden 5 Juli 1959 sebagai tonggak berlakunya uud 45.
Salah satu kelemahan uuds 1950 adalah sistem pemerintahan parlementer yang dijalankan pula dalam sistem uud 45 yang telah diubah. Sistem pemerintahan parlementer menimbulkan pemerintahn yang tidak stabil sehingga pembangunan negara tidak sesuai dengan harapan. Sebenarnya sistem parlementer bukan penyebab tidak berjalan dengan baiknya pemerintahan karena sistem parlementer yang baik sistem pemerintahan yang memiliki dua partai. Dan kekuatan pemerintahan ditopang oleh kekuasaan yang memperoleh suara mayoritas. Jadi tidak akan terjadi ketidakstabilan dan kesenjangan dalam pemerintahan.
Penetapan UUD 1945 sebagai UUD tetap tidak serupa dengan pendirian bahwa UUD tidak dapat dirubah atau di perbaharui. Sesuai dengan keadaan saat itu bahwa sejarah penyusunan yang saat itu terjadi UUD akan habis apabila tidak dilakukan perubahan yang sesuai dengan dinamitas kenegaraan karena kondisi politik, ekonomi, sosial, budaya senantiasa berubah dan mengharuskan disesuaikan dengan ketentuan hukum yang  berlaku. Dorongan untuk memperbahrui atau mengubah UUD 1945 ditambah pula dengan kenyataan bahwa UUD 45 sebagai subsistem tatanan konstitusi tidak berjalan sesuai dengan hukum negara serta tegaknya tatanan demokrasi, negara berdasar hukum, serta menjamin hak-hak asasi manusia serta keadilan bagi seluiruh rakyat indonesia. Ketidakberhasilan UUD 45 sebagai penjaga dan dasar prinsip-prinsip demokrasi negara, berdasarkan atas hukum dan keadilan sosial terjadi karena beberapa sebab. Pertama, struktur uud45 memberikan kekuasaan yang besar terhadap pemegang kekuasaan yaitu eksekutif. Presiden tidak hanya sebagai pemegang dan menjalankan kekuasaan pemerintahan tetapi memiliki kekuasaan membentuk UUD selain hak konstitusional khusus yaitu amnesti grasi, abolisasi. Cakupan kekuasaan ini dipandang secara formal lebih besar dari kekuasaan yang lain sebagai kekuasaan terbesar dalam pemerintahan hanya mengesahkan atau menveto rancangan undang-undangitu pun terbatas dan dengan tata cara tertentu. Kedua, struktur uud 45 tidak mencakup check and balance antara lembaga negara untuk menghindari penyalahgunaan atau suatu tindakan sewenang-wenang. Ketiga, terdapat ketentuan yang tidak jelas yang membuka penafsiran yang bertentangan dengan konsep negara berdasarkan konstitusi. Keempat, struktur uud 45 banyak mengatur ketentuaan organik tanpa disertai arahan muatan yang harus diikuti atau pedoman segala sesuatu diserahkan secara penuh sebagai pembentuk uu. Akibatnya terjadi perbedaan antara uu organik yang serupa atau objek yang sama. Kelima, berkaitan dengan penjelasan tidak ada kelaziman uud memiliki penjelasan resmi apalagi kemudian baik secara hukum dan kenyataan penjelasan diperlukan dan mempunyai kekuatan hukum seperti batang tubuh. Penjelasan bukan hasil kerja badan yang menyusun dan menetapkan uud 45 melainkan hasil karya pribadi Soepomo yang kemudian dimasukkan bersama-sama batang tubuh kedalam berita Republik tahun 1946 dan lembar negara RI 1959 tentang Dekrit Presiden. Selain itu penjelasan mengandung kekuatan yang tidak konsisten dengan batang tubuh, dan memuat pula keterangan yang seharusnya menjadi materi atau muatan batng tubuh. Berikut merupakan ketidakkonsistenan penjelasan. Pertama, pokok pikiran dalam pembukaan empat pokok pikiran dalam pembukaan uud 1945 yang meliputi persatuan, keadilan sosial, kedaulatan rakyat dan ketuhanan yang maha esa menuerut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab. Dari uraian diatas tentang pokok pikiran sebenarnya telah ada pada alenia terakhir pembukaan uud 1945 yang menjaadi sila-sila Pancasila. Kedua, Presiden diangkat oleh majelis disebutkan dalam penjelasan Presiden yang diangkat oleh Majelis bertunduk dan bertanggungjawab pada Majelis. Dalam batang tubuh UUD tegas disebutkan Presiden dan Wakil Presiden dipilih dengan suara terbanyak dari kutipan diatas dapat terlihat perbedaan dari bunyi dari batang tubuh pengangkatan berbeda dengan pemilihan. Ketiga, pranata mandataris, batang tubuh uud 1945 tidak sepatah pun menyebut mandataris demikian pula dalam rapat BPUPKI dan PPKI tidak pernah disebut mengenai mandataris. Keempat, tentang presiden bertunduk dan bertanggungjawab kepada MPR. UUD 45 tidak mengatur mengenai pertanggungjawaban Presiden. Hal ini dapat dimaksudkan dengan kekurangan UUD 1945. Kelima, hubungan MPR dan Kedaulatan. Pasal 3 menyebutkan oleh karena MPR memegang kedaulatan negara maka kekuasaanya tidak terbatas sedangkan menurut batang tubuh, MPR tidak memegang kekuasaan negara melainkan melakukan kepentingan masyarakat. Ada perbedaan mendasar antara paham kedaulatan bernegara dan kedaulatan berbangsa. Keenam, tentang Dewan Pertimbangan Agung. Penjelasan menyebutkan antara lain berkewajiban memberi pertimbangan-pertimbangan kepada Pemerintah sedangkan batang tubuh UUD yang menjelaskan bahwa dewan ini berkewajiban memberi jawab atas pernyataan Presiden dan memajukan usul kepaada Pemerintah(Pasal 16 ayat 2). Jadi ada dua instansi tempat DPA berhubungan yaitu Presiden dan Pemerintah. Dengan demikian usul-usul DPA dapat diajukan kepada Presiden (sebagai Pemerintah) dan pemangku jabatan pemerintahan lainnya seperti Menteri. Ketujuh, tentang penjelasan pasal 18 yang menjadi dasar pembentukan dan pengakuan bagi daerah otonom yaitu satuan pemerintahan teritorial lebih rendah yang mempunyai hak mengatur dan mengurus urusan pemerintahan tertentu sebagai urusan rumah tangganya. Pada kenyataannya tidak ada maksud pasal 18 untuk mengatur satuan pemerintahan lebih rendah yang bersifat administratif karena yang lebih rendah adalah bagian sentralisasi. Menyadri makna dan maksud pasal 18, maka semua undang-undang yang berkaitan dengn pemerintahan daerah hanya mengatur mengenai pemerintah otonomi, kecuali UU No. 5 Tahun 1974 yang memuat ketentuan mengenai dekonsentrasi. Sebagai hasil akhir adalah cita-cita otonomi dalam pasall 18 menjadi semakin tersingkir karena yng tmpak adlah sentralisasi. Kekeliruan ini dicoba diperbaiki oleh UU No.22 Tahun 1999 tetapi perbaikan ini separuh jalan akibatnya pemerintahan Provinsi tetap menjadi susunan dualistik. Kedelapan, tentang penjelasan yang bersifat normatif. Berbagai penjelasan semestiny dimuat dibatang tubuh karena merupakan kaidah atau susunan asas hukum seperti prinsip Indonesia adalah negara berdasarkan atas hukum; Prinsip dan sistem pertanggungjawaban Presiden; Prinsip BPK dan kekuasaan kehakiman yang merdeka.
Berkaitan dengan kekosongan materi muatan, UUD pada dasrnya hanya memuat asas-asas dan kaidah konstitusi yang pokok tanpa meninggalkan hal-hal penting yang semestinya ada. UUD adalah asas dan kaidah yang mengatur susunan dan wewenang organisasi negara yang mempunyai sifat kekuasaan yang mudah disalahgunakan. Karena itu, perlu diatur mengenai prinsip dan mekanisme pengendaliannya. Berbagai kekosongan dijumpai dalam UUD 1945. Pertama, tentang Hak Asasi Manusia. Ketentuan mengenai Hak Asasi Manusia dalam UUD 1945 mencerminkan secara sederhana hak asasi klasik pada pasal 28, pasal 29, pasal 33, pasal 34 dan pasal 30. Tetapi dibandingkan dengan ketentuan hak asasi yang pernah dimuat dalam Konstitusi RIS dan UUDS 1950 muatan hak asasi manusia dalam UUD 1945 sangat terbatas. Semua UUD senntiasa memuat secara lengkap hak asasi sebagai subsistem paham negara konstitusional demokratik dan berdasarkan atas hukum. Kedua, tentang masa jabatan Presiden. Tidak ada ketentuan yang mengatur pembtasan pemilihan kembali sebagai Presiden yang dipilih dalam masa jabatan berturut-turut. Berdsarkan ketentuan baru dalam Tap. MPR No.XIII/MPR/1998 masa jabatan dibatasi hanya dua kali berturut-turut. Seharusnya ketentuan semcam ini dimuat dalam UUD bukan dalam aturan yang lebih rendah dari UUD. Ketiga, tentang pembatasan waktu pengesahan RUU oleh Presiden. Akibat tidak adanya pembatasan waktu pengesahan RUU yang telh disetujui DPR, maka RUU yang telah disetujui DPR dpat didiamkan Presiden (tidak disahkan) untuk jngka waktu yang tidak terbatas.
Pembaharuan UUD tidak terutama ditentukan oleh tata cara resmi atau formal yang harus dilalui karena tatacara formal yang mudah (fleksibel) tidak serta merta memudahkan terjadinya perubahan UUD. Sebaliknya, tata cara formal yang dipersukar (rigid) tidak berarti pembaharuan UUD tidak akan terjadi. Faktor utama yang menentukan pembaharuan UUD adalah berbgai keadaan dimasyarakat. Dorongan demokratis, pelaksanaan paham negara kesejahteraan (welfare state), perubahan pola dan sistem ekonomi akibat industrialisasi, kemajuan ilmu teknologi dapat menjadi kekuatan (forces) pendorong pembaharuan. Secara lebih sederhana, msyarakatlah yng menjadi pembaharuan UUD. Demikian pula peranan UUD itu sendiri hanya masyarakat yang berkehendak dan mempunyai tradisi menghormati dan menjunjung tinggi UUD yang akan menentukan UUD tersebut akan dijalankan sebgaiman mestinya.
Materi pembaharuan UUD sendiri bertujuan untuk lebih memperkokoh sendi-sendi yang seyogyanya dipertahankan. Segala praktik bermasyarakat, berbangsa, bernegara akan berjlan sesuai dengan send-sendi demokrasi, negara berdasarkan hukum, keaadilan sosial, dan lain sebagainya. Secara sistematik pembaharuan UUD 1945 dapat dikategorikan menjadi pembaharuan struktur UUD yang membahas tentang pembaharuan penjelasan yang hendaknya dihapus sehingga struktur Uud hanya terdiri dari Pembukaan dan Batang Tubuh; Pembaharuan mengenai sendi-sendi bernegara yng membahas tentang penentuan sendi-sendi yang tidak akan menjadi objek perubahan (amandemen) dikemudian hari karen setiap upaya perubahan terhadap sendi-sendi tersebut akan diputus oleh pengadilan sebagi tindakan atau ketentuan yang inkonstitusional; Pembaharuan bentuk susunan negara. Dalam batang tubuh ditambahkan yang menegaskan bentuk negara kesatuan dan bentuk pemerintahan Republik termasuk hal yang tidak akan menjadi objek perubahan; Pembaharuan kelembagaan atau alat kelengkapan suatu negara yang meliputi Lembaga Kepresidenan, Lembaga MPR, Kelembagaan DPR, Kelembagaan DPA, Kelembagaan BPK, Kekuasaan Kehakiman, Pemerintahan Daerah; Pembaharuan yang berkaitan dengan penduduk daan kewarganegaraan yang meliputi warga negara Indonesia dan pewarganegaraan yang ditetapkan dengan keputusan Presiden; serta pembaharuan yang bersangkutan dengan identitas negara.
Catatan pembaharuan diatas bertolak dari beberapa asumsi. Pertama, UUD 1945 sebagai sumber kehidupan konstitusional harus dapat menjadi pendorong perkembangan perikehidupan berkonstitusi sebagai tatanan kehidupan (way of life)yang terinternalisasi dalam setiap aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Kedua, UUD 1945 harus dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengn dinamika bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Ketiga, pembaharuan UUD 1945 bertujuan untuk lebih menjamin perwujudan tatanan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang demokratis berdasarkan hukum dan keadilan sosial. Keempat, pembahruan UUD 1945 dilakukan dengan mengukuhkan nilai-nilai dasar filosofis dan konstitusional tertentu dan menjamin kedaulatan rakyat dan hubungan konstitusional yang terkendali dan berimbang (checks nd balances) di berbagai institusi negara. Kelima, pembaharuan ini dilakukan dengan pendekatan memaksimalisasi fungsi alat-alat kelengkapan negara yang telah ada untuk memelihra kesinambungan historis UUD 1945. Keenam, pembaharuan UUD 1945 tidak selalu harus dilakukan melalui perubahan resmi melainkan dapat juga melalui praktik-praktik ketatanegaraan dan peranan hakim dengan berpegang teguh pada asas-asas demokrasi, pada asas hukum dan asas-asas keadilan. Ketujuh, lingkup perubahan disesuaikan dengan asas-asas perundang-undangan yang baik, perkembangan paham konstitusi, dan kebutuhan mewujudkan secara konstitusional kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang demokratis dan berdasarkan atas hukum.
Selanjutnya, hubungan konstitusi dengan hukum konstitusi (hukum tata negara). Menurut para ahli hukum ketatanegaraan bersepakat bahwa konstitusi (UUD) tidak sama dengan Hukum Konstitusi dan Konstitusi hanya salah satu sumber dari Hukum Konstitusi. Selain konstitusi ada berbagai kaidh-kaidah lain baik dalam bentuk peraturan perundang-undangan, kebiasaan, dan yurisprudensi yang menjadi sumber dan aturan-aturan Hukum Konstitusi.
Memperhatikan pandangan-pandangan diatas, maka sudah semestinya aturan-aturan ketatanegaraan yang dibentuk atau tumbuh di luar konstitusi (UUD) dan yang sangat penting sebagai sarana mengisi kekosongan (melengkapi), menguraikan, bahkan mengoreksi ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam Konstitusi (UUD). Dengan demikian, berbagai asas dan kaidah yang terdapat dalam konstitusi dapat dijalankan dealam situaasi konkrit guna memenuhi segala tuntutan dan kebutuhan yang senantiasa berkembang.
Kedudukan Yuridis UUD 1945 dalam sistem Ketatanegaraan RI berdasarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yaitu dimaksudkan sebagai pengganti UUDS 1950. Dekrit merupakan jalan pintas membentuk UUD tetap yang semestinya ditetapkan Konstituante. Tidak semua ketentuan dalam UUD 1945 yang ditetapkan PPKI masih berlaku berdasarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Ketentuan-ketentuan yang tidak berlaku ini terjadi karena perubahan sifat dan kedudukan UUD 1945, lampau waktu, aatu materinya tidak lagi dibutuhkan pada saat UUD 1945 berlaku kembali.
Makna sosiologis suatu perturan hukum dapt ditinjau dari sat pembentukan dan penerapannya. Peraturan hukum adalah anak zamnnya. Oleh karena itu tidak terlepas dari kenyataan dominan politik, sosial ekonomi, budaya yang ada pada waktu pembentukan. Faktor-faktor ini bersifat sejarah karena dikaitkan dengn masa lalu. Sudut pandang lain bertolak pada kenyataan saat ini. Sejauh mana suatu aturan hukum berjalan seiring dengn itulah kenyataan tetap efektif atau ada kesenjangan dengan kenyataan baru yang tidak dapat diakomodir dengan aturan yang ada atau telah ada kesenjangan dengan kenyataan baru. Salah satu pengaruh dari kenyataan itu dalah ketergesa-gesaannya dalam pembentukannya UUD 1945 sehingga terdapat berbagai kekurangan. Hasil paling konkrit yang dicapai konstiusi dibidang hukum adalah desakralisasi UUD 1945 dalam waktu 3 thun reformsi telah terjadi dua kali perubahan. Perubahan pertam pada pasal 5, 7, 9, 13 yat 2. 13ayat 3, 14 ayat 1, 14 ayat 2, 15, 17 ayat 3, 20, 21 dan pada perubahan kedua pada pasakl 18, 19, 20, 20a, 22a,22b, 25e, 26 ayat 2, 26 ayat 3, 27 yat 3, bab Xa, bab XII pasl 30, bab XI pasal 36a, pasal 36b, pasal 36c. Perubahan dimasa yang akan datang adalah dalam upaya menyempurnakan UUD 1945 yaitu syarat-syarat Presiden dan Wakil Presiden tata cara pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, sistem pertanggunjawaban pemberhentian susunan badan perwakilan, DPA, BPK, dan Badan Peradilan serta perlu dipertimbngkan, menambahkan ombudsman MK dan Bank Sentral. Pembaharuan UUD hanya salaah satu cara untuk menyusun kembali negara RI menjadi negara demokrasi berdasarkan ats hukum yang bertujuan untuk mewujudkan kemakmuran atas keadilan sosial atas seluruh rakyat Indonesia.
Mengenai konsep pokok penyelenggara konstitusi memang terdapat hubungan antara konstitusi dengan konsep penyelenggaraan negara. Konstitusi sebagai asas dan norma memuat ketentuan mengenai bentuk bagian juar dan bagian dalam bentuk suatu negara. Bagian luar menyangkut bentuk negara apakah menjadi negara kesatuan atau negara federal dn bentuk pemerintahan negara kerajaan atau negara republik dn bentuk bagian dalam mengenai ala-alat kelengkapan organisaasi negara. Secara sosiologis, selalu ada hubungan antara pendekatan pemikiran. Saat konstitusi dijalankan berbagai perkembangan kenegaraan bukan saja dipengaruhi namun ditentukan oleh konstitusi. Tetapi sejak saat berjalan atau dijalankan, hukum tertulis mempunyai kehidupan tersendiri bebas dan lepas dari pikiran dan kehendak pembentuknya. Secara koseptual, ada berbagai negara yang bertolak dari dasar-dasar yang sama. Persamaan ini dapat terjadi atas dasar ideologi, kegamaan dan lain-lain.
Konsep bernegara dalam susunan kenegaraannya tidak semata-mata ditentukan oleh paham atau ideologi tertentu. Konsep negara kekeluargaan yang hendak dijadikan dasar atau asas perekonomian nasional merupakan pengejawatan nilai budaya bangsa dan berbagai kenyataan sosiologis akibat penjajahan dan lain sebagainnya. Ada tiga konsep besar kenegaraan yang mempengaruhi asas dan norma UUD 1945. Pertama, konsep kenegaraan berasal dari pemikiran barat yaitu praktik liberlisme dan sosialisme. Pemikiran liberalisme tampak pada unsur-unsur yang bertalian dengan sistem organisasi dan kekuasaan negara dan pemerintahan. Tampak sekali pengaruh pemikiran sosialisme, seperti konsep tanggungjawab negara dalam mewujudkan keadilan sosial, atau kemungkinan negara mengelola kegiatan ekonomi. Kedua, pemikiran asli rakyat Indonesia, yaitu berkehendak mentransformasikan secara lebih utuh pemikiran asli yang dikonfrontasikan dengn pemikiran barat maupun keagamaan. Pemikiran asli hanya terbatas pada prinsip-prinsip selain terbatas pada asas-asas, juga disesuaikan dengan kenyataan dan kebutuhan baru Indonesia merdeka sebagai negara nasional yang mencakup berbagai sub kultur yang luas. Ketiga, bersumber pada pemikiran keagamaan, yaitu merupkan wujud pemikiran kegamaan dalam konsep kenegaraan. Seperti kemerdekaan adalah rahmat Allah merupakan pula pengaruh pemikiran keagamaan dalam konsep kenegaraan.
Adapun konsep kenegaraan yang diterima sebagai prinsip-prinsip bernegara yaitu negara berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, kerakyatan atau kedaulatan rakyat, atas hukum, konstitusi, pembagian kekuasaan dalam penyelenggaraan negara, negara kesatuan dengan sistem otonomi, pemerintahan republik, memikul tanggungjawab dan berkewjiban menjamin keadilan sosial.
Konsep-konsep kenegaraan tersebut merefleksikan beberapa hal. Pertama, Indonesia merdeka adalah sebuah negara modern yang akan menjunjung tinggi nilai-nilai universal. Kedua, secara sosiologis, konsep kenegaraan tersebut juga sebagai reaksi terhadap sistem pemerintah kolonial yang otoriter dan menindas. Ketiga, kehendak yang kuat dari pemimpin pergerakan yang kemudian hendak menyusun UUD 1945 untuk menemukan jalan sendiri sesuai dengan kenyataan sosial, politik, ekonomi, dan budaya bangsa Indonesia. Adapun permasalahan yang timbul dalam pelaksanaan konsep-konsep tersebut. Pertama, aktor yang bertindak sebagai penyelenggaraan negara menafsirkan konsep-konsep kenegaraan yang disepkati tersebut berdasarkan paham atau pemikirannya sendiri bukan berdasarkan kesepakatan yng tertung dalam UUD. Aneka ragam sebutan demokrasi seperti terpimpin, pancasila, dan berdasar ajaran islam mencerminkan pemahaman yang berbeda mengenai kedaulatan rkyat yang tertuang didalamnya. Kedua, UUD 1945 yang dibuat dengan tergesa-gesa kurang mengatur mekanisme penyelenggraan seperti sistem kontrol penyelenggaraan negara. Ketiga, belum pernah mempunyai kesempatan dilkasankan sesuai dengn konsep-konsep dasar yang dimuat didalamnya.
Dalam metode perubahan terdapat dua sudut. Pertma sistem pembaharuan dan perorganisasian penyelenggaraan sistem perubahan. Sistem pembaharuan didlamnya terdapat dua yaitu perubahan dan perganntian. Perubahan biasa disebut dengan amandemen yang biasa dilaksanakan dengan tata car resmi dan gtidak resmi. Pertama tata perubahan yang tidak resmi dilakukan dengan menbangun prakti-praktik kenegaraan sesuai dengna prinsip dasar UUD 1945. Kedua perubahan dengan secara resmi terdapat dua pendakatan didalamnya, perubahan atau amandemen dan penggantian atau disusun baru. Sistem pengorganisasian penyelenggaraan perubahan didalamnya terdapat dua pilihan. Pertama MPR sebagai pemegang kekuasaan mengubah UUD dan menjalankan sendiri perubahan itu. Tata cara MPR yang ditempuh dalam perubahan kedaua tahun 2000 yang sampai saat ini masih dilaksanakan didalamnya berisi tentang perubahan komisi tentang UUD yang menetapkan perubahan UUD atau sekedar perncang UUD. Menyadri secaara konstitusional wewenng melaksanakan perubahan terhadap MPR maka MPR yang berwenang membentuk komisi negara perubahan UUD. Langkahnya, MPR membentuk sendiri komisi negara perubahan UUD termasuk anggotanya. Selanjutnya MPR menugasi Presiden membentuk komisi perubahan Uud termasuk anggitamnya dan meknisme pekerjaannya. Hasil perubahan UUD dapat diuraikan dalam sifat-sifat perubahan yang dilihat dari ketentuan asli UD1945. Perubahan itu bersifat peralihan kekuasaan, penegasan pembatasan kekuasaan, pengimbangan kekuasaan, penegasan ketentuan yang sudah ada, tambahan sebagai suatu yang baru, meniadakan hal-hal yang tidak perlu dan menbangun pradigma baru.
Dalam kurun waktu tiga tahun antara tahun 1999-2002 telah terjadi empat kali perubahan akibat dari perubahan tersebut ketentuan yang menjadi du kali lipat dibanding dengan ketentuan lama. Ini menjadi persoalan akibat perubahan UUD 1945. Sebagai badan yang memiliki wewenaang yang besar, bebas, dan merdeka, hakim dituntut mengembangkan dan menghidupkan UUD agar tetap aktual. Yang paling dijaga hakim yang mempunyi wewenang menguji peraturan perundang-undangan, jangan sampai masuk dalam pemilihan politik, menjadi bagian dari pembentuk UUD atau mencapuri urrusan pemerintah.Dalam praktik ketatnegaraan cara lain menjamin dinamika atau katualisasi UUD melalui praktik ketatanegaraan atau praktik pemerintahan dengan kata lain disebut dengan konvensi. Konveksi ketatanegaaraan merupakan salah satu tradisi yang sangat mendalam dalam sistem ketat negraan.Paradigma yang mendasari sebelum perubahan memunculkan dasar-sasar yang kokoh yang dikeluarkan oleh pendiri bangsa. Dasar tersebut menjadi sendi susunan dan ketanegaraan Indonesia. Dasar itu meliputi filosofis politik dan hukum sosial dan ekonomi. Salah satu sistem sendiri adalah menolak sistem liberal individualistik, Indonesia merdeka disusun atas dasar gotong royong sebagai sistem integralistik memilih sistem presidensil yang menjalankan pemerintahan, bukan sekedar pilihan praktis. Indonesia merdeka tidak akan menggunakan sistem parlementer karena sitem parlementer bersifat liberal, sistem perekonomian didorong oleh keinginan membangun sistem sendiri.
Dalam sejarah, perubahan UUD 1945 telah dilakukan dua bulan sejak ditetapkan. Praktik atau kebiasaan ketatanegaraan dikembangkan sebagai cara memperkokoh pondasi ketatanegaraan atau konstitusional bukan sebaliknya menggerogoti ketatanegaraan konstitusional apabila makna perubahan diperluas atau di ganti UUD 1945. Perubahan juga terjadi pada waktu konstitusi RIS atau UUDS 1950 berlaku. Sebelum perubahan thun1999-2002 UUD 1945 telah berkali-kali berubah. Pelanggaaran prinsip-prinsip hukum, pergeseran paham kedaulatan rakyat menjadi kediktatoran semuanya berdasar pada berbagai kekurangan atau kelemahan UUD 1945. Jika dibanding dengan keadaan sebelum reformasi perubahan UUD 1945 telah banyak membawa perubahan kedaulatan rakyat dan demokrasi berkembang pelaksanaan negara hukum atas pelanggaran HAM meningkat pesat. Bedanya, sebelum reformasi keluhan yang muncul akibat tekanan atau ketidakadaan kebebasan keluhan reformasi keluar karena kebebasan yang berlebihan. Apabila dilakukan pengelompokkan berdasar pada perubahan yang telah terjadi empat kali meliputi perubahan paradigma menyempurnakan ketentuan yang ada meniadakan ketentuan yang menimbulkan kerancuan, menambah ketentuan atau mengganti menegaskan hal yang tidak bisa diubah. Paradima yang baru yang muncul dari perubahan berkaitan dengan lembaga-lembga negara misal MPR, DPR dan Presiden dan paradigma lain seperti tatanan politik, ekonomi, sosial. Berkenaan dengan konsep dan konsepsi baru yang berbeda bahkan bertentangan arah dengan konsep atau konsepsi dari para penyusun UUD 1945.
Tentang MPR. Sebelum adanya perubahan MPR memiliki karakteristik. Pertama, sebagai badan yang melakukan kedaulatan rakyat sepenuhnya. Kedua, anggota MPR terdiri dari nggota-anggota DPR utusan daerah dan utusan golongan. Ketiga, MPR bukan sebagai badan pembuat peraturan kecuali funsinya sebagai penetap dan pengubah karena tidak tepat MPR menetapkan berbagai peraturan diluar ketetapan UUD. Keempat, MPR bukan badan sehari-hari hanya bersidang untuk mengubah UUD menetapkan GBHN, memilih dan memberhentikan Presiden dan Wakil Presiden yng dilaksanakan pada waktu-waktu tertentu. Hanya ada satu sumber kedaulatan rakyat atau sistem sumber pelaksanaan sumber yang sentralistik. Perbedaan antara MPR dengan sumber pelaksanaan kedaulatan rakyat adalah MPR tidak menjalankan kekuasaan monolitik kediktatoran melainkan sebagai badan yang melaksanakan kedaulatan rakyat. Kedua, walaupun menjadi sumber kebijakan kedaulatan rakyat kekuasaanya terbatas hanya menetapkan mengubah UUD menetapkan GBHN, serta memilih dan mentapkan Presiden. Ketiga meskipun sebagai sumber kebijakan. MPR hanya menetapkan garis besar dalam UUD dan GBHN. Pelaksanaan kedaulatan ada dan dijalankan oleh lembaga-lembaga negara dan lembaga pemerintahan yang lain. Kenyataan diatas menimbulkan skepsisme yang bukan terbatas pada pelaksanaan teatapi paradigma yang menjadi susunan MPR. Paradigmnya adalah perubahan kedudukan MPR yang berkedudukan sama dengan lembaga negara lainnya tidak lagi melaksanakan sepenuhnya kedaulatan rakyat dan tugas dan wewenangnya telah dibagi sesuai dengan ketentuan UUD. Perbahan hubungan antara MPR dengn lembg lin sebelum perubahan UUD 1945 hanya mengatur hubungan eksplisit MPR, DPR, dan Presiden. DPR seluruh anggotanya di anggota MPR. Presiden dipilih dengan suara terbanyak oleh MPR. Beberapa hubungan anatara MPR dan Presiden adalah Presiden merupakan mandataris MPR, Presiden bertangungjawab terhadap MPR, Presiden bertunduk kepada MPR, Presiden melaksanakan GBHN yang ditetapkan MPR dan ketentuan lainn yaitu Presiden dapat diberhentikan MPR, Presiden wajib menyampaikan laporan pelaksanaan GBHN kepada MPR. Setelah perubahan UUD 1945 atas dasar paradigma baru perubahan hubungan MPR dengan lembaga lain sebagai berikut. Presiden dan wakil tidak dipilih MPR namun dipilih langsung melalui pemilihan umum. Perubahan ini didsarkan pada pemilihan langsung lebih demokratis, menghindari kooptasi terhadap MPR dan pemilihan langsung dapat menghindari money politic. Namun, semua anggapan diatas tidak dapat diwujudkan dengan baik malah sebaliknya money politic lebih mengganas partisipasi rakyat belum mencerminkan kebebasan memilih serta mutu pemilihan tidak berjalan dengan baik setelah kekhawatiran itu muncul akhirnya dibicarakan dalam rapat BPUPKI dan PPKI yang akhirnya berkesimpulan bahwa pemilihan Presiden dan wakil tetap dilakukan oleh MPR serta pemberhentiannya pula oleh MPR.
Hubungan MPR dan DPR. Walaupun ada perubahan UUD anggota DPR tetap sebagai anggota MPR dan tetap terkait dengan pemberhentian Presiden dan Wakil Presiden. Tentang pemberhentian Presiden inisiatifnya harus datang dari DPR. Perubahan susunan keanggotaan DPR hanya terdiri dari anggota-anggota DPR dan anggota DPD tidak ada lagi putusan golongan. Perubahan ini dilakukan atas dasar keinginan mengubah sistem badan perwakilan. Terdapat berbagai alasan meniadakan putusan golongan. Pertama, sulit menetukan golongan yang berhak sebagai perwakilan di MPR, terjadi penyalahgunaan wewenang, selain itu telah berkembang golongan-golongan diluar golongan ekonomi, seperti dikehendaki penyusun UUD. Utusan daerah juga mengalami perubahan dengan hadirnya DPD, tujuannya untuk mengadakan kooptasi selama orde baru utusan daerah yang dicita-citakan penyusun UUD sebagai pemegang kepentingan rakyat daerah ternyata lebih mewakili kepentingan politik. Tidak ada badan perwakilan rakyat yang tidak bersifat politik apalagi dengan wewenang legislatif yang menguasai pemerintah. Tentang perubahan wewenang MPR sebagai konsekuensi perubahan kedudukan, perubahan hubungan, susunan, wewenang. Wewenang MPR tidak lagi dijalankan atas dasar kekuasaan yang tidak terbatas. Wewenangnya terbatas pada kekuasan yang diatur dalam UUD yaitu menetapkan, mengubah UUD, melantik dan memberhentikan, serta memilih Presiden dan Wakil Presiden. Pada dasarnya wewenang tersebut dengan sebelum perubahan. Bedanya ada pada tata cara pelaksanaannya. Wewenang penting yang ditiadakan yaitu menetapkan GBHN dan meminta pertanggungjawaban Presiden. Lembaga ini tidak lagi berwenang membuat ketetapan diluar ketetapan UUD sebagai wujud pelaksanaan kedaulatan rakyat sebelumnya. Tentang DPR sebelum perubahan sebelumnya adalah kuat, tidak bisa dibubarkan oleh Presiden karena berlainan dengan sistem parlementer. Kecuali anggota DPR merangkap menjadi anggota MPR. Karenanya, DPR senantiasa dapat mengawasi kebijakan Presiden dan jika ia melangar haluan negara badan ini akan diundang dalam persidangan istimewa dalam upaya pertaanggungjawabannya kepada Presiden. Secara pradigma penjelasan diatas mencerminkan aspek prinsip pemisahan kekuasaan antara Presiden dan DPR. Presiden tidak bertanggungjawab pada DPR tetapi Presiden tidak dapat membubaarkan DPR. Ungkapan kekuatan eksekutif ada benarnya, karena realitanya Presiden lebih kuat karena selain tugasnya menjalankan kekuasaan eksekutif juga memegang kekuasaan membentuk UUD. Dengan demikian, menjadi persoalan dan masalah yang hanya dapat diatasi oleh DPR sendiri agar kekuasaannya dapat berimbang dengan pelaksanaan kekuasaan Presiden.
Dapat dikatakan rumusan perubahan dalam sudut pandang lain menggeser paradigma lama dan sudut pandang lain tidak sesuai dengan paradigma baru yang diharapkan menyeimbangkan kekuasaan Presiden dan DPR. Penguatan DPR meliputi pergeseran pembentukan UUD hak-hak DPR dan anggota DPR yang didalamnya terdapat hak interplasi angket atau hak penyidikan. Hak-hak ini berkaitan dengan fungsi pengawasan DPR.
Tentang presiden, berdasarkan ungkapan kekuatan eksekutif diperkenalkan berbagai pardigma baru tentang jabatan kepresidenan. Paradigma tersebut mencangkup tata cara mengisi jabatan Presiden dan wakil, pembatasan, sistem penindakan presiden. Pengisin jabatan presiden dan wakilnya dipilih MPR dengan pertimbangan rakyat belum siap menjalankan pemilihan langsung dan dikhawatirkan akan menimbulkan perpecahan, pertimbangan lain presiden harus memiliki kemampuan kuat dan kualitas yang baik untuk menjalankan pemerintahn negara baru. Apakah kesementaraan yang menjadi sifat pemilihan menjadi pemilihan langsung itu dapat berjalan dengan baik, ternyata bertolak belakang dengan keadaan sebenrnya, kesadaran atau partisipasi politik rakyat tidak serta merta menjamin tidak terjadinya money politics. Politik ini tidak saja menjamin yang dipilih akan memegang tanggungjawab dengan baik malah sebaliknya, tanggungjawab yang dipilih semakin minim.
Secara paradigmatik, pemilihan langsung dimksudkan untuk lebih memperkuat kedudukan presiden dan wakilnya, namun dengan sistem pemilihan proporsional dan sistem banyak partai justru melemahkan presiden dan wakil presiden, karena sistem ini sering diidentikkan dengan pembagian kekuasan. Dalam ranah pengujian dan keseimbngan antara eksekutif dan legislatif bertujuan untuk mencegah tindakan sewenang-wenang, melampaui wewenang. Dalam sistem presidensial antara eksekutif dan legislatif berdiri sendiri-sendiri, terpisah satu dan lain kecuali pada pengawasan dan penyeimbangan. Walaupun ada pengawasan pengawasan secara tidak langsung melalui penggunaan hak anggaran dan kekuasaan pembentuk undang-undang. Selama ini perubahan UUD tidak taat asas, yang mencampur-adukkan antara hubungan legislatif dan eksekutif dalam sistem presidensial dengan sistem parlementer terhadap presiden.yng terjadi pada tata kerja DPR saat ini adalah fungsi pengawasan lebih menonjol dari fungsi legislatif.
Tentang pembatasan kekuasaan presiden, mencakup memindahkan kekuasaan membentuk undang-undang menjadi kekuasaan DPR (pasal 20A) serta mengubah kekuasaan Presiden menjadi kekuasaan bersama (Pasal 13 dan Pasal 14).
Berbagai kekurangan atau kelemahan UUD 1945 telah mengakibatkan terjadinya pelanggaran hak asasi manusia, pelanggaran prinsip-prinsip negara hukum, pergeseran paham kedaulatan rakyat menjadi kediktatoran, executive heavy, serta tidak berjalannya checks and balances. Hal-hal tersebut menjadi alasan utama dilakukannya perubahan UUD.
Setiap ahli hukum yang mendalami konstitusi akan menemui perbedaan konstitusi. Konstitusi federal, negara kesatuan, tertulis dan tidak tertulis, dan rigid dan fleksibel. Kesemuanya merupakan konsep yang bersifat akademis dalam prakteknya terdapat subtansi umum yang ada pada setiap konstitusi. Setiap negara pasti memiliki sekaligus antara tertulis dan tidak tertulis. Semuanya memuat dasar fundamental negara susunan alat kelengkapan negara, kependudukan dan kewarganegaraan, bentuk negara serta bentuk kepemerintahan. Perbedaan antara konstitusi rigid dan fleksibel bertolak dari cara perubahan konstitusi. Fleksibel jika perubahan tidak berbeda dengan tata cara pengubahan UUD. Dikatakan rigid jika perubahan mensyaratkan tata cara khusus yang berbeda dengan perubahan UUD. Pandangan lain mengatakan rigid atau fleksibel tolak ukurnya pada diubah atau tidaknya konstitusi. Pengertian rigid dan fleksibel berkaitan dengan tata cara perubahan atau yang disebut perubahan secara formal yang hanya diterapkan pada konstitusi tertulis. Berdasarkan penjelasan diatas yang dimaksud dengan rigid dan fleksibel hanya mengenai atau berlaku untuk konstitusi tertulis (UUD). Semua negara memiliki konstitusi tertulis dan tidak tertulis begitu pula negara yang mempunyai UUD selalu disertai konstitusi tertulis dan tidak tertulis. UUD selalu berkedudukan paling tinggi dihadapan konstitusi tertulis lainnya (UU) tetapi tidak selalu demikian dihadapan konstitusi yang tidak tertulis, khususnya konvensi dan putusan hakim.
UUD rigid tidak terbatas pada tata cara perubahan dengan cara yang khusus melainkan mencakup pula berbagai sendi atau kaidah yang tidak dapat diubah. Walaupun tidak diatur sudah semestinya hal-hal yang menjadi sendi-sendi utama UUD tidak dapat atau tidak akan menjadi objek perubahan. Konstitusi yang fleksibel telah dikemukakan dalam UUD, UU, Konvensi ketatanegaraan, dan putusan hakim. Selain membuat rincian ketentuan UUD juga sebagai cara aktualisasi UUD sehingga UUD menjadi kaidah yang hidup. Namun kenyataanya ada saatnya kaidah diluar UUD membawa akibat pergeseran makna dlam UUD. Mendiamkan atau menambah ketentuan UUD menggeser arti. Salah satu dasar reformasi adalah keinginan untuk secara sungguh-sungguh melaksanakan sendi-sendi, tujuan, asas dan kaidah UUD 1945. Namun kenyataannya dalam pembentukkan dan pelaksanaan UUD seperti UU pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, UUD pemilihan umum, UUD tentang MPR, DPRD, DPD, dan DPR-RI, UU alat-alat kelengkapan negara diluar Presiden, UU kewarganegaraan, UU Kepartaian dan UU pemerintahan daerah. UU yang disebut diatas biasa disebut dengan UU bidang politik yang biasanya dapat dibedakan antara yang bersangkutan dengan suprastruktur politik dengan undang-undang yang bersangkutan dengan infrastrtruktur politik. Dari sistemik ilmu hukum tata negara, uu suprastruktur politik termasuk kedalam lingkup hukum tatanegara dan bertalian langsung dengan UUD.
Praktik dan tingkah laku pemerintahan telah mengemukakan mengenai struktur politik yang dibedakan antara suprastruktur dan infrastruktur. Pada tingkat suprastruktur hanya akan dicatat mengenai praktik dalam lingkup jabatan DPR dan kepresidenan. Infrastruktur akan dicatat praktik pemerintahan.
Dalam setiap negara demokrasi partai politik yang bebas dan mandiri merupakan suatu kewajiban. Namun, hanya bebas dan mandiri tidaklah cukup. Partai politik yang sehat adalah partai politikk yang bertanggungjawab mewujudkan prinsi-prinsip dan tujuan negara selain menjalankan funsi, mengelola negara, memerintah mengontrol dan fungsi lain yang melekat pada partai politik. Ciri-ciri dari partai politik yang sehat adalah partai politik harus senantiasa memperjuangkan kepentingan rakyat banyak, wajib memiliki program yang akan diperjuangkn sesuai dengan sendi dan tujuan bernegara, senantiasa memiliki kemitraan dengan rakyat, berperan sebagai pendidik publik untuk pematangan demokrasi, melatih kemandirian dan kemajuan rakyat banyak.
UUD 1945 tidak setiap saat dapat diketemukan karena merupakan hukum positif tertinggi negara RI. Memang pada kenyataanya UUD 1945 pernh secara resmi ditinggalkan yaitu dengan berlakunya konstitusi RIS. Sejak Dekrit Presiden RI, UUD 1945 menjadi hukum negara tertinggi yang berlaku sampai detik ini. UUD 1945 yang disahkan PPKI adalah hasil rumusan BPUPKI tanggal 18 Agustus 1945 telah dilakukan pembahasan ulang dan kesemuanya merupakan hasil kerja BPUPKI. Salah satu gagasan dasar reformasi adalah secepat mungkin melakukan perubhan UUD 1945 baik para ahli hukum, para ahli politik, praktisi politik, berpendapat bahwa segala bentuk penyimpangan atau penyelewengan pelaksanaan UUD 1945 bersumber dari Uud 1945. Semestiny tidak ada perdebatan ilmiah maupun praktis perjalanan UUD 1945 dimasa orde lama dan orde baru. Memang benar jika demokrasi sebatas dari sudut pandang hukum tata negara ada tiga sumber kelemahan UUD 1945. Pertama, muatan perubahan UUD tidak berjalan seiring dengn konsepsi dasar UUD tentang sistem pemerintahan. Kedua, kelemahan bersumber dalam UUD yaitu UUD orgnik. Ketiga, tingkah laku politik atau praktik politik.
Aktualisasi UUD 1945 dapat dilakukan dengan perubahan formal. Ada tiga model peran UUD dalam perjalanan bangsa dan negara. Pertama, negara yang dibangun dipeliharaa dan dikembangkan dengan terus menerus memelihara daan mengaktualisasikan UUD. Kedua, negara melakukan pembaharuan UUD dengan cara mengganti atau menyusun UUD baru. Ketiga, negara kediktatoran atau otoriter, mebuat dan memiliki UUD sekedar pajangan dan aturan mati.
Konstitusi tidak selalu atau tidak hanya berkaitan dengn negara. Banyak sebutan lain seperti konstitusi paartai, himpunan, negara karena ia merupakan kumpulan asas dan kaidah yang mengatur mengenai organisasi yang meliputi susnan organisasi, bentuk orgnisasi, jabatan dalam organisasi, kekuasaan, tnaggungjawab, tugas wewenang, mengisi jabatan hubungan antar pejabat, batasan wewenang, batas kekuasaan organisasi dan seluk beluk organisasi.
Dalam kehidupan sehari-hari, sering kali terjadi pencampuran sebutan antara UUD dan konstitusi. Kerancuan ini timbul karena beberapa sebab. Ada negara-negara konstitusional yang tidak mempunyai UUD. Contohnya kerajaan Inggris yang sampai saat ini tidak memiliki UUD. Namun, tidak seorang pun yang meragukan Inggris adalah negaraa konstitusional. Kedua, kata constition dalam bahasa inggris sama artinya dengan UUD. UUD hanyalah salah satu dari ketentuan konstitusi.
Menghidupkan konstitusi dalam tulisan ini berarti menjalankan norma-norma konstitusi sesuai dengan keadaan-keadaan nilai-nilai dan kebutuhan masyarakat. Ada tiga faktor yang menjadi faktor penyebab problematikannya penafsiran UUD. Pertama, muncul karena UUD tidak secara eksplisit mempertimbangkan banyak hal. Meskipun ada pengaturan dalam konstitusi namun aturan-aturan tersebut dituls dengan bahsa yang terbuka.Meskipun senantisa muncul pertanyaan mengenai penafsiran dalam hukum tata negara berkenaan dengan hak-hak fundamental namun persoalan yang mendasar yang biuasa menjadi perdebatan adalah ketepatan pengadilan menafsirkan ketentuan-ketentuan untuk melindungi hak-hak yang tidak secara eksplisit diatur dalam konstitusi.

Ada dua permasalahan dan yang sering diperdebatkan untuk menjadi negara yang demokratis. Pertama, amandemen konstitusi dan yang kedua pembentukan konstitusi. Perubahan konstitusi tidak dapat dielakkan karena dilihat dari sejarah penyusunan maupun sebagai produk hukum yang mencerminkn pikiran dan kepentingan yang ada saat itu UUD akan habis apabila tidak diadakan pembaharuan sesuai dengan dinamika kehidupan masyarakat. Pembentukan konstitusi merupaka satu haal penting karena peran atau fungsi yang diemban oleh konstitusi. Konstitusi dapat berperan sebagai legitimasi pelaksanaan kekuasaan yang ada pada suatu negara serta melindungi kepentingan rakyat. Memperkuat prinsip negara hukum yang demokratis melalui perubahan undang-undang dasar 1945, salah satu perubahan mendasar dalam uud 1945 yaitu dimasukkannya ketentuan dalam pasal yang menyatakan bahwa negara indonesia adalah negara hukum. Rencana perubahan UUD 1945 telah dicanangkan dan perubahan konsep secara jelas,kelembagan negra,kekuasaan kehakiman, pemda,HAM, merupakan konsep pembaharauan dan perubahan UUD kedepan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar