Business

Minggu, 23 November 2014

Guru Indonesia Menyongsong 100 Tahun Kemerdekaan

GURU INDONESIA DALAM MENYONGSONG 100 TAHUN
INDONESIA MERDEKA

Oleh : Dewi Ismayanti


A.   Menyongsong 100 Tahun Indonesia Merdeka

1.    Mengamati Pendidikan di Indonesia, Menyongsong 100 Tahun RI

       Our progress as a nation can be no swifter than our progress in education.   The human mind is our fundamental resource. (John F. Kennedy)
Menjelang 17 Agustus 2045, Republik Indonesia akan merayakan hari ulang tahunnya yang ke 100. Dalam Usia yang relatif sudah beranjak matang, pada kenyataannya kini Bangsa Indonesia tengah menghadapi masalah yang cukup pelik. Kasus-kasus korupsi merebak yang bahkan tidak hanya merambah dilingkungan birokrasi, namun terjadi merata diseluruh lini serta terutama dikalangan politisi dan Partai Politik. Sementara itu, di kota-kota besar terlihat munculnya masalah kronis, yaitu rendahnya laju pembangunan infra struktur dan lemahnya bidang jasa pelayanan masyarakat. Hal tersebut dapat dilihat dengan jelas pada sektor angkutan, baik darat ,laut dan udara serta manajemen pengaturan lalulintas jalan raya yang amburadul. Kesemua itu dapat dikatakan sebagai refleksi dari posisi para elit negeri yang belum memiliki perhatian layak kepada kepentingan rakyat banyak. Sorotan dari banyak pengamat para cerdik cendikia selalu sampai kepada penilaian tentang moral dan karakter bangsa yang masih rendah terutama yang dialami oleh para elitnya. Disiplin bangsa yang dapat terlihat melalui sikap dan perilaku individunya, sangat memprihatinkan.
Dengan realita semacam itu, maka yang pertamakali harus dijadikan sorotan adalah bagaimana dan apa yang terjadi dengan Nation and Character Building Program di negeri ini. Bagaimana pendidikan berlangsung di Indonesia yang telah merdeka 66 Tahun? Bagaimana dan apa sebenarnya yang telah berlaku selama ini dalam pendidikan yang dijalankan pada tingkat nasional. Apapula yang menyebabkan, sehingga perilaku orang Indonesia menjadi terlihat seperti sekarang ini. Singkat kata bagaimana peran pendidikan nasional yang telah menghasilkan para hasil didiknya seperti ini. Selanjutnya marilah kita bahas bersama tentang masalah pendidikan di Indonesia selama lebih kurang 66 tahun belakangan ini.
Bila kita memperhatikan sejenak dunia pendidikan maka akan terlihat adanya beberapa perbedaan yang cukup mencolok antara pendidikan di Indonesia dengan apa yang terjadi dalam dunia pendidikan pada umumnya, terutama di Negara maju. Dari pengamatan saya pribadi, sebenarnya ada dua persoalan yang sangat berbeda pada metoda pendidikan kita, bila dibandingkan dengan Negara lain. Ada beberapa persoalan yang kemungkinan besar dapat dikatakan sebagai salah satu penyebab dari apa yang terjadi saat ini, yaitu :
a.    Pendidikan Satu Arah
Yang pertama adalah metoda ajar mengajar di sekolah kita pada umumnya berlangsung satu arah, yaitu dari guru kepada muridnya. Metoda ini memberikan peran yang sangat dominan kepada seorang guru yang mengakibatkan banyak hal terjadi sebagai konsekuensi dari dominasi guru dikelas. Walaupun beberapa waktu yang lalu, hal ini kerap telah menjadi bahan sorotan banyak pihak, akan tetapi sampai sekarang belum terjadi perubahan yang signifikan dalam hal dominasi guru serta pendidikan yang satu arah. Kita pernah mendengar puluhan tahun lalu, kampanye yang berbunyi CBSA, Cara Belajar Siswa Aktif. Ini adalah salah satu reaksi yang merupakan hasil dari respon telah terjadinya kegiatan pendidikan yang satu arah dan didominasi Guru di Kelas. CBSA, harus diakui sebagai ide terobosan yang cukup baik dalam dunia pendidikan kita, namun hasilnya masih belum banyak terlihat.
Salah satu dampak negatif dari pendidikan yang berjalan satu arah dengan Guru yang dominan tentu saja adalah menjadi pasif nya para siswa di kelas. Dari sikap pasif ini dengan mudah berkembang sifat yang cenderung apatis. Bila tidak apatis yang muncul adalah tidak adanya keberanian untuk bertanya di forum kelas bila ada sesuatu yang mereka tidak mengerti. Kondisi ini dengan mudah pula dapat ditebak bahwa hasil pendidikan si anak murid akan sangat rendah kualitasnya. Secara tidak langsung, atmosfer pendidikan yang seperti itu, telah mengembangkan sifat rendah diri bagi para murid, karena dia atau mereka selalu di posisikan pada kondisi sebagai orang yang tidak tahu apa-apa. Belum lagi dengan posisi yang sangat dominan dari seorang guru, maka kesempatan bertanya bagi para murid menjadi sangat kecil. Apabila kualitas sang Guru berada dalam tingkat yang pas-pasan, maka dipastikan Guru tidak akan memberikan kesempatan anak murid bertanya, atau bila muncul pertanyaan, sang Guru akan memberikan jawaban yang tidak akan memuaskan murid-muridnya. Situasi dan kondisi ini secara tidak sengaja telah membangun barrier atau garis batas yang sangat jauh dari jarak hubungan komunikasi antara Guru dengan Muridnya. Dalam kondisi tertentu hal tersebut akan membuat anak-anak malas ke sekolah dan juga tercipta secara tidak sengaja rasa takut murid terhadap gurunya. Kesemua itu, seolah meniadakan unsur partisipasi dari murid terhadap pelajarannya yang tentu saja akan sulit terjadi proses pendidikan sesuai dengan apa yang kita harapkan bersama. Satu arah dan dominasi Guru, sangat tidak memungkinkan terciptanya hasil didik dari satu proses pendidikan secara keseluruhan. Terlebih lagi bila ini berlangsung di sekolah-sekolah tingkat awal seperti Taman Kanak-kanak dan Sekolah Dasar. Pada era pendidikan inilah sebenarnya dasar-dasar berpikir seorang anak dan karakter serta minat untuk mengembangkan rasa ingin tahu harus dibangun dengan cermat.
b.    Mengembangkan rasa senang bersekolah
Masalah mendasar yang kedua adalah berkait dengan pentahapan belajar yang harus dibangun secara berjenjang untuk dapat mengantar anak-anak usia dini menuju kearah pendidikan professional yang akan dipilihnya nanti setelah atau saat menempuh pendidikan di tingkat menengah dan tinggi. Di beberapa negara maju, tidak seperti disini, anak-anak usia dini bersekolah di TK dan SD, hanya diberikan sedikit sekali jenis atau macam pelajaran. Dengan demikian maka anak-anak itu tidak menerima beban dalam kegiatan-kegiatan disekolahnya. Mereka justru memperoleh penyaluran dari rasa ingin tahu yang senantiasa berada dibenaknya.
Ditingkat ini ternyata, mereka punya ide atau tujuan hanya untuk membuat anak-anak untuk senang datang ke Sekolah. Datang disini mengandung makna, mereka belajar bersosialisasi baik dengan teman-temannya dan juga dengan para pendidik dalam hal ini para Guru. Tidak semata diberikan pelajaran dengan posisi Guru dengan Murid akan tetapi lebih kepada “pertemanan” atau “familiarization” yang mengantar mereka memasuki dunia pendidikan. Justru disini, peran guru lebih banyak mengajak dan memberikan kesempatan yang luas sekali kepada para murid untuk berinisiatif. Suasana kelas dengan demikian jauh lebih hidup, karena tidak ada yang mendominasi, apalagi sang Guru yang sama sekali perannya tidak dominan. Dengan demikian, anak-anak TK dan SD ini dibentuk sebagai anak-anak yang senang untuk datang kesekolah. Anak-anak ini menjadikan sekolah adalah merupakan kebutuhan dirinya, bukan karena disuruh orang tua , apalagi karena takut kepada Guru. Ini adalah modal dasar anak-anak usia dini, yaitu harus ditanamkan senang dan ingin belajar ke sekolah. Apabila rasa senang untuk datang ke sekolah sudah ada, maka proses memberikan pelajaran akan menjadi lebih mudah. Dengan jumlah mata ajaran yang tidak terlalu banyak, tentu saja akan memberikan keleluasaan bagi Guru untuk mentransfer pengetahuan dengan pola siswa aktif. Beban pelajaran yang tidak berat dirasakan oleh anak didik, membuat mereka jauh lebih relaks dalam mengembangkan rasa ingin tahunya. Dengan begitu akan muncul sifat-sifat positif dari anak didik berupa antara lain, keberanian bertanya, kemampuan berdiskusi dan berkembangnya inovasi serta kreatifitas.
c.    Membangun Disiplin
Kondisi anak-anak yang sudah mulai senang dengan kegiatan sekolah sehari-hari sangat membantu para Guru untuk mulai memperkenalkan mereka, para anak didik dengan peraturan-perturan yang pada hakikatnya adalah berupa “rules of the game“. Contoh sederhana dari ini adalah bagaimana mematuhi waktu masuk sekolah, waktu istirahat dan waktu pulang. Menegakkan aturan pasti akan jauh lebih mudah kepada anak-anak yang telah memiliki rasa senang dalam mengikuti kegiatan sekolah. Disinilah antara lain Guru dapat membimbing dengan mudah anak-anak untuk mencoba patuh dan menghargai waktu. Mendidik mereka untuk selalu tepat waktu. Tidak bisa dibantah, bila anak-anak yang sudah senang dalam kegiatan sekolah, akan sangat mudah mengajaknya datang ke sekolah tepat waktu. Secara tidak langsung telah terbangun kesadaran dari dirinya sendiri untuk disiplin. Dengan rasa senang belajar yang tumbuh dari anak didik sendiri, membuat Guru lebih mudah dalam proses mengajar, demikian pula sebaliknya. Rasa senang akan sangat memberikan kemudahan bagi anak didik dalam proses menerima pelajaran dari Sang Guru. Disini proses interaksi antara guru dengan murid dapat dengan mudah terjalin dengan baik. Ini terjadi karena kemauan dan semangat belajar dari Sang murid telah terbangun atas kesadarannya sendiri. Dalam kondisi yang seperti itu maka Guru memperoleh ruang yang cukup untuk memberikan pengertian kepada anak didiknya hal-hal yang penting didalam proses belajar. Termasuk disini pembentukan diri dengan mata ajaran sejenis Budi Pekerti.
Kedekatan hubungan yang terbangun sudah merupakan hubungan yang bentuknya adalah hubungan yang saling membutuhkan. Seiring dengan itu yang perlu dipikirkan adalah bagaimana mulai membangun pengertian tentang wawasan kebangsaan, membangun kesadaran bernegara, membangun kecintaan dan kebanggaan kepada tanah airnya. Misalnya saja memperkenalkannya dengan lagu-lagu perjuangan, lagu-lagu yang mengolah kesadaran dan kecintaan akan negerinya. Sekedar contoh saja, di Singapura, semua anak-anak sekolah dari taman kanak-kanak hingga sekolah menengah, setiap hari pada sebelum pelajaran dimulai, diwajibkan menyanyikan lagu kebangsaannya.
Setelah melalui sekolah dasar, dimana anak-anak tersebut sudah menjadi anak-anak yang senang untuk bersekolah, maka barulah di sekolah menengah mereka mulai dengan memilih bidang apa yang diminatinya. Disini kemudian akan berproses terpadunya antara bakat dan kesenangan yang akan membawa kepada kesuksesan dalam menempuh pelajaran. Jadi dapat dibayangkan, pada saat mereka telah siap memasuki perguruan tinggi, mereka talah mencapai kematangan dalam memperdalam bidang ilmu yang akan digelutinya. Paralel dengan itu tentu saja diharapkan, belajar dengan bekal budi pekerti serta pemahaman tentang kebangsaan, maka dapat dihasilkan para pemuda yang berkualitas, berkarakter yang melekat didirinya satu tata nilai intelektual, satu “value“. Sosok yang berkepribadian. Sastrawan Inggris terkenal bernama CS Lewis dalam salah satu bukunya, menegaskan tentang hal ini, bahwa “Education without values, as useful as it is, seems rather to make man a more clever devil.” Mungkin itu yang sedang kita hadapi saat ini, amburadulnya kehidupan politik di Indonesia.
       Itulah yang saya pikir harus mulai dievaluasi kembali sistem dan metoda pendidikan kita, agar dapat diharapkan hasil didiknya, akan sesuai dengan harapan kita semua dalam menyongsong masa datang yang penuh dengan tantangan dan persaingan yang ketat. Uraian ini adalah sekedar contoh saja dari satu tinjauan yang mudah-mudahan dapat menyumbang pemikiran mengenai penyempurnaan dan perbaikan pendidikan di Indonesia. Mudah-mudahan, kedepan, Indonesia yang telah melewati usia-nya yang ke 100, dapat terus maju dan segera mencapai cita-citanya mensejahterakan kehidupan berbangsa. Bangsa yang Merdeka !
2.    Kurikulum Dalam Menyongsong Generasi Emas Indonesia
       Secara garis besar, sebagaimana kita ketahui bahwa sejak tahun 1945, kurikulum pendidikan nasional telah mengalami perubahan sebanyak sembilan kali, yaitu pada tahun 1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994, 2004, dan 2006. Perubahan tersebut merupakan konsekuensi logis dari terjadinya perubahan sistem politik, sistem sosial budaya, sistem ekonomi, dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam masyarakat berbangsa dan bernegara. Jika dalam tahun 2014 ini kurikulum juga akan berubah, berarti secara mendasar perubahan kurikulum pendidikan di negara kita sudah mencapai sepuluh kali.
Terkait dengan hal tersebut,  jangan hanya pergantian kurikulum dan uji coba kurikulum saja yang menjadi perhatian, tetapi  bagaimana menjadikan sektor pendidikan menjadi pilar utama pembangunan nasional, menjadi pendorong kemajuan bangsa, sehingga kita tidak tertinggal dengan negara-negara lain dalam kompetisi global. Karenanya, perubahan kurikulum harus dipastikan mengarahkan generasi muda Indonesia yang beriman dan bertaqwa, berakhlakul karimah, cerdas, terampil, berpengetahuan, mandiri, mampu berkompetisi, dan bertanggungjawab kepada masyarakat, bangsa dan negara.
Pengalaman sejarah membuktikan, bahwa kurikulum pendidikan yang seharusnya mengantarkan rakyat Indonesia eksis dan mampu berkompetisi di dunia internasional, ternyata belum seperti yang kita harapkan. Menurut berbagai survei internasional, bahwa kualitas pendidikan nasional, secara umum masih tertinggal dengan banyak negara lain.
Oleh karena itu, kita mendukung langkah Pemerintah untuk menciptakan kurikulum yang lebih antisipatif, menyesuaikan dengan tuntutan zaman, yang diyakini mampu melahirkan anak-anak negeri yang sanggup bangkit, mengangkat harkat dan martabat bangsa di dunia internasional, tanpa kehilangan jatidiri sebagai manusia Indonesia.
Perubahan kurikulum, antara lain dimaksudkan untuk menyongsong generasi emas Indonesia. Apabila perubahan kurikulum ini dilakukan sekarang, maka peserta didik atau siswa sekolah saat ini akan berusia 40-50 tahun pada tahun 2045 nanti, pada saat Bangsa Indonesia merayakan 100 tahun kemerdekannya. Rentang usia tersebut adalah usia produktif pada level kepemimpinan di segala sektor dan bidang pekerjaan. Sehingga, masa itu adalah Abad Emas bagi bangsa Indonesia.
Seiring dengan itu, kita optimis akan masa depan Indonesia sebagai sebuah bangsa yang besar dan maju. Lembaga internasional seperti Goldman Sachs, Mc Kinsey Institute dan lain-lain telah meramalkan bahwa Indonesia akan masuk sebagai The Next BRIC ((Brazil, Rusia, India, China). Lembaga multilateral seperti World Bank, ADB, IMF dan lain-lain juga mengatakan bahwa Indonesia termasuk The Emerging Market Countries seperti Turki dan Korea Selatan.
Prediksi lain menggambarkan bahwa Indonesia akan menjadi negara yang mempunyai PDB terbesar ke-7 di dunia. Ketika Benua Eropa dan Amerika sedang mengalami perlambatan perekonomian, maka masa depan dunia ada di ASIA. Siapa ASIA itu?, ketika Jepang mengalami stagnasi, China dan India mulai melambat. Asia adalah Indonesia! Dan masa depan dunia adalah Indonesia! Sejatinya itulah yang harus menjadi mimpi kita, menjadi visi bersama kita, menjadi cita-cita kita sebagai bangsa yang besar.
Prediksi-prediksi demikian tidak dapat kita abaikan, bukan suatu hal yang mustahil, mengingat sejatinya Indonesia punya segala hal untuk maju. Sumberdaya alam yang melimpah dan variatif dari Sabang sampai Merauke. Jumlah penduduk yang besar sekitar 230 Juta jiwa dan 80 juta jiwa berada di dalam usia produktif. Sebanyak 70 juta jiwa adalah kelas menengah yang mempunyai daya kreatif dan daya beli yang tinggi.  Pemakai Facebook dan Twitter di Indonesia adalah nomor 3 dan 5 yang terbesar di dunia.
Itu semua menggambarkan bahwa Indonesia adalah Indonesia muda yang kreatif dan dinamis yang siap dan eager untuk menghadapi peluang dan tantangan apapun juga. Ini juga diperkuat dengan kekayaan budaya yang sangat dinamis dan variatif mulai dari pakaian, kuliner, adat istiadat, tempat wisata dan lain-lain yang semuanya itu mempunyai potensi geopolitik dan geoekonomi yang sangat kuat bila dikelola secara baik dan terencana oleh manusia-manusia terdidik. Jadi, sekali lagi, kata kunci utamanya adalah pendidikan, dan bagian terpenting dari pendidikan itu adalah adanya sebuah kurikulum yang konprehensif.
Jadi yang perlu diingat dalam penyusunan kurikulum ini adalah bahwa kita saat ini, sedang menyusun kurikulum untuk Generasi Emas Indonesia. Generasi yang akan memimpin kebangkitan Indonesia, Generasi yang akan menghadapi tantangan yang jauh berbeda dengan yang kita alami saat ini.
3.    Peran Guru Dalam Menyongsong Kemerdekaan
Memberikan teladan kepada para siswanya merupakan salah satu hal yang paling penting dalam pendidikan karakter. Sosok guru di manapun akan menjadi contoh bagi peserta didik, karenanya mereka memandang bahwa ia adalah kompas penunjuk jalan apabila tersesat. Seorang guru perlu menanamkan akhlak yang baik bagi muridnya, hal ini dapat dilakukan secara terus menerus seperti mengucapkam salam, menanamkan nilai-nilai kejujuran, berdoa di setiap memulai dan mengakhiri pekerjaan, membiasakan senyum, pembudayaan sikap santun, bersikap baik di dalam maupun di luar sekolah, bukankah bagaimana proses itu terbiasakan? Terlebih urgensi perubahan kurikulum 2013 lebih menitikberatkan pada pembentukan sikap dan karakter yang baik pada setiap proses pembelajaran.
Kita dapat mengambil hikmah bagaimana Nabi Mujammad saw mengajarkan dan memberikan teladan yang baik kepada para sahabatnya yang pada waktu itu juga menjadi murid-muridnya. Akhlak beliau seindah apa yang dikatakan oleh Allah swt dalam Al Qur’an. Beliau mengajarkan ilmu dengan ikhlas dan hati yang tulus, sehingga dapat mudah diterima oleh para sahabatnya dengan hati yang tulus juga. Kiranya benar, apa yang disampaikan dari hati akan sampai ke hati.
Rasulullah saw juga seorang motivator ulung. Beliau selalu menggunakan bahasa yang sederhana tapi bernilai sastra tinggi, tepat dalam berbicara dan sangat cerdas sehingga apa yang beliau ucapkan mudah dipahami oleh para sahabatnya. Hal ini bisa kita lihat dari setiap hadist yang beliau sampaikan. Sebagai Guru, terlebih dulu beliau selalu memberikan teladan, sehingga mendorong para sahabat untuk menyontohnya. Tidak heran jika beliau adalah Guru bagi seluruh manusia di sepanjang masa. Inilah sejatinya contoh pendidikan karakter yang kongkrit yang dapat kita tanamkan kepada peserta didik di setiap waktu dan keadaan.
Pendidikan memang bukanlah persoalan yang mudah, bila kita tanam sekarang ia dapat dirasakan hasilnya 20 tahun mendatang. Maka dari itu, kita harus bersinergi untuk mewujudkan generasi emas 2045 (100 tahun Indonesia Merdeka). Persoalan-persoalan itu dapat kita pecahkan bersama-sama dengan bergandengan tangan. Tidak ada lagi yang lalai dalam tugas mendidik, tidak saling adu jotos, merokok di sekolah, jujur dalam mengelola anggaran pendidikan, terlebih lagi guru mau menjadi pembelajar sejati dan terus berusaha untuk meningkatkan kapasitas dirinya sehingga dapat terwujud Guru teladan (good teachers).
Di sisi lain, wamendiknas Fasli Jalal pernah mengatakan dalam sebuah lokakarya nasional percepatan peningkatan mutu pendidikan 2011 “dengan memperhatikan pendidikan anak usia dini pada saat ini, akan mengangkat Indonesia menjadi negara maju dan merupakan kekuatan 12 besar dunia pada 2025 dan 8 besar dunia pada tahun 2045 melalui pertumbuhan ekonomi tinggi yang inklusif dan berkelanjutan. Untuk mencapai visi 2025 dan 2045 memerlukan penyiapan generasi yang mampu berperan aktif dalam kegiatan pembangunan”.
Karenanya pendidikan yang bermutu harus terus diupayakan oleh sang guru. Mereka adalah mutiaranya agent of change, pelaku perubahan agar menghasilkan manusia Indonesia yang religius, cerdas, produktif, andal dan komprehensif melalui layanan pembelajaran yang prima terhadap peserta didiknya, sehingga terwujud generasi emas tahun 2045.
       Peran pendidikan dalam mempersiapkan generasi 2045 sangat penting. Itulah sebabnya, Lembaga Pendidikan dan Tenaga Kependidikan (LPTK) perlu menyiapkan pendidikan tenaga pendidik untuk menyiapkan generasi 2045 itu, dan manajemen ketenagaan pendidik yang profesional. Dalam konteks penyiapan generasi 2045, peran pendidik sangatlah penting dan masa depan bangsa ada di pundak pendidik atau guru.
“Sistem pendidikan masa depan bangsa Indonesia adalah pendidikan yang mengantarkan generasi masa kini menjadi generasi emas Indonesia 2045. Generasi ini akan menjadi generasi penduduk warga dunia yang bersifat transkultural, namun harus tetap hidup dan berkembang dalam jati diri dan budaya Indonesia sebagai sebuah bangsa yang bermartabat. Daya saing di satu sisi dan kemampuan kolaborasi di sisi lain adalah dua polar kompetensi yang harus bersinergi sebagai profil dasar manusia Indonesia 2045. Gambaran sosok manusia Indonesia generasi 2045 harus menjadi pijakan dan cantolan upaya pendidikan, dan pendidikan akan memainkan peran baru dalam perspektif pengembangan sosok generasi 2045.
Peran baru pendidikan harus diikuti dengan profesionalisme guru, yang kunci utamanya terletak pada guru dan pendidikan guru yang bermutu. Guru bermutu menjadi variabel penting bagi terwujudnya pendidikan yang bermutu. Perlu revitalisasi LPTK sebagai perguruan tinggi yang bertanggung jawab dalam mendidik calon pendidik/guru dengan landasan filosofi, kerangka pikir akademik, program pendidikan akademik dan profesi yang utuh dan akuntabel.
Keutuhan pendidikan guru, kata dia, harus dibangun mulai dari rekrutmen calon mahasiswa sampai kepada memasuki pensiun dalam konsep life cycle guru. Pengembangan profesionalisme guru di lapangan harus dipandang sebagai sebuah perkembangan yang bersifat lifelong learning capacity yang didukung oleh sistem pengelolaan ketengaan guru yang berorientasi profesi dan tidak berorientasi birokrasi.
Sistem Pendidikan yang Memungkinkan Dihasilkannya Pendidik dan Tenaga Kependidikan yang Kompeten untuk Mempersiapkan Generasi 204, investasi pendidikan adalah prediktor masa depan bangsa yang tercermin dalam mutu sumber daya manusia yang dihasilkan melalui upaya pendidikan itu. Modal dasar yang amat dahsyat di Indonesia adalah potensi jumlah penduduk produktif. Dalam kurun waktu 15-20 tahun mendatang diperkirakan lebih dari 60% penduduk Indonesia berada pada usia produktif (15-64 tahun). Potensi ini harus dikelola dengan tepat dan pendidikan adalah wahana paling strategis untuk mengelola potensi penduduk produktif dimaksud.
Mereka yang akan menduduki posisi usia produktif pada 15-20 tahun yang akan datang adalah mereka yang pada saat ini berusia antara 0-40 tahun. Dari rentang usia itu dua kutub kritis yang harus menjadi perhatian adalah mereka yang berada pada kelompok usia dini (0-5 tahun) dan usia mahasiswa (18-23 tahun) yang saat ini sedang menempuh kuliah. Kelompok usia dini akan menjadi mahasiswa pada 15 tahun mendatang dan kelompok mahasiswa saat ini akan menjadi kelompok yang amat produktif pada tahun 2035
Dalam konteks pemanfaatan anggaran pendidikan, kata dia, dua kutub kritis ini perlu mendapat perhatian dan prioritas, tanpa mengabaikan kelompok usia yang berada di antara kedua kutub itu. Investasi dalam Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dimaksudkan untuk memberikan kepastian bahwa tidak ada anak usia dini yang tidak memperoleh akses pendidikan. Anak usia dini tak boleh diabaikan. Sebab jika terabaikan, maka usia produktif pada 15-20 tahun mendatang yang akan menjadi penopang kekuatan ekonomi dan daya saing bangsa tidak akan bisa disiapkan dengan baik, dan perkembangan bangsa bisa terganggu,
Angka partisipasi kasar (APK) PAUD sebesar 56,7% pada awal tahun 2010 dan target 72,9% pada tahun 2014 memerlukan investasi besar dan gerakan nasional secara menyeluruh, ujar Rektor UPI. Dengan kecenderungan pencapaian target seperti yang digambarkan, diharapkan pada tahun 2025 seluruh populasi anak usia dini memperoleh layanan pendidikan anak usia dini. Invenstasi PAUD harus mencakup infrastruktur dan ketenagaan, yang pada saat ini masih jauh dari standar yang diharapkan. Untuk mencapai harapan anak usia dini masa kini menjadi manusia Indonesia produktif pada 15 tahun yang akan datang maka PAUD tidak boleh diabaikan dan harus memperoleh prioritas pembiayaan.
Untuk mempercepat peningkatan daya saing bangsa dan pertumbuhan ekonomi, prioritas anggaran pendidikan harus pula diberikan kepada pendidikan tinggi.
Ada dua hal utama yang perlu mendapat prioritas penganggaran di perguruan tinggi. Pertama, peningkatan mutu, aksesibilitas, relevansi, dan kesetaraan gender pada program S1, termasuk juga politeknik. Kedua, penambahan jumlah doktor. Ini penting karena lulusan pendidikan tinggi adalah tenaga ahli dan profesional yang siap memasuki dunia kerja (usaha dan industri) ataupun membuka lapangan kerja baru. Kelompok ini akan menjadi critical mass dan menjadi kekuatan untuk akselerasi pertumbuhan dan perubahan ekonomi dan penguatan daya saing bangsa.
Kekuatan ini diharapkan akan mampu mengurangi eksploitasi ekonomi perkotaan karena terjadinya penyebaran kemampuan ke seluruh pelosok tanah air yang secara potensial dapat menumbuhkan sentra-sentra ekonomi baru. Untuk itu, peningkatan APK pendidikan tinggi dari 24,67% pada tahun 2010 dan ditargetkan menjadi 30,0% pada tahun 2014, yang telah menjadi program dan target Kemdikbud, perlu didukung anggaran yang memadai dan berkelanjutan.
Demikian pula penyediaan anggaran untuk membiayai mahasiswa yang secara ekonomi tidak beruntung namun memiliki potensi akademik tinggi, melalui program bidik misi bagi 20.000 mahasiswa per tahun perlu dijamin keberlanjutannya. Persoalan mutu, aksesibilitas dan keterjangkauan, relevansi, dan kesetaraan gender adalah variabel yang harus dipenuhi seiring dengan upaya peningkatan APK pendidikan tinggi.
Generasi manusia Indonesia 2045 adalah manusia abad 21 yang ditandai dengan ketersediaan teknologi yang telah mengubah pola hidup dan pola pikir manusia. Teknologi informasi digunakan manusia dalam berbagai hal, baik dalam komunkasi maupun bisnis.Pada saat yang sama muncul berbagai persoalan yang bisa mengganggu kesejahteraan masyarakat, seperti masalah makanan, air bersih, perubahan iklim global, dan penuruan daya dukung lingkungan.
Dalam kondisi seperti ini hal yang cukup krusial adalah merespons kompleksitas masalah, berkomunikasi efektif, memanage informasi secara dinamis, bekerja dan mencari solusi dalam nuansa kolaboratif, mengunakan teknologi secara efektif, melahirkan pengetahuan baru secara berkelanjutan. Semua ini adalah keterampilan yang dibutuhkan dalam abad dua puluh satu.





BAB III
PENUTUP

A.   KESIMPULAN

     Gambaran sosok manusia Indonesia generasi 2045 harus menjadi pijakan dan cantolan upaya pendidikan, dan pendidikan akan memainkan peran baru dalam perspektif pengembangansosok generasi 2045. Peran baru pendidikan harus diikuti dengan profesionalisme guru, yang kunci utamanya terletak pada guru dan pendidikan guru yang bermutu.
Peran guru yang baik mempunyai pengaruh yang besar bagi prestasi siswa, yaitu 30% prestasi siswa dibentuk melalui guru yang profesional, walaupun karakter siswa sendiri yang mempunyai presentase yang besar dalam keberhasilan seorang siswa, tetapi perlu diperhatikan andil seorang guru sangat besar.
Seorang guru sangat menentukan sekali, sebagus apapun gedung sekolahnya atau selengkap apapun fasilitas yang terdapat di sekolah, tetap saja faktor guru yang profesional yang dapat mendorong keberhasilan siswa, sementara sekolah hanya sedikit pengaruhnya.
Seorang guru itu mengajar dengan hati, artinya ilmu pengetahuan yang akan ditanamkan kepada siswa harus sudah tertanam dalam hati seorang guru, sehingga nantinya proses belajar mengajar bukan lagi mentransfer ilmu yang ada dalam buku melainkan ada kesan yang membekas.
Terdapat kekhawatiran dalam menyongsong Indonesia Emas 2045, kekhawatiran tersebut ialah dalam menjalankan roda perekonomian bangsa jangan sampai dikendalikan oleh warga asing, justru harus sebaliknya.
Dengan demikian, kunci utamanya adalah pendidikan, oleh karena itu, diperlukan komitmen yang tinggi dalam mengembangkan mutu pendidikan serta peranan guru yang bermutu dalam mewujudkan itu semua.







Tidak ada komentar:

Posting Komentar