GURU INDONESIA DALAM MENYONGSONG 100
TAHUN
INDONESIA MERDEKA
Oleh : Dewi Ismayanti
A.
Menyongsong
100 Tahun Indonesia Merdeka
1. Mengamati Pendidikan di Indonesia, Menyongsong 100 Tahun RI
Our progress as a nation can be no
swifter than our progress in education. The human mind is our
fundamental resource. (John F. Kennedy)
Menjelang 17 Agustus 2045,
Republik Indonesia akan merayakan hari ulang tahunnya yang ke 100. Dalam Usia
yang relatif sudah beranjak matang, pada kenyataannya kini Bangsa Indonesia
tengah menghadapi masalah yang cukup pelik. Kasus-kasus korupsi merebak yang
bahkan tidak hanya merambah dilingkungan birokrasi, namun terjadi merata
diseluruh lini serta terutama dikalangan politisi dan Partai Politik. Sementara
itu, di kota-kota besar terlihat munculnya masalah kronis, yaitu rendahnya laju
pembangunan infra struktur dan lemahnya bidang jasa pelayanan masyarakat. Hal
tersebut dapat dilihat dengan jelas pada sektor angkutan, baik darat ,laut dan
udara serta manajemen pengaturan lalulintas jalan raya yang amburadul. Kesemua
itu dapat dikatakan sebagai refleksi dari posisi para elit negeri yang belum
memiliki perhatian layak kepada kepentingan rakyat banyak. Sorotan dari banyak
pengamat para cerdik cendikia selalu sampai kepada penilaian tentang moral dan
karakter bangsa yang masih rendah terutama yang dialami oleh para elitnya.
Disiplin bangsa yang dapat terlihat melalui sikap dan perilaku individunya,
sangat memprihatinkan.
Dengan realita semacam
itu, maka yang pertamakali harus dijadikan sorotan adalah bagaimana dan apa
yang terjadi dengan Nation
and Character Building Program di negeri ini. Bagaimana pendidikan
berlangsung di Indonesia yang telah merdeka 66 Tahun? Bagaimana dan apa
sebenarnya yang telah berlaku selama ini dalam pendidikan yang dijalankan pada
tingkat nasional. Apapula yang menyebabkan, sehingga perilaku orang Indonesia
menjadi terlihat seperti sekarang ini. Singkat kata bagaimana peran pendidikan
nasional yang telah menghasilkan para hasil didiknya seperti ini. Selanjutnya
marilah kita bahas bersama tentang masalah pendidikan di Indonesia selama lebih
kurang 66 tahun belakangan ini.
Bila kita memperhatikan
sejenak dunia pendidikan maka akan terlihat adanya beberapa perbedaan yang
cukup mencolok antara pendidikan di Indonesia dengan apa yang terjadi dalam
dunia pendidikan pada umumnya, terutama di Negara maju. Dari pengamatan saya
pribadi, sebenarnya ada dua persoalan yang sangat berbeda pada metoda
pendidikan kita, bila dibandingkan dengan Negara lain. Ada beberapa persoalan
yang kemungkinan besar dapat dikatakan sebagai salah satu penyebab dari apa
yang terjadi saat ini, yaitu :
a. Pendidikan Satu Arah
Yang pertama adalah metoda
ajar mengajar di sekolah kita pada umumnya berlangsung satu arah, yaitu dari
guru kepada muridnya. Metoda ini memberikan peran yang sangat dominan kepada
seorang guru yang mengakibatkan banyak hal terjadi sebagai konsekuensi dari
dominasi guru dikelas. Walaupun beberapa waktu yang lalu, hal ini kerap telah
menjadi bahan sorotan banyak pihak, akan tetapi sampai sekarang belum terjadi
perubahan yang signifikan dalam hal dominasi guru serta pendidikan yang satu
arah. Kita pernah mendengar puluhan tahun lalu, kampanye yang berbunyi CBSA,
Cara Belajar Siswa Aktif. Ini adalah salah satu reaksi yang merupakan hasil
dari respon telah terjadinya kegiatan pendidikan yang satu arah dan didominasi
Guru di Kelas. CBSA, harus diakui sebagai ide terobosan yang cukup baik dalam
dunia pendidikan kita, namun hasilnya masih belum banyak terlihat.
Salah satu dampak negatif
dari pendidikan yang berjalan satu arah dengan Guru yang dominan tentu saja
adalah menjadi pasif nya para siswa di kelas. Dari sikap pasif ini dengan mudah
berkembang sifat yang cenderung apatis. Bila tidak apatis yang muncul adalah
tidak adanya keberanian untuk bertanya di forum kelas bila ada sesuatu yang
mereka tidak mengerti. Kondisi ini dengan mudah pula dapat ditebak bahwa hasil
pendidikan si anak murid akan sangat rendah kualitasnya. Secara tidak langsung,
atmosfer pendidikan yang seperti itu, telah mengembangkan sifat rendah diri
bagi para murid, karena dia atau mereka selalu di posisikan pada kondisi
sebagai orang yang tidak tahu apa-apa. Belum lagi dengan posisi yang sangat
dominan dari seorang guru, maka kesempatan bertanya bagi para murid menjadi
sangat kecil. Apabila kualitas sang Guru berada dalam tingkat yang pas-pasan,
maka dipastikan Guru tidak akan memberikan kesempatan anak murid bertanya, atau
bila muncul pertanyaan, sang Guru akan memberikan jawaban yang tidak akan
memuaskan murid-muridnya. Situasi dan kondisi ini secara tidak sengaja telah
membangun barrier atau garis batas yang sangat jauh dari jarak hubungan
komunikasi antara Guru dengan Muridnya. Dalam kondisi tertentu hal tersebut
akan membuat anak-anak malas ke sekolah dan juga tercipta secara tidak sengaja
rasa takut murid terhadap gurunya. Kesemua itu, seolah meniadakan unsur
partisipasi dari murid terhadap pelajarannya yang tentu saja akan sulit terjadi
proses pendidikan sesuai dengan apa yang kita harapkan bersama. Satu arah dan
dominasi Guru, sangat tidak memungkinkan terciptanya hasil didik dari satu
proses pendidikan secara keseluruhan. Terlebih lagi bila ini berlangsung di
sekolah-sekolah tingkat awal seperti Taman Kanak-kanak dan Sekolah Dasar. Pada
era pendidikan inilah sebenarnya dasar-dasar berpikir seorang anak dan karakter
serta minat untuk mengembangkan rasa ingin tahu harus dibangun dengan cermat.
b. Mengembangkan rasa senang bersekolah
Masalah mendasar yang
kedua adalah berkait dengan pentahapan belajar yang harus dibangun secara
berjenjang untuk dapat mengantar anak-anak usia dini menuju kearah pendidikan
professional yang akan dipilihnya nanti setelah atau saat menempuh pendidikan
di tingkat menengah dan tinggi. Di beberapa negara maju, tidak seperti disini,
anak-anak usia dini bersekolah di TK dan SD, hanya diberikan sedikit sekali
jenis atau macam pelajaran. Dengan demikian maka anak-anak itu tidak menerima
beban dalam kegiatan-kegiatan disekolahnya. Mereka justru memperoleh penyaluran
dari rasa ingin tahu yang senantiasa berada dibenaknya.
Ditingkat ini ternyata,
mereka punya ide atau tujuan hanya untuk membuat anak-anak untuk senang datang
ke Sekolah. Datang disini mengandung makna, mereka belajar bersosialisasi baik
dengan teman-temannya dan juga dengan para pendidik dalam hal ini para Guru.
Tidak semata diberikan pelajaran dengan posisi Guru dengan Murid akan tetapi
lebih kepada “pertemanan”
atau “familiarization”
yang mengantar mereka memasuki dunia pendidikan. Justru disini, peran guru
lebih banyak mengajak dan memberikan kesempatan yang luas sekali kepada para
murid untuk berinisiatif. Suasana kelas dengan demikian jauh lebih hidup,
karena tidak ada yang mendominasi, apalagi sang Guru yang sama sekali perannya
tidak dominan. Dengan demikian, anak-anak TK dan SD ini dibentuk sebagai
anak-anak yang senang untuk datang kesekolah. Anak-anak ini menjadikan sekolah
adalah merupakan kebutuhan dirinya, bukan karena disuruh orang tua , apalagi
karena takut kepada Guru. Ini adalah modal dasar anak-anak usia dini, yaitu
harus ditanamkan senang dan ingin belajar ke sekolah. Apabila rasa senang untuk
datang ke sekolah sudah ada, maka proses memberikan pelajaran akan menjadi
lebih mudah. Dengan jumlah mata ajaran yang tidak terlalu banyak, tentu saja
akan memberikan keleluasaan bagi Guru untuk mentransfer pengetahuan dengan pola
siswa aktif. Beban pelajaran yang tidak berat dirasakan oleh anak didik,
membuat mereka jauh lebih relaks dalam mengembangkan rasa ingin tahunya. Dengan
begitu akan muncul sifat-sifat positif dari anak didik berupa antara lain,
keberanian bertanya, kemampuan berdiskusi dan berkembangnya inovasi serta
kreatifitas.
c. Membangun Disiplin
Kondisi anak-anak yang
sudah mulai senang dengan kegiatan sekolah sehari-hari sangat membantu para
Guru untuk mulai memperkenalkan mereka, para anak didik dengan
peraturan-perturan yang pada hakikatnya adalah berupa “rules of the game“. Contoh
sederhana dari ini adalah bagaimana mematuhi waktu masuk sekolah, waktu
istirahat dan waktu pulang. Menegakkan aturan pasti akan jauh lebih mudah
kepada anak-anak yang telah memiliki rasa senang dalam mengikuti kegiatan
sekolah. Disinilah antara lain Guru dapat membimbing dengan mudah anak-anak
untuk mencoba patuh dan menghargai waktu. Mendidik mereka untuk selalu tepat
waktu. Tidak bisa dibantah, bila anak-anak yang sudah senang dalam kegiatan
sekolah, akan sangat mudah mengajaknya datang ke sekolah tepat waktu. Secara
tidak langsung telah terbangun kesadaran dari dirinya sendiri untuk disiplin.
Dengan rasa senang belajar yang tumbuh dari anak didik sendiri, membuat Guru
lebih mudah dalam proses mengajar, demikian pula sebaliknya. Rasa senang akan
sangat memberikan kemudahan bagi anak didik dalam proses menerima pelajaran
dari Sang Guru. Disini proses interaksi antara guru dengan murid dapat dengan
mudah terjalin dengan baik. Ini terjadi karena kemauan dan semangat belajar
dari Sang murid telah terbangun atas kesadarannya sendiri. Dalam kondisi yang
seperti itu maka Guru memperoleh ruang yang cukup untuk memberikan pengertian
kepada anak didiknya hal-hal yang penting didalam proses belajar. Termasuk
disini pembentukan diri dengan mata ajaran sejenis Budi Pekerti.
Kedekatan hubungan yang
terbangun sudah merupakan hubungan yang bentuknya adalah hubungan yang saling
membutuhkan. Seiring dengan itu yang perlu dipikirkan adalah bagaimana mulai
membangun pengertian tentang wawasan kebangsaan, membangun kesadaran bernegara,
membangun kecintaan dan kebanggaan kepada tanah airnya. Misalnya saja
memperkenalkannya dengan lagu-lagu perjuangan, lagu-lagu yang mengolah
kesadaran dan kecintaan akan negerinya. Sekedar contoh saja, di Singapura,
semua anak-anak sekolah dari taman kanak-kanak hingga sekolah menengah, setiap
hari pada sebelum pelajaran dimulai, diwajibkan menyanyikan lagu kebangsaannya.
Setelah melalui sekolah
dasar, dimana anak-anak tersebut sudah menjadi anak-anak yang senang untuk
bersekolah, maka barulah di sekolah menengah mereka mulai dengan memilih bidang
apa yang diminatinya. Disini kemudian akan berproses terpadunya antara bakat
dan kesenangan yang akan membawa kepada kesuksesan dalam menempuh pelajaran.
Jadi dapat dibayangkan, pada saat mereka telah siap memasuki perguruan tinggi,
mereka talah mencapai kematangan dalam memperdalam bidang ilmu yang akan
digelutinya. Paralel dengan itu tentu saja diharapkan, belajar dengan bekal
budi pekerti serta pemahaman tentang kebangsaan, maka dapat dihasilkan para
pemuda yang berkualitas, berkarakter yang melekat didirinya satu tata nilai
intelektual, satu “value“.
Sosok yang berkepribadian. Sastrawan Inggris terkenal bernama CS Lewis dalam
salah satu bukunya, menegaskan tentang hal ini, bahwa “Education without values, as useful
as it is, seems rather to make man a more clever devil.” Mungkin
itu yang sedang kita hadapi saat ini, amburadulnya kehidupan politik di
Indonesia.
Itulah yang saya pikir harus mulai dievaluasi kembali sistem
dan metoda pendidikan kita, agar dapat diharapkan hasil didiknya, akan sesuai
dengan harapan kita semua dalam menyongsong masa datang yang penuh dengan
tantangan dan persaingan yang ketat. Uraian ini adalah sekedar contoh saja dari
satu tinjauan yang mudah-mudahan dapat menyumbang pemikiran mengenai
penyempurnaan dan perbaikan pendidikan di Indonesia. Mudah-mudahan, kedepan,
Indonesia yang telah melewati usia-nya yang ke 100, dapat terus maju dan segera
mencapai cita-citanya mensejahterakan kehidupan berbangsa. Bangsa yang Merdeka
!
2.
Kurikulum Dalam Menyongsong Generasi
Emas Indonesia
Secara garis besar, sebagaimana kita
ketahui bahwa sejak tahun 1945, kurikulum pendidikan nasional telah mengalami
perubahan sebanyak sembilan kali, yaitu pada tahun 1947, 1952, 1964, 1968,
1975, 1984, 1994, 2004, dan 2006. Perubahan tersebut merupakan konsekuensi
logis dari terjadinya perubahan sistem politik, sistem sosial budaya, sistem
ekonomi, dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam masyarakat
berbangsa dan bernegara. Jika dalam tahun 2014 ini kurikulum juga akan berubah,
berarti secara mendasar perubahan kurikulum pendidikan di negara kita sudah
mencapai sepuluh kali.
Terkait
dengan hal tersebut, jangan hanya pergantian kurikulum dan uji coba
kurikulum saja yang menjadi perhatian, tetapi bagaimana menjadikan sektor
pendidikan menjadi pilar utama pembangunan nasional, menjadi pendorong kemajuan
bangsa, sehingga kita tidak tertinggal dengan negara-negara lain dalam
kompetisi global. Karenanya, perubahan kurikulum harus dipastikan mengarahkan
generasi muda Indonesia yang beriman dan bertaqwa, berakhlakul karimah, cerdas,
terampil, berpengetahuan, mandiri, mampu berkompetisi, dan bertanggungjawab
kepada masyarakat, bangsa dan negara.
Pengalaman
sejarah membuktikan, bahwa kurikulum pendidikan yang seharusnya mengantarkan
rakyat Indonesia eksis dan mampu berkompetisi di dunia internasional, ternyata
belum seperti yang kita harapkan. Menurut berbagai survei internasional, bahwa
kualitas pendidikan nasional, secara umum masih tertinggal dengan banyak negara
lain.
Oleh
karena itu, kita mendukung langkah Pemerintah untuk menciptakan kurikulum yang
lebih antisipatif, menyesuaikan dengan tuntutan zaman, yang diyakini mampu
melahirkan anak-anak negeri yang sanggup bangkit, mengangkat harkat dan
martabat bangsa di dunia internasional, tanpa kehilangan jatidiri sebagai
manusia Indonesia.
Perubahan kurikulum, antara lain
dimaksudkan untuk menyongsong generasi emas Indonesia. Apabila perubahan
kurikulum ini dilakukan sekarang, maka peserta didik atau siswa sekolah saat
ini akan berusia 40-50 tahun pada tahun 2045 nanti, pada saat Bangsa Indonesia
merayakan 100 tahun kemerdekannya. Rentang usia tersebut adalah usia produktif
pada level kepemimpinan di segala sektor dan bidang pekerjaan. Sehingga, masa
itu adalah Abad Emas bagi bangsa Indonesia.
Seiring dengan itu, kita optimis
akan masa depan Indonesia sebagai sebuah bangsa yang besar dan maju. Lembaga
internasional seperti Goldman Sachs, Mc Kinsey Institute dan
lain-lain telah meramalkan bahwa Indonesia akan masuk sebagai The Next BRIC ((Brazil,
Rusia, India, China). Lembaga multilateral seperti World Bank, ADB,
IMF dan lain-lain juga mengatakan bahwa Indonesia termasuk The Emerging
Market Countries seperti Turki dan Korea Selatan.
Prediksi lain menggambarkan bahwa
Indonesia akan menjadi negara yang mempunyai PDB terbesar ke-7 di dunia. Ketika
Benua Eropa dan Amerika sedang mengalami perlambatan perekonomian, maka masa
depan dunia ada di ASIA. Siapa ASIA itu?, ketika Jepang mengalami stagnasi,
China dan India mulai melambat. Asia adalah Indonesia! Dan masa depan dunia
adalah Indonesia! Sejatinya itulah yang harus menjadi mimpi kita, menjadi visi
bersama kita, menjadi cita-cita kita sebagai bangsa yang besar.
Prediksi-prediksi demikian tidak
dapat kita abaikan, bukan suatu hal yang mustahil, mengingat sejatinya Indonesia
punya segala hal untuk maju. Sumberdaya alam yang melimpah dan variatif dari
Sabang sampai Merauke. Jumlah penduduk yang besar sekitar 230 Juta jiwa dan 80
juta jiwa berada di dalam usia produktif. Sebanyak 70 juta jiwa adalah kelas
menengah yang mempunyai daya kreatif dan daya beli yang tinggi. Pemakai Facebook
dan Twitter di Indonesia adalah nomor 3 dan 5 yang terbesar di
dunia.
Itu semua menggambarkan bahwa Indonesia adalah Indonesia muda yang kreatif dan dinamis yang siap dan eager untuk menghadapi peluang dan
tantangan apapun juga. Ini juga diperkuat dengan kekayaan budaya
yang sangat dinamis dan variatif mulai dari pakaian, kuliner, adat istiadat,
tempat wisata dan lain-lain yang semuanya itu mempunyai potensi geopolitik dan
geoekonomi yang sangat kuat bila dikelola secara baik dan terencana oleh manusia-manusia
terdidik. Jadi, sekali lagi, kata kunci utamanya adalah pendidikan, dan
bagian terpenting dari pendidikan itu adalah adanya sebuah kurikulum yang
konprehensif.
Jadi yang perlu diingat dalam
penyusunan kurikulum ini adalah bahwa kita saat ini, sedang menyusun kurikulum
untuk Generasi Emas Indonesia. Generasi yang akan memimpin kebangkitan
Indonesia, Generasi yang akan menghadapi tantangan yang jauh berbeda dengan
yang kita alami saat ini.
3. Peran
Guru Dalam Menyongsong Kemerdekaan
Memberikan teladan kepada
para siswanya merupakan salah satu hal yang paling penting dalam pendidikan
karakter. Sosok guru di manapun akan menjadi contoh bagi peserta didik,
karenanya mereka memandang bahwa ia adalah kompas penunjuk jalan apabila
tersesat. Seorang guru perlu menanamkan akhlak yang baik bagi muridnya, hal ini
dapat dilakukan secara terus menerus seperti mengucapkam salam, menanamkan
nilai-nilai kejujuran, berdoa di setiap memulai dan mengakhiri pekerjaan,
membiasakan senyum, pembudayaan sikap santun, bersikap baik di dalam maupun di
luar sekolah, bukankah bagaimana proses itu terbiasakan? Terlebih urgensi
perubahan kurikulum 2013 lebih menitikberatkan pada pembentukan sikap dan
karakter yang baik pada setiap proses pembelajaran.
Kita dapat mengambil
hikmah bagaimana Nabi Mujammad saw mengajarkan dan memberikan teladan yang baik
kepada para sahabatnya yang pada waktu itu juga menjadi murid-muridnya. Akhlak
beliau seindah apa yang dikatakan oleh Allah swt dalam Al Qur’an. Beliau
mengajarkan ilmu dengan ikhlas dan hati yang tulus, sehingga dapat mudah
diterima oleh para sahabatnya dengan hati yang tulus juga. Kiranya benar, apa
yang disampaikan dari hati akan sampai ke hati.
Rasulullah saw juga seorang
motivator ulung. Beliau selalu menggunakan bahasa yang sederhana tapi bernilai
sastra tinggi, tepat dalam berbicara dan sangat cerdas sehingga apa yang beliau
ucapkan mudah dipahami oleh para sahabatnya. Hal ini bisa kita lihat dari
setiap hadist yang beliau sampaikan. Sebagai Guru, terlebih dulu beliau selalu
memberikan teladan, sehingga mendorong para sahabat untuk menyontohnya. Tidak
heran jika beliau adalah Guru bagi seluruh manusia di sepanjang masa. Inilah
sejatinya contoh pendidikan karakter yang kongkrit yang dapat kita tanamkan
kepada peserta didik di setiap waktu dan keadaan.
Pendidikan memang bukanlah
persoalan yang mudah, bila kita tanam sekarang ia dapat dirasakan hasilnya 20
tahun mendatang. Maka dari itu, kita harus bersinergi untuk mewujudkan generasi
emas 2045 (100 tahun Indonesia Merdeka). Persoalan-persoalan itu dapat kita
pecahkan bersama-sama dengan bergandengan tangan. Tidak ada lagi yang lalai
dalam tugas mendidik, tidak saling adu jotos, merokok di sekolah, jujur dalam
mengelola anggaran pendidikan, terlebih lagi guru mau menjadi pembelajar sejati
dan terus berusaha untuk meningkatkan kapasitas dirinya sehingga dapat terwujud
Guru teladan (good teachers).
Di sisi lain, wamendiknas
Fasli Jalal pernah mengatakan dalam sebuah lokakarya nasional percepatan
peningkatan mutu pendidikan 2011 “dengan memperhatikan pendidikan anak usia
dini pada saat ini, akan mengangkat Indonesia menjadi negara maju dan merupakan
kekuatan 12 besar dunia pada 2025 dan 8 besar dunia pada tahun 2045 melalui pertumbuhan
ekonomi tinggi yang inklusif dan berkelanjutan. Untuk mencapai visi 2025 dan
2045 memerlukan penyiapan generasi yang mampu berperan aktif dalam kegiatan
pembangunan”.
Karenanya pendidikan yang
bermutu harus terus diupayakan oleh sang guru. Mereka adalah mutiaranya agent of change, pelaku
perubahan agar menghasilkan manusia Indonesia yang religius, cerdas, produktif,
andal dan komprehensif melalui layanan pembelajaran yang prima terhadap peserta
didiknya, sehingga terwujud generasi emas tahun 2045.
Peran
pendidikan dalam mempersiapkan generasi 2045 sangat penting. Itulah sebabnya, Lembaga
Pendidikan dan Tenaga Kependidikan (LPTK) perlu menyiapkan pendidikan tenaga
pendidik untuk menyiapkan generasi 2045 itu, dan manajemen ketenagaan pendidik
yang profesional. Dalam konteks penyiapan generasi 2045, peran pendidik
sangatlah penting dan masa depan bangsa ada di pundak pendidik atau guru.
“Sistem pendidikan masa depan bangsa Indonesia adalah
pendidikan yang mengantarkan generasi masa kini menjadi generasi emas Indonesia
2045. Generasi ini akan menjadi generasi penduduk warga dunia yang bersifat
transkultural, namun harus tetap hidup dan berkembang dalam jati diri dan
budaya Indonesia sebagai sebuah bangsa yang bermartabat. Daya saing di satu
sisi dan kemampuan kolaborasi di sisi lain adalah dua polar kompetensi yang
harus bersinergi sebagai profil dasar manusia Indonesia 2045. Gambaran sosok
manusia Indonesia generasi 2045 harus menjadi pijakan dan cantolan upaya
pendidikan, dan pendidikan akan memainkan peran baru dalam perspektif
pengembangan sosok generasi 2045.
Peran baru pendidikan harus diikuti dengan
profesionalisme guru, yang kunci utamanya terletak pada guru dan pendidikan
guru yang bermutu. Guru bermutu menjadi variabel penting bagi terwujudnya
pendidikan yang bermutu. Perlu revitalisasi LPTK sebagai perguruan tinggi yang
bertanggung jawab dalam mendidik calon pendidik/guru dengan landasan filosofi,
kerangka pikir akademik, program pendidikan akademik dan profesi yang utuh dan
akuntabel.
Keutuhan pendidikan guru, kata dia, harus dibangun
mulai dari rekrutmen calon mahasiswa sampai kepada memasuki pensiun dalam
konsep life cycle guru. Pengembangan profesionalisme guru di lapangan
harus dipandang sebagai sebuah perkembangan yang bersifat lifelong
learning capacity yang didukung oleh sistem pengelolaan ketengaan guru
yang berorientasi profesi dan tidak berorientasi birokrasi.
Sistem Pendidikan yang Memungkinkan Dihasilkannya
Pendidik dan Tenaga Kependidikan yang Kompeten untuk Mempersiapkan Generasi
204, investasi pendidikan adalah prediktor masa depan bangsa yang tercermin
dalam mutu sumber daya manusia yang dihasilkan melalui upaya pendidikan itu.
Modal dasar yang amat dahsyat di Indonesia adalah potensi jumlah penduduk
produktif. Dalam kurun waktu 15-20 tahun mendatang diperkirakan lebih dari 60%
penduduk Indonesia berada pada usia produktif (15-64 tahun). Potensi ini harus
dikelola dengan tepat dan pendidikan adalah wahana paling strategis untuk
mengelola potensi penduduk produktif dimaksud.
Mereka yang akan menduduki posisi usia produktif pada
15-20 tahun yang akan datang adalah mereka yang pada saat ini berusia antara
0-40 tahun. Dari rentang usia itu dua kutub kritis yang harus menjadi perhatian
adalah mereka yang berada pada kelompok usia dini (0-5 tahun) dan usia
mahasiswa (18-23 tahun) yang saat ini sedang menempuh kuliah. Kelompok usia
dini akan menjadi mahasiswa pada 15 tahun mendatang dan kelompok mahasiswa saat
ini akan menjadi kelompok yang amat produktif pada tahun 2035
Dalam konteks pemanfaatan anggaran pendidikan, kata
dia, dua kutub kritis ini perlu mendapat perhatian dan prioritas, tanpa
mengabaikan kelompok usia yang berada di antara kedua kutub itu. Investasi
dalam Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dimaksudkan untuk memberikan kepastian
bahwa tidak ada anak usia dini yang tidak memperoleh akses pendidikan. Anak
usia dini tak boleh diabaikan. Sebab jika terabaikan, maka usia produktif pada
15-20 tahun mendatang yang akan menjadi penopang kekuatan ekonomi dan daya
saing bangsa tidak akan bisa disiapkan dengan baik, dan perkembangan bangsa
bisa terganggu,
Angka partisipasi kasar (APK) PAUD sebesar 56,7% pada
awal tahun 2010 dan target 72,9% pada tahun 2014 memerlukan investasi besar dan
gerakan nasional secara menyeluruh, ujar Rektor UPI. Dengan kecenderungan
pencapaian target seperti yang digambarkan, diharapkan pada tahun 2025 seluruh
populasi anak usia dini memperoleh layanan pendidikan anak usia dini.
Invenstasi PAUD harus mencakup infrastruktur dan ketenagaan, yang pada saat ini
masih jauh dari standar yang diharapkan. Untuk mencapai harapan anak usia dini
masa kini menjadi manusia Indonesia produktif pada 15 tahun yang akan datang
maka PAUD tidak boleh diabaikan dan harus memperoleh prioritas pembiayaan.
Untuk mempercepat peningkatan daya saing bangsa dan pertumbuhan ekonomi,
prioritas anggaran pendidikan harus pula diberikan kepada pendidikan tinggi.
Ada dua hal utama yang perlu mendapat prioritas
penganggaran di perguruan tinggi. Pertama, peningkatan mutu, aksesibilitas,
relevansi, dan kesetaraan gender pada program S1, termasuk juga politeknik.
Kedua, penambahan jumlah doktor. Ini penting karena lulusan pendidikan tinggi
adalah tenaga ahli dan profesional yang siap memasuki dunia kerja (usaha dan
industri) ataupun membuka lapangan kerja baru. Kelompok ini akan
menjadi critical mass dan menjadi kekuatan untuk akselerasi
pertumbuhan dan perubahan ekonomi dan penguatan daya saing bangsa.
Kekuatan ini diharapkan akan mampu mengurangi
eksploitasi ekonomi perkotaan karena terjadinya penyebaran kemampuan ke seluruh
pelosok tanah air yang secara potensial dapat menumbuhkan sentra-sentra ekonomi
baru. Untuk itu, peningkatan APK pendidikan tinggi dari 24,67% pada tahun 2010
dan ditargetkan menjadi 30,0% pada tahun 2014, yang telah menjadi program dan
target Kemdikbud, perlu didukung anggaran yang memadai dan berkelanjutan.
Demikian pula penyediaan anggaran untuk membiayai
mahasiswa yang secara ekonomi tidak beruntung namun memiliki potensi akademik
tinggi, melalui program bidik misi bagi 20.000 mahasiswa per tahun perlu
dijamin keberlanjutannya. Persoalan mutu, aksesibilitas dan keterjangkauan,
relevansi, dan kesetaraan gender adalah variabel yang harus dipenuhi seiring
dengan upaya peningkatan APK pendidikan tinggi.
Generasi manusia Indonesia 2045 adalah manusia abad 21
yang ditandai dengan ketersediaan teknologi yang telah mengubah pola hidup dan
pola pikir manusia. Teknologi informasi digunakan manusia dalam berbagai hal,
baik dalam komunkasi maupun bisnis.Pada saat yang sama muncul berbagai
persoalan yang bisa mengganggu kesejahteraan masyarakat, seperti masalah
makanan, air bersih, perubahan iklim global, dan penuruan daya dukung
lingkungan.
Dalam kondisi seperti ini hal yang cukup krusial
adalah merespons kompleksitas masalah, berkomunikasi efektif, memanage
informasi secara dinamis, bekerja dan mencari solusi dalam nuansa kolaboratif,
mengunakan teknologi secara efektif, melahirkan pengetahuan baru secara
berkelanjutan. Semua ini adalah keterampilan yang dibutuhkan dalam abad dua
puluh satu.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Gambaran
sosok manusia Indonesia
generasi 2045 harus menjadi pijakan dan cantolan upaya pendidikan, dan
pendidikan akan memainkan peran baru dalam perspektif pengembangansosok
generasi 2045. Peran baru pendidikan harus diikuti dengan profesionalisme guru,
yang kunci utamanya terletak pada guru dan pendidikan guru yang bermutu.
Peran guru yang baik mempunyai pengaruh yang besar
bagi prestasi siswa, yaitu 30% prestasi siswa dibentuk melalui guru yang
profesional, walaupun karakter siswa sendiri yang mempunyai presentase yang
besar dalam keberhasilan seorang siswa, tetapi perlu diperhatikan andil seorang
guru sangat besar.
Seorang guru sangat menentukan sekali, sebagus apapun
gedung sekolahnya atau selengkap apapun fasilitas yang terdapat di sekolah,
tetap saja faktor guru yang profesional yang dapat mendorong keberhasilan
siswa, sementara sekolah hanya sedikit pengaruhnya.
Seorang guru itu mengajar dengan
hati, artinya ilmu pengetahuan yang
akan ditanamkan kepada siswa harus sudah tertanam dalam hati seorang guru,
sehingga nantinya proses belajar mengajar bukan
lagi mentransfer ilmu yang ada dalam buku melainkan ada kesan yang membekas.
Terdapat kekhawatiran dalam menyongsong Indonesia Emas
2045, kekhawatiran tersebut ialah dalam menjalankan roda perekonomian bangsa jangan
sampai dikendalikan oleh warga asing, justru harus sebaliknya.
Dengan demikian, kunci utamanya adalah pendidikan,
oleh karena itu, diperlukan komitmen yang tinggi dalam mengembangkan mutu
pendidikan serta peranan guru yang bermutu dalam mewujudkan itu semua.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar